Bab 39 "Penyesalan"

"Tolong ambilkan ramuan pemulih energi."

"Basuh luka Tuan Sky. Jangan sampai lukanya semakin dalam."

"Tubuh Tuan Sky terkena sedikit percikan dari energi kegelapan."

"Orang yang memiliki kekuatan penyembuhan, tolong alirkan kekuatan kalian pada beliau."

"Jangan sampai tubuh Tuan Sky membusuk. Beliau hanyalah satu-satunya harapan kita."

Mataku masih tertutup, tapi telingaku masih menangkap keributan di sekitar. Mereka yang berada di sekitarku sibuk untuk mengobati semua luka. Tidak jelas suara siapa saja yang berbicara. Campur aduk karena saking ramainya.

"Pembusukan sudah terjadi di area dada. Perkuat aliran penyembuhan!"

"Kami kehabisan energi!"

"Tidak! Tetaplah berusaha!"

Tetaplah berusaha. Percuma saja kalian mengalirkan energi penyembuhan. Sebuah pohon langsung membusuk seketika saat terkena energi kegelapan dari Wei. Hanya cahaya yang mampu melawan kegelapan. Sedangkan di desa ini, tidak ada orang yang mempunyai elemen spesial itu. Hanya aku saja seorang, dan aku sekarang tidak memungkinkan untuk mengeluarkan jurus cahaya karena keadaan.

"Bagaimana jika kita rawat Tuan Sky di cincin ruang miliknya? Yang Mulia Dewa pasti memberikan sesuatu untuk Tuan Sky di sana." Seseorang memberikan pendapat.

"Cincin ruang hanya bisa dimasuki oleh sang pemilik dan orang yang telah diizinkannya. Tuan Sky belum mengizinkan siapapun diantara kita untuk masuk ke cincin ruangnya." Suara lembut tapi tegas membalas orang yang mengeluarkan pendapat tadi.

Sebaiknya aku masuk saja ke ruang dimensi Kakek Jun. Setidaknya di sana ada air dari Danau Qi yang merupakan air kedua yang paling suci setelah Air Ilahi milik Dewa Alam.

"Kalian semua…."

"Astaga! Tuan Sky sudah sadar!"

"Syukurlah!"

"Ada apa, Tuan?" Sesorang berbisik tepat di telingaku.

"Pergi … biarkan aku … sendiri…."

"Tapi Tuan, keadaan Anda saat ini masih parah." Orang itu kembali berbisik, membalasku.

"Aku akan … masuk ke cincin ruang…."

"Baiklah jika itu keinginan Anda."

Derap langkah kaki ramai bergerak ke satu arah, mungkin pintu keluar. Aku tidak bisa memastikan itu. Sekarang, aku bisa bebas masuk ke ruang dimensi di cincin pemberian Kakek Jun tanpa satupun orang yang melihat.

Alas tidur yang empuk berubah menjadi rerumputan yang penuh embun. Ini pasti padang hijau dekat dengan Danau Qi.

Aku mencoba untuk bangkit, tapi sekujur tubuhku mendadak bergetar dan ngilu. Sakit mendera setiap tulang, membuatku kembali berbaring di rerumputan.

Seharusnya aku membiarkan satu orang untuk membantu. Sekarang bagaimana caraku untuk meraih air danau?

"Oryza?" Suara itu … sudah lama aku tidak mendengarnya.

"Kakek?" Aku memekik senang. Sudah dua tahun kurang lebih aku tidak bertemu dengannya. Hatiku lega. Kini penolongku sudah datang.

"Aku akan mengambilkan air danau untukmu." Langkah kaki sang Dewa Pengetahuan merambat lewat tanah hingga suaranya mencapai telingaku. Beberapa detik, suara langkah itu hilang. Namun muncul lagi sedetik kemudian. "Buka mulutmu."

Kakek Jun meletakkan sebuah benda licin di mulutku. Aku membuka mulut, membiarkan cairan segar meluncur ke kerongkongan hingga ke perut. Dantian milikku dipenuhi oleh energi qi dari air Danau Qi. Tubuhku kembali bertenaga. Mataku perlahan terbuka.

"Mengapa kau seperti ini, Oryza?" Seorang pria berkulit putih tetapi sudah banyak keriput di wajahnya itu bertanya.

"Aku gagal, Kek." Aku menjawab seadanya. Kakek Jun pasti paham.

Sang Dewa Pengetahuan diam tidak menjawab. Ia malah meletakkan  tangannya di dadaku yang sudah mulai membusuk.

"Kekuatan Dewa hanya bisa dilawan dengan kekuatan Dewa." Tangan Kakek Jun bercahaya terang. Badanku hampir semuanya menghitam karena serangan Wei. Untungnya aku memakai zirah logam. Walaupun langsung hancur saat terkena serangan, setidaknya hanya sedikit energi kegelapan yang mengenaiku. Bagian yang menghitam dari tubuhku perlahan mulai berubah menjadi normal, putih bersih tanpa bercak hitam.

"Aku masih lemah, Kek. Dia punya artefak Dewa Kegelapan." Bahkan kultivasiku yang berada di Bumi Tingkat 9 saja masih kalah oleh Wei yang menggunakan artefak milik Dewa Kegelapan. Jika para anggota Black Lotus Assassin tidak menyelamatkanku, pasti sekarang aku sudah berada di alam lain. Ah, ngomong-ngomong soal Black Lotus Assassin, banyak dari mereka yang tewas saat energi hitam Wei diluncurkan seperti hujan dari langit.

Kakek Jun mengembuskan napas. Ia menggeleng, mulutnya berdecak. "Mengapa kau tidak berlindung di Ruang Dimensi?"

