Bab 30 "Assassin Beraksi!"
Malam telah tiba. Aku dan beberapa anggota Black Lotus Assassin pergi ke perbatasan Quon sesuai yang ditunjukkan oleh pria baju hitam itu. Diterangi cahaya bulan purnama, kami berlima menyusuri hutan sambil menyamarkan hawa keberadaan. Hutan di perbatasan tidak segelap Hutan Terlarang. Namun tetap saja, cahaya bulan tidak mampu menggapai setiap penjuru hutan belantara yang tertutupi pepohonan.
"Kita sudah sampai." Aku dan para anggota Black Lotus Assassin mendarat di dahan pohon. "Lepaskan jurus penyamar aura kalian."
"Baik." Empat anggota Black Lotus Assassin menonaktifkan penyamar aura. Aura dari keempat anggota terasa jelas olehku dalam jarak yang dekat. Aku juga melepas sedikit aura yang kutekan agar orang yang waktu itu berbicara denganku di kedai dapat menyadarinya.
"Kita tunggu orangnya." Aku berbisik. Aku dan para anggota yang kubawa harus menunggu orang itu. Sesuai dengan rencana, untuk mencari petunjuk tentang artefak Dewa Kegelapan.
Dalam keheningan, sebuah aura elemen api yang asing terasa di tiupan angin malam yang lembut. Aura panas yang sama persis dengan aura orang itu. Satu aura angin sejuk berpadu dengan aura api panas yang asing itu. Rupanya ia datang bersama orang lain.
"Bersiaplah. Mereka akan datang." Aku memperingatkan para anggota Black Lotus Assassin. Mereka semua memegang erat senjata yang dibawa. Aku membentuk sebuah pedang dari elemen logam sebagai senjata. Kupegang erat benda tajam itu.
Pria baju hitam dan temannya itu berjalan melewati pohon tempat kami bertengger. Aku memberikan isyarat pada para anggota untuk turun dari pohon dengan menunjuk ke bawah.
"Kau sudah datang?" Pria itu bertanya tanpa terkejut. Pasti karena ia menyadari ada auraku dan yang lainnya. "Kau membawa teman-temanmu?"
"Ya. Mereka tergiur setelah mengetahui hadiah dari tugas ini." Aku menjawab dengan yakin.
"Tentu saja. Tidak ada orang yang tidak tergiur dengan seribu koin emas." Pria itu tersenyum.
"Seribu koin emas!?" Para anggota Black Lotus Assassin yang kubawa berseru kaget.
"Jaga sikap kalian." Aku berdeham. Jangan sampai dengan sikap terkejut mereka bisa membuat pria itu curiga. Penyamaran kami juga kemungkinan akan terbongkar.
"Ba-baik." Anggota Black Lotus Assassin yang kubawa itu menetralkan diri dari rasa terkejut.
"Nah, setelah semuanya sudah berkumpul, lebih baik kita melanjutkan perjalanan." Pria asing yang kutemui di kedai itu berucap.
"Kemana?" Aku bertanya. Bukankah ini adalah tempat berkumpul semua pencari artefak? Lagipula, mengapa yang datang hanya sedikit?
"Ke Kerajaan Qing. Menemui sekutu kita." Jawaban dari teman pria berbaju hitam sungguh mengagetkan. Kerajaan Qing terlibat dalam pencarian artefak ini bersama Wei. Sialan jendral pemarah itu. Ia mengkhianati kerajaannya sendiri.
"Baik." Aku membalas.
Kami bertujuh pun menggunakan Jurus Peringan Tubuh untuk berjalan dengan cepat di udara.
***
Sekitar satu jam berlari menggunakan Jurus Peringan Tubuh, kami sampai di hutan yang bersalju tebal. Angin malam menerbangkan salju dari pepohonan, menumpahkan benda dingin itu pada kami. Rombongan perjalanan melambatkan langkah. Memandangi jajaran pegunungan berwarna biru tua yang berpadu dengan salju putih bersih. Indah sekali.
"Kita sudah sampai." Lan, nama pria berbaju hitam itu, ia menghentikan perjalanan. "Inilah Kerajaan Qing."
Perkataan para tetua desa benar adanya. Dari sini, aku tidak melihat satupun kebun atau ladang untuk makanan. Hanya ada hamparan salju putih sejauh mata memandang. Qing penuh dengan sumber daya emas, perak berlian, dan besi, tetapi kekurangan sumber makanan. Tidak seperti Quon yang wilayahnya hijau dan bisa ditanami.
"Dimana sekutu kita?" Aku inisiatif bertanya. Tidak ada orang selain kami bertujuh disini. Ini semakin mencurigakan.
"Kita akan berjalan lagi ke barat." Teman Lan yang kuketahui namanya adalah Riu, menjawab. "Mereka sedang menunggu kita."
Kami kembali melompat ke pepohonan yang penuh dengan salju. Menggunakan jurus qing gong untuk meringankan tubuh demi mempercepat gerakan. Salju berjatuhan ke bawah akibat lompatan kami bertujuh. Tidak menimbulkan suara yang terlalu keras, gerakan kami cepat dan sangat halus.
"Lan, siapa sekutu kita?" Aku kembali bertanya pada pria yang memberiku petunjuk itu.
