Bab 26 "Resep Baru"
Melelahkan sekali.
Ini barulah hari pertama menjalankan rencana dan aku sudah kehabisan tenaga. Wajar, aku menggunakan Jurus Pembelah Tubuh dan membuat lima klon tubuhku untuk seharian penuh. Dari pelatihan tadi siang, aku mengetahui pasukan Black Lotus Assassin memiliki enam elemen yaitu api, angin, tanah, air, logam, dan daun. Cukup mengejutkan karena desa ini memiliki pengguna elemen daun. Aku akan mengajarkan pada mereka Jurus Seribu Kelopak Lotus. Kuyakin, elemen daun akan menjadi pasukan yang paling mematikan.
Suara ketukan di pintu rumah membuatku harus menunda istirahat. Siapa orang yang tidak sopannya bertamu malam-malam begini!?
Aku beranjak dari kasur yang berisi kapas lembut yang sangat empuk. Ah, jika bukan karena ada orang yang datang, aku tidak mau bangun.
"Siapa yang berani mengganggu istirahatku!?" Aku berteriak sambil membuka pintu. Di depan pintu, salah satu pengawalku sedang berdiri.
"Maafkan saya, Tuan!" Ping, pengawal muda yang memakai baju besi, membungkuk padaku. Jangan tergoda, Oryza. Jangan.
"Ada apa malam-malam kau datang ke rumahku?" ucapku malas, masih kesal karena aku tak bisa cepat-cepat tidur.
"Kepala Desa memberitahu Anda bahwa Tetua Luo sudah kembali dari Ibukota Quon." Quon!? Ah, pasti Tetua berpikir Quon adalah pelaku utama pencurian artefak. Ia ingin memulai dari tempat yang paling memungkinkan.
"Dimana ia sekarang?"
"Tetua Luo berada di rumah Kepala Desa, Tuan," jawab Ping.
"Baik, mari kita ke sana." Terpaksa aku harus menunda istirahatku lebih lama lagi.
***
Suasana di Desa Hutan Terlarang tidak sepi seperti di luar desa. Puluhan pria yang membawa obor untuk berkeliling, menjaga agar tidak ada penyusup maupun monster dan hewan buas yang masuk ke desa. Aku salut, mereka bekerjasama dengan baik seperti ini. Aku hanya tinggal mengarahkan mereka agar mampu melawan pencuri artefak dan pasukannya.
Sesampainya di rumah Tuan Qui, aku masuk ke Ruang Pertemuan yang tepat berada di depan pintu. Tuan Qui duduk di kursi khusus Kepala Desa, dan tetua yang memanggilku duduk tak jauh darinya.
"Salam Tuan Qui, Tetua Luo." Aku membungkukkan badan tanda penghormatan.
"Tidak perlu bersikap serius seperti itu, Tuan Sky." Tuan Qui berucap. Aku bangkit ke posisi semula. "Silakan duduk."
Aku duduk di kursi kecil, menghadap ke Tetua Luo yang sedang meminum teh. Mengapa para Tetua suka sekali minum teh? Apa teh adalah rahasia panjang umur mereka?
"Ada yang ingin kau sampaikan, Tetua Luo?" tanya Tuan Qui.
"Mengenai lokasi Serikat Dagang, Tuan." Tetua Luo menjawab. "Kami telah menemukan tempat yang cocok di Ibukota Kerajaan Quon."
"Bagaimana keadaan di sana, Tetua Luo?" Aku penasaran bagaimana suasana Quon setelah tiga tahun Ruang Dimensi Dewa Pengetahuan atau sembilan bulan waktu dunia ini. Aku memang tidak pernah pergi ke luar istana sebelum kejadian penculikan itu. Jadi, untuk mengetahui situasinya, aku bertanya.
"Cukup baik, dan tempat yang telah kupilih sangat strategis karena berada di persimpangan jalan." Tetua Luo menjawab.
"Apa disana sangat ramai?"
"Sewajarnya sebuah Ibukota Kerajaan, sangatlah ramai."
