Bab 24 "Tersangka"
Warga desa pinggiran Hutan Terlarang menggelar pesta penyambutan untukku. Semua warga berkumpul di lapangan luas di belakang rumah Tuan Qui, kepala desa ini. Mereka menyiapkan hidangan utama yaitu tiga ekor rusa yang akan dibumbui rempah. Aku tahu karena para wanita melumuri tiga ekor rusa yang telah disembelih dengan bumbu yang mirip kunyit dan rempah lain yang tak kuketahui namanya. Sedangkan aku dan Tuan Qui hanya menyaksikan persiapan pesta. Aku dan Tuan Qui duduk di kursi pendek bersama para tetua desa, minum teh sambil memandangi kegiatan warga yang mempersiapkan pesta.
"Anda tak usah membantu. Warga desa sudah biasa melakukan ini," ucap Tuan Qui.
"Terima kasih atas keramahan Anda dan untuk pesta ini, Tuan Qui." Aku agak canggung menerima ini sebenarnya. Aku tidak tahu bagaimana rasa dari daging rusa karena tidak pernah memakannya. Ughh … untung kepala makhluk hutan itu telah dipotong. Jika tidak, aku pasti sudah muntah sekarang.
Tiga ekor rusa yang sudah dikuliti ditusuk besi panjang, disusun seperti sate tapi dalam ukuran yang lebih besar. Empat orang pria menaruh tusuk sate rusa itu di atas api yang dipersiapkan oleh para wanita. Ujung dari besi panjang diletakkan di dua tiang berukuran satu meter yang ujungnya bercabang. Keempat pria itu terus memutar besi panggangan agar daging rusa matang merata.
"Sebagai tuan rumah, kami berkewajiban untuk menyambut Anda." Tuan Qui menuangkan teh dari teko tanah liat ke cangkir di depanku. Ia juga menuangkan ke cangkir di depannya. "Silakan diminum, Tuan Sky." Ia mengangkat saucer dan cangkir tanah liat itu setinggi dada.
"Sekali lagi aku ucapkan terima kasih, Tuan." Aku mengangkat cangkir dan saucer di depanku setinggi dada. Aroma melati seketika menyeruak di hidungku saat teh itu akan kuminum. Segar dan hangat. Kuteguk teh hangat itu perlahan, membiarkan ketenangan menghampiri saat orang-orang mulai bernyanyi dan menari.
"Ini adalah tradisi penghormatan kepada Yang Mulia Dewa Pengetahuan. Warga desa akan menari mengelilingi api sambil menyanyikan pujian-pujian berbahasa kuno untuk Dewa." Tuan Qui menjelaskan.
"Rupanya desa ini memiliki ikatan khusus dengan beliau, ya?" Aku bertanya.
"Tentu, Tuan Sky. Para leluhur kami diajari langsung oleh Yang Mulia Dewa Pengetahuan tentang kultivasi, pengobatan, ramuan, musik, sastra, dan ilmu lainnya yang terus dijaga sampai sekarang."
"Apa ini waktu yang tepat untuk membicarakan tugas dari Dewa?" tanyaku pada Tuan Qui.
"Tentu saja. Ini waktu yang tepat karena seluruh warga desa berkumpul di sini." Tuan Qui menjawab.
Para pria yang menggunakan baju besi menari sambil mengangkat-angkat tombak ke langit. Mereka mengelilingi api unggun besar yang digunakan sebagai tempat pemanggangan rusa. Para wanita yang memakai hanfu penuh hiasan bergabung dengan para pria, menari sambil melantunkan nyanyian dalam bahasa kuno yang tak kumengerti. Seiring waktu, jarak antar penari melebar. Empat orang pria mengangkat tusukan besar yang digunakan untuk memanggang rusa. Mereka tak ragu memegang batang besi yang membara, kuyakin mereka punya ilmu untuk mendinginkan tubuh. Keempat pria itu menaruh tiga rusa panggang itu di mejaku dan Tuan Qui.