"Jendral Qing." Perkataannya menyimpulkan sebuah dugaan. Wei berkhianat pada Quon dan bersekutu dengan Jendral Qing demi artefak itu. Jika itu benar, aku memiliki kesempatan untuk menghancurkan pangeran sombong itu. Raja Quon pasti akan menghukum putra keduanya itu dengan berat. Selain itu, keberadaan artefak akan semakin jelas. Sungguh beruntung aku kali ini. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
"Apa Jendral dari Kerajaan Qing sudah berkhianat?" Aku bertanya untuk memastikan. Jika Wei dan jendral dari Qing sedang bersekutu, itu artinya Jendral dari Qing juga berkhianat pada kerajaannya.
"Hati-hati dengan perkataanmu itu. Jendral akan memotong lidahmu jika ia mendengarmu." Riu menjawab dengan dingin.
"Maafkan aku."
Keadaan menjadi canggung setelah Riu menjawab. Ia pendiam, berbeda dengan Lan yang bisa diajak bicara.
Sebuah anak panah mendarat di pohon yang baru saja kulewati. Ada serangan. Yang lainnya tersadar dan mengeluarkan senjatanya masing-masing. Aku kagum, kekuatan Lan dan Riu mampu menyadari suara anak panah itu dari jauh. Para bawahanku juga berkembang lebih baik sekarang.
Beberapa anak panah dilepaskan ke arah kami. Tentu saja, dalam keadaan siaga, beberapa anak panah itu mudah untuk ditangani. Anak panah itu berhasil kami tangkis.
"Keluarlah kalian!" Lan berteriak. Sepuluh orang berbaju hitam yang menutupi wajahnya dengan kain muncul. Mereka mengacungkan pedang pada kami.
"Serahkan harta benda kalian. Atau tidak, kami akan membunuh kalian!" Salah satu orang yang menyerang itu berteriak.
"Serang!" Lan mengomandoi. Kami semua maju melawan para penyerang itu. Kami menggunakan senjata masing-masing untuk menyerang orang asing yang hendak melukai kami. Senjata dari kedua belah pihak saling beradu, menimbulkan bunyi besi yang membuat telinga pekak.
Aku mengalirkan energi qi ke pedangku yang membuat pedang ini lebih tajam dari pedang biasa. Aku mengayunkannya lincah ke arah dua orang yang menyerangku. Pedang kami saling beradu, menimbulkan percikan yang panas. Aku mundur beberapa langkah. Begitu juga dua orang itu.
Aku mengeluarkan energi elemen daun, untuk mengeluarkan jurus Seribu Kelopak Lotus. Namun tersadar, jurus itu merupakan jurus legenda dan tidak sembarang orang bisa memakannya. Aku mengurungkan niat untuk mengeluarkan jurus itu demi menjaga identitasku sebagai seorang pelayan kedai.
"Jurus Pengikat!" Tali keluar dari sepuluh jari orang yang menyerangku itu. Membelitku hingga tidak bisa bergerak. Namun aku tidak kehabisan akal. Kukumpulkan energi elemen angin di tenggorokan. Sekuat tenaga aku berteriak setelah energi angin terkumpul. Kesepuluh orang yang kami hadapi seketika tidak bergerak. Lan, Riu, dan para bawahanku juga tidak bergerak karena terkena efek jurus Auman Singa.
Ini merepotkan. Aku harus membebaskan sekutuku dari jurusku sendiri. Aku mengalirkan energi elemen angin ke tangan, lalu menepuk bahu Lan, Riu, dan para bawahanku.
"Apa yang terjadi?" Lan bertanya sambil memegang kepalanya. "Siapa mereka?" Ia menunjuk sepuluh orang yang berdiri tidak bergerak.
"Mereka adalah orang yang menyerang kita." Aku menjawabnya.
"Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan." Riu menimpali.
"Ayo!"
Kami kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat. Jajaran pepohonan semakin rapat, menandakan kami sudah berada di tengah hutan.
Dari kejauhan, sebuah gubuk yang dibuat dari kayu yang hampir lapuk berdiri kokoh di tengah hutan yang jauh dari bibir hutan. Gubuk itu dijaga beberapa orang yang mengenakan baju besi hitam.
Lan menuntun kami untuk masuk ke gubuk. Ia membuka pintu, memperlihatkan isi gubuk yang lebih mirip dengan sebuah kamar penginapan. Seorang pria bertubuh kekar duduk di kursi sambil minum teh. Ia memakai baju besi hitam yang terlihat kokoh.
"Ini tempat Jendral Gong, Jendral Kerajaan Qing." Lan berbisik padaku. "Jangan sampai menyinggung perasaannya."
Aku membalas Lan dengan mengangguk.
Lan berjalan menuju orang yang sedang duduk sambil minum teh itu. Ia membungkuk padanya.
"Salam, Jendral. Kami sudah mendapatkan sekutu tambahan." Lan berucap sambil membungkuk.
Orang yang dipanggil Jendral itu meletakkan cangkir tehnya di meja. Matanya yang tajam menatap padaku. Aku menunduk, jangan sampai aku membuatnya tersinggung dengan menatapnya langsung.
"Siapa yang kau bawa kali ini, Lan?" Pria itu bertanya.
"Mereka adalah pegawai di sebuah kedai di Ibukota Quon, Jendral."
"Pegawai kedai? Apa istimewanya?"
"Aura salah satu dari mereka tidak bisa kurasakan. Pasti ia cukup kuat untuk melawanku yang bertahap kultivasi Berlian Tingkat Lima."
"Bagus." Jendral Gong membalas Lan. "Satu lagi orang kuat untuk rencana kita."
_________________________________
Hallo, semuanya!
Jangan lupa vote dan comment yaa! Kalo ada kritik dan saran bisa diketik di kolom komentar. Jangan malu-malu ya. Happy reading!❤
Bogor, Minggu 15 Januari 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top