"Apa rincian dari tempat yang kau pilih, Tetua?" tanya Tuan Qui.
"Sebuah bangunan dua lantai yang digunakan sebagai kedai," jawab Tetua Luo.
"Kita akan mengubah fungsi toko itu atau masih seperti semula?" tanyaku.
"Bagaimana jika kita bagi dua menjadi kedai dan toko herbal?" Tuan Qui mengusulkan pendapat. "Ramuan dan pil dibutuhkan oleh para kultivator, dan para pejabat Kerajaan mungkin akan datang ke toko untuk membelinya."
Pendapat dari Tuan Qui cukup masuk akal. Desa ini ahli dalam membuat ramuan juga pil karena mendapat ilmu langsung dari Dewa Pengetahuan. Ramuan-ramuan dan pil-pil yang telah diracik akan dibeli para kultivator. Apalagi ramuan dan pil tingkat tinggi. Para pejabat Kerajaan yang kaya akan tertarik untuk membelinya. Aku juga bisa membantu. Dengan teknik yang kupelajari langsung dari Dewa Pengetahuan dan bahan-bahan langka dari Ruang Dimensi miliknya, ramuanku pasti menjadi yang termahal.
"Para wanita akan ikut menjadi orang yang memasak. Rencana kita bisa dimulai saat persediaan telah terkumpul." Tetua Luo menjelaskan rencananya.
"Kalau aku boleh tahu, masakan apa yang akan kita buat?" tanyaku.
"Ayam pengemis, dumpling, manisan, dan teh," jawab Tetua Luo.
"Apa kedai lain di Ibukota ada yang menjual itu?"
"Itu adalah makanan yang umum di semua kerajaan."
"Jika seperti itu, kedai kita tidak akan menarik perhatian." Aku tersenyum, teringat kios-kios di Pasar Kota di kotaku dulu yang menjual barang yang sama. Aku tidak yakin para pedagang mendapatkan untung banyak.
"Apa Anda punya ide, Tuan Sky?" tanya Tuan Qui.
"Aku akan membuat makanan yang terbuat dari sayur juga buah." Aku menjawab. "Tapi aku tidak bisa memasak daging."
"Tenang saja, Tuan Sky. Beberapa orang wanita akan membantu Anda." Ketua Serikat Dagang, Tetua Luo, berucap.
"Besok, kami ingin melihat Anda memasak makanan yang bisa Anda buat. Apakah Tuan Sky bersedia?" tanya Tuan Qui.
"Tentu saja bisa, Tuan. Namun, aku memerlukan bahan-bahannya terlebih dahulu," jawabku.
***
Sebuah meja besar disiapkan di belakang rumah kepala desa. Aku memilih bahan yang telah disediakan di atas meja. Ada kangkung, tauge, kacang panjang, terong, bengkuang, ubi oranye, kacang tanah yang telah disangrai, cabe merah, garam, asam, dan beberapa gula merah yang dicetak di batok kelapa. Para tetua desa duduk di kursi menghadap padaku yang hendak memasak. Mereka memerintahkan dua orang wanita desa untuk membantuku kali ini.
"Sebenarnya Anda akan membuat apa, Tuan?" tanya Tetua Luo.
"Rujak dan karedok," jawabku, "tapi aku kurang yakin apa bahan-bahannya sudah sesuai resep."
"Apa itu rujak dan karedok?" Para tetua bertanya-tanya akan makanan yang pastinya baru mereka dengar. Setahuku, di China zaman modern dan zaman dulu tidak ada yang namanya rujak dan karedok. Karena dua makanan itu khas Indonesia.
"Itu makanan dari kampung halamanku. Kalian akan melihatnya."
Kupotong kangkung, terong, dan kacang panjang yang telah dicuci. Talenan terus berbunyi saat pisau tajam memotong sayuran bahan karedok itu. Perhatianku teralihkan saat bengkuang dan ubi masih belum diiris.
"Tolong iris bengkuang dan ubi," perintahku pada dua wanita yang membantuku.
"Baik, Tuan!" Keduanya sigap melakukan apa yang kusuruh.
Aku menumbuk kacang tanah yang telah disangrai dan satu batok gula aren di cobek besar. Beberapa cabe rawit kumasukkan. Tak lupa menambahkan sedikit air agar bumbu dapat halus merata.
"Kau tumbuk separuh batok gula aren, ubi, bengkuang di mortar itu," ucapku pada kedua wanita. "Jangan lupa tambahkan sedikit garam dan cabe."
"Baik, Tuan." Mereka langsung memasukkan bahan-bahan rujak ke dalam mortar dan menumbuknya.
"Siapkan piring!" Dua piring langsung tersedia di depanku. Mereka sigap sekali. "Terima kasih."
"Apapun untuk Anda, Tuan." Keduanya membungkuk.
Aku menuangkan karedok dan rujak ke masing-masing piring yang telah disediakan oleh dua wanita yang membantuku.
"Karedok dan rujak telah siap!" ucapku ramah pada para tetua yang menyaksikan acara memasak. Aku tak bisa membuat rujak khas daerahku. Hanya mencoba resep rujak yang iseng kudapatkan dulu saat searching.
"Boleh kucoba?" Tetua Luo mendekat ke meja.
"Silakan, Tetua." Aku menaruh dua sendok di samping piring.
Tetua Luo mengambil sendok di samping piring karedok. Ia memasukkan sayuran berbumbu kacang dan gula itu ke mulutnya. Mulut Tetua Luo mengunyah pelan. Dahinya mengkerut dalam.
"Apa masakanku tidak enak?" tanyaku hati-hati.
"Tidak, Tuan. Aku baru saja memakan masakan yang tidak pernah dijual di kedai manapuni," jawab Tetua Luo dengan bahagia. Ekspresinya berubah, ia tersenyum lebar.
"Tetua Luo, apakah betul?" tanya Tuan Qui.
"Di Kerajaan manapun yang pernah kudatangi, tidak ada satupun kedai yang menjualnya." Tetua Luo menjawab pertanyaan Tuan Qui.
"Sebaiknya Anda mencoba rujaknya. Tetua pasti terkejut." Aku tertawa ringan.
Tetua Luo kembali menyendok sepotong bengkuang yang ditumbuk kasar. Namun ekspresi Tetua Luo berubah cepat. Mukanya memerah dan dahinya berkeringat.
"Pedas sekali!"
Astaga! Masalah pasti akan datang.
"Tetua, minumlah." Aku menyodorkan secangkir air hangat pada Tetua Luo agar pedasnya hilang.
"Aku … tidak yakin … makanan ini akan … laris…."
Ini memang ide yang buruk. Rujak memang tidak cocok dengan lidah orang China.
"Maafkan aku, Tetua. Aku terlalu banyak memasukkan cabe." Tidak, bukan aku sebenarnya yang salah. Wanita yang menumbuk rujak yang terlalu banyak menambahkan cabe. Namun, aku tak tega melihat dia ketakutan karena masalahnya. Ia bisa kena hukuman nanti.
"Tidak apa-apa, Tuan Sky…" Syukurlah Tetua Luo tidak marah.
"Apa kita batalkan saja rencana untuk membuat sebuah kedai?" Aku mengusulkan. Reaksi Tetua Luo sungguh diluar perkiraanku. Tetua Luo mungkin tidak marah padaku. Namun bagaimana nanti dengan pelanggan kedai yang merupakan orang asing?
"Tidak usah. Kita akan tetap membuatnya, dengan masakan Anda dan masakan pada umumnya." Tetua Luo berbicara normal setelah tidak merasa pedas lagi.
"Bagaimana dengan persediaannya?"
"Untuk bahan-bahan masakan sudah tersedia di desa," ucap Tuan Qui, "Anda tak perlu khawatir."
"Baiklah jika begitu." Aku tidak terlalu memikirkan kedai. Mereka bisa megurusnya. "Aku akan melatih lagi para anggota Black Lotus Assassin."
"Baik, Tuan Sky."
Aku menguatkan kuda-kuda, mengalirkan energi ke seluruh tubuh. Para tetua masih memandangiku yang sedang bersiap pergi. Setelah energi terkumpul, lima klon tubuhku terbentuk, berjajar rapi di samping kanan dan kiriku. Dengan isyarat anggukan, mereka semua pergi ke tempat pelatihan kemarin secepat kilat.
"Qing Gong Tingkat Lanjut!" Aku mengucap nama jurus peringan tubuh yang lebih cepat dari jurus biasa. Secepat kilat aku bergerak ke tempat pelatihan yang kuinginkan, elemen daun.
***
Pelatihan elemen daun berada di hutan desa yang berbatasan langsung dengan Hutan Terlarang yang telah dipagari. Aku mengetahui tempat ini dari klon yang melatih anggota yang berelemen daun setelah semua klon menghilang akibat kehabisan energi. Lokasi pelatihan elemen lainnya juga aku tahu. Sayangnya, jurus itu memerlukan tenaga yang tak sedikit.
Aku bertengger di sebuah pohon dekat para anggota berkumpul. Menyamarkan keberadaan mengunakan Jurus Peredam Aura tingkat 5, tingkatan menengah sebuah jurus. Dari sini, kegiatan mereka terlihat jelas. Dari lima belas anggota, ada beberapa dari mereka yang sedang merawat pohon yang masih kecil. Yang lainnya berkultivasi dan melatih jurus. Mereka sama sekali tak menyadari hawaku.
"Tuan Sky!" teriak salah satu anggota yang sedang mengurus pohon saat melihatku mendarat di depannya, menarik perhatian anggota lain. Mereka akhirnya berkumpul mendekatiku.
"Maafkan aku karena terlambat. Para Tetua menyuruhku untuk membuat resep makanan baru." Aku berkata jujur.
"Resep baru? Apa Tuan bisa memasak?" tanya anggota berwajah kusam.
"Tidak. Aku lebih suka bermain guzheng."
"Guzheng? Itu kan hanya dimainkan oleh para wanita saja." Salah seorang anggota yang masih muda berucap, yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh anggota lain.
"Jangan kurang ajar, Nak. Tuan Sky bisa menghancurkan tubuhmu dalam sekejap."
"Kesaktian kita semua jauh di bawah beliau."
Para anggota menasehati anak itu. Daripada membuang waktu, lebih baik berlatih jurus saja.
"Sudah. Lebih baik kita berlatih saja." Mereka menatapku lagi. "Tapi sebelum itu, aku akan memberikan penilaian pada kekuatan kalian."
"Kalian berlima belas, terlalu fokus pada teknik penyembuhan untuk teman kalian daripada penyerangan. Kalian juga belum bisa memanfaatkan keunggulan di sekitar demi kemenangan."
Di sekitar kami penuh dengan pepohonan dan tanaman lain. Dengan begini, mereka yang berelemen daun bisa memanfaatkan alam untuk menghancurkan lawan. Namun itu hanya bisa dilakukan saat sudah paham mengenai esensi elemen yang dimiliki.
"Kalian juga tidak menyadari keberadaanku di atas pohon, memantau kalian. Namun yang pasti, kerjasama kalian bagus dalam melakukan jurus kombinasi dan saling menolong saat teman kalian kesulitan."
Mereka menunduk, seperti murid yang dimarahi oleh gurunya. Aku tidak bermaksud untuk menghina. Itu hanya pendapatku saja.
"Maafkan kami, Tuan!" Mereka semua membungkuk padaku. "Kami masih lemah, kami akan berusaha!"
"Baiklah." Para anggota elemen daun bangkit dari membungkuk setelah mendengar ucapanku. "Mari kita mulai latihannya."
_____________________________________
Jangan lupa vote dan comment yaa! Selamat membaca.❤
Bogor, Jumat, 30 Desember 2022
Ikaann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top