"Daging rusanya telah matang, Tuan. Kami akan memotongnya untuk Anda," ucap salah seorang pria yang mengangkat tiga rusa panggang itu. Aku dan Tuan Qui menaruh kembali cangkir tanah liat ke meja.
Ketiga tubuh rusa yang telah dipanggang itu dengan sigap dibagi menjadi beberapa bagian kecil oleh para pria yang mengangkatnya. Sepotong daging rusa panggang disajikan di piring tanah liat di hadapanku, juga di piring Tuan Qui. Para tetua yang duduk di sampingmu juga mendapat bagiannya. Setelah itu, sisa dari daging rusa dibagikan kepada para warga desa yang telah selesai melakukan ritual untuk Dewa Pengetahuan.
Tuan Qui berdiri dari kursinya. Keadaan yang tadinya ramai langsung hening saat Kepala Desa (mungkin) hendak berbicara.
"Wargaku sekalian, Yang Mulia Dewa telah mengirimkan perintah kepada kita melalui salah satu muridnya." Tuan Qui berbicara lantang. "Beliau ingin kita membantu Tuan Sky dalam mencari keberadaan artefaknya yang telah dicuri. Tuan Sky akan menjelaskannya lebih lanjut." Ia menoleh padaku. Aku berdiri setelah Tuan Qui menatapku dengan mata sayunya. Tuan Qui duduk kembali setelah aku berdiri.
"Salam, warga Desa Hutan Terlarang. Aku adalah Sky, murid dari Yang Mulia Dewa Pengetahuan." Aku berucap lantang. Aku membungkuk sebentar ke arah para warga desa sebagai penghormatan. "Yang Mulia Dewa telah memberikan perintah kepadaku untuk mencari sebuah artefak yang dijaga-Nya yang telah hilang. Beliau juga menyuruhku untuk meminta bantuan kepada kalian, yang juga merupakan murid Yang Mulia Dewa."
Ucapanku disahut oleh anggukan, tanda setuju.
"Kami bersedia membantu Anda, Tuan Sky. Ini merupakan tugas penting dari Yang Mulia Dewa." Salah satu tetua desa yang duduk di samping Tuan Qui bicara.
"Sepertinya itu saja yang dapat kusampaikan saat ini. Untuk rencananya, aku akan membahasnya dengan para tetua. Terima kasih." Aku duduk di tempatku.
Tuan Qui kembali berdiri setelah aku selesai bicara. "Kalau begitu, mari kita mulai jamuan makan malamnya."
***
Keramahan warga desa patut diapresiasi. Tuan Qui menyiapkan satu rumah yang cukup besar untuk tempat tinggalku di desa ini. Dia juga menugaskan dua orang yang kultivasinya bagus sebagai pengawalku. Akhirnya, setelah sekian lama, aku mendapatkan tempat tinggal yang cukup layak, setelah Istana Quon tentunya.
Pagi ini, setelah selesai mandi, aku pergi ke rumah Tuan Qui untuk membahas rencana pencarian artefak Dewa Kegelapan yang hilang.
"Tuan, apakah betul nama Anda Tuan Ski?" Pertanyaan dari salah satu pengawalku membuatku tersenyum.
"Sky, bukan Ski." Aku tertawa.
"Nama Anda seperti nama orang Eropa. Kami sulit mengucapkannya."
"Wang, Ping." Aku menyebut nama kedua pengawalku dengan suara yang berat. Aku berbalik, menatap Wang dan Ping yang mengikutiku. "Aku memang berasal dari Eropa."
"Maafkan kami berdua, Tuan." Keduanya berucap dengan suara yang bergetar. Pengawalku itu membungkuk.
"Hahaha." Aku tertawa terbahak-bahak saat Wang dan Ping tertipu oleh aktingku. "Aku bukan berasal dari Eropa, melainkan dari Kerajaan yang seindah Quon, dan warganya seramah warga desa Hutan Terlarang."
Wang dan Ping kembali berdiri tegak.
"Mari kita lanjutkan perjalanan." Aku berucap.
Tak lama kemudian, kami sampai di rumah besar milik kepala desa, Tuan Qui. Aku dan kedua pengawalku masuk ke tempat pertemuan hari ini. Wang dan Ping hanya berdiri di dekat pintu, menjaga jarak dariku. Tuan Qui dan lima tetua desa telah hadir di ruang pertemuan.
"Apakah aku terlambat?" Aku mempercepat langkahku ke satu-satunya kursi yang kosong di dekat kursi besar milik Tuan Qui.
"Tidak, Tuan Sky. Kami juga baru datang beberapa saat lalu," ucap salah satu tetua yang rambutnya mulai memutih yang tak kuketahui namanya.
"Nah, setelah Tuan Sky sudah datang, kita mulai pertemuan pagi ini." Tuan Qui berucap. "Apakah Anda sudah memikirkan sebuah rencana, Tuan Sky?"
"Masih belum rinci, Tuan Qui." Aku menjawab. "Namun, aku butuh orang-orang yang mampu menyamar dan orang yang kultivasinya kuat. Aku menduga, orang yang mencuri dari Yang Mulia Dewa Pengetahuan bukanlah orang sembarangan."
"Saya setuju dengan Anda, Tuan Sky." Tetua yang tadi menjawab pertanyaanku memberikan pendapat. "Yang Mulia Dewa merupakan salah satu Dewa Dewi pertama yang diciptakan oleh Dewa Alam. Kekuatan-Nya tak bisa diremehkan."
"Apa mungkin pencuri artefak itu seorang raja?" Tetua ber-hanfu hijau yang duduk di sampingku berucap. "Seorang raja pastilah memiliki kekuatan yang besar, dan punya pasukan yang tangguh. Mencuri artefak akan mungkin baginya."
"Wu, Qing, atau Quon?" Tuan Qui bertanya.
"Saya menduga bahwa Quon pelakunya. Raja Ho Hongli dan Permaisuri Mei Yin merupakan kultivator terhebat di dunia kita. Pangeran Kedua Quon, Ho Weiheng, merupakan jendral perang berbakat yang telah memenangkan beberapa perang."
"Aku tidak percaya bahwa Quon adalah pelakunya. Raja Ho Hongli lebih mementingkan kesejahteraan rakyat daripada kekuatan pasukan." Tuan Qui meragukan pendapat dari tetua hanfu hijau.
"Namun, akhir-akhir ini Quon sedang bermasalah dengan Qing akibat perang perebutan wilayah perbatasan." Tetua hanfu hijau memilin janggut putihnya. "Qing terus menggerus wilayah utara Quon, yang merupakan daerah penghasil beras terbesar bagi Quon."
"Tetapi itu tetap tidak masuk akal, Tetua Luo." Tetua di hadapanku membantah pendapat Tetua Luo, Tetua hanfu hijau. "Hilangnya Pangeran Fengying dari Quon memukul keras Raja Ho Hongli. Dalam keadaan sedih akibat kehilangan putra kesayangannya, tidak mungkin Raja Ho Hongli memutuskan untuk berperang dengan Qing."
"Tetapi, Pangeran Kedua mampu melakukannya." Tetua Luo membalas pendapat tetua di depanku. "Dia jendral cerdas dan tangguh. Tentu saja ia tak peduli pada Pangeran Pertama akibat dari perebutan tahta."
"Kerajaan besar di sini bukan hanya Quon. Wu merupakan pusat dari perdagangan dan ilmu alkimia. Pastilah mereka punya sumber daya untuk melakukan pencurian artefak yang dijaga Yang Mulia Dewa." Tetua yang berjarak satu meja dariku berpendapat.
"Bagaimana dengan Kerajaan Qing?" Setelah diam beberapa waktu, aku mengeluarkan suara. "Mungkinkah Qing menggunakan artefak Dewa Kegelapan untuk merebut wilayah utara Quon?"
"Itu masuk akal, Tuan Sky." Tuan Qui berujar. "Qing adalah kerajaan yang bersalju sepanjang tahun, tak ada sumber daya berarti di sana selain besi, berlian, dan emas."
Aku mengerti sekarang. Kerajaan Qing merebut wilayah penghasil beras