Mengapa aku tidak memikirkan itu? Bukankah seluruh tubuhku akan terhindar dari energi kegelapan? Dasar Oryza yang bodoh. Karena kebodohanmu banyak anggota Black Lotus Assassin yang tewas.

"Aku tidak memikirkan hal itu…."

"Perlu kau ketahui, tingkat kultivasimu sekarang berada di Langit Tingkat 1, Iza." Apa? Tingkat Langit? Aku sama sekali tidak menyadarinya. Walaupun begitu, aku masih kalah dari Wei.

"Walaupun begitu, aku tidak bisa mencegah kematian banyak anggota Black Lotus Assassin." Aku mengalikan pandangan ke Danau Qi yang dipenuhi air bening menyegarkan. Tidak, aku tidak mampu menatap mata hijau Kakek Jun yang sendu. Kelembutannya malah membuatku semakin merasa bersalah.

"Di setiap pertempuran pastilah ada korban, Nak. Jiwa mereka telah diberkati karena membela kebenaran." Dewa Pengetahuan menjawab.

"Justru itu yang kupikirkan, Kek. Mereka rela mati demi tujuan egoisku."

Kakek Jun berlutut. Tangannya membelai rambut panjang yang terikat. Bulu kudukku langsung merinding. Hatiku seakan kehilangan semua beban. Tangan lembut sang Dewa Pengetahuan melepaskan sebagian perasaan sedih dan khawatir dari jiwa. Sensasi yang pertama kali kurasakan.

"Bukan hanya mereka yang membutuhkan bantuan, tapi kau juga, Iza." Kakek Jun tersenyum, menyebabkan kedutan di lipatan wajah yang sudah menua.

"Andaikan aku punya ayah seperti Anda…." Ayahku yang baik sudah hilang bertahun-tahun lalu. Yang ada hanyalah ayah yang kasar dan pemarah. Dia jelas bukan ayahku.

"Anggaplah aku sebagai ayahmu, Nak." Tangan lembut Dewa Pengetahuan kembali membelai kepalaku.

***

Batu besar di pinggir danau, tempat yang cocok untuk menikmati keindahan Danau Qi yang seluas sebuah lapangan bola, bahkan lebih. Tubuhku sekarang sudah membaik. Hanya perlu hati-hati saat berjalan karena masih nyeri di beberapa bagian.

Sang pemilik Ruang Dimensi berjalan ke arahku. Dagu penuh janggutnya terangkat, kedua tangan ia silangkan di belakang punggung. Dewa Pengetahuan itu berjalan dengan penuh wibawa.

"Apa kau tidak mencari sesuatu di Ruang Dimensi ini, Iza?"  tanya Kakek Jun atau Dewa Pengetahuan itu.

"Tidak," jawabku. Memang apa yang tersembunyi di ruang dimensi ini?

"Padahal ini adalah salah satu tempat pencatatan Alam  Semesta."

Aku mengedarkan pandangan ke segala arah. Pemandangan di dalam Ruang Dimensi tidak pernah berubah. Danau besar menjadi pusat, dikelilingi pegunungan di segala penjuru. Tak lupa, pohon apel dan mangga yang berbuat lebat.

"Gulungan, senjata, ramuan, pil, dan lembaran-lembaran yang berisi pencatatan Alam Semesta." Kakek Jun menjawab pertanyaanku yang bahkan tidak kuucapkan. Jangan lupa, dia bisa membaca pikiran.

"Bagaimana bisa aku mencari di tempat yang luas ini, Kek?" tanyaku.

"Kerahkan energi qi murni milikmu ke segala arah dan pikirkan apa yang kau inginkan, maka benda yang ada di sini itu akan menghampirimu melalui energi qi yang tersebar." Sang Dewa Pengetahuan menjawab.

"Baiklah…."

Aku mengerahkan energi qi murni dari dantian yang sudah penuh setelah meminum air Danau Qi. Energi qi murni yang transparan menyebar ke segala arah. Aku membayangkan pedang besar seperti milik Wei, tapi pedang itu dilapisi energi elemen cahaya. Aku juga membayangkan sebuah gulungan yang berisi pencatatan Alam Semesta.

"Woahh!" Tak lama kemudian, energi qi murni milikku melayangkan dua buah benda yang kubayangkan. Sebuah pedang besar yang berlapis elemen cahaya dan sebuah gulungan. Kedua benda itu mendarat di batu besar tempatku duduk.

"Catatan kelemahan para Dewa Dewi selain Tiga Dewa Dewi Utama. Cerdas sekali." Kakek Jun berucap.

Aku membuka gulungan yang berwarna emas itu. Menurut Kakek Jun, gulungan ini berisi kelemahan para Dewa Dewi selain Tiga Dewa Dewi Utama. Itu artinya catatan mengenai kelemahan Dewa Kegelapan ada di sini.

Mataku bergerak cepat membaca setiap huruf dalam gulungan tebal yang entah sepanjang apa. Dewi Kesehatan? Bukan. Dewa Perang? Bukan. Dewi Perlindungan? Bukan juga.

Setelah beberapa menit fokus membaca, akhirnya aku telah sampai ke nama Dewa yang hendak kukalahkan. Dewa Kegelapan, kelemahannya adalah cahaya suci dari Dewi Cahaya. Namun ia akan semakin kuat jika berada di malam hari saat bulan purnama dan malam gelap tanpa bintang. Kekuatannya berasal dari kegelapan.

Pantas saja Wei semakin kuat. Saat itu bulan purnama menerangi langit malam. Namun dengan kelemahan yang sudah kuketahui, aku akan bisa mengalahkannya.

_______________________________

Jangan lupa vote dan comment yaa!

Bogor, Kamis 16 Februari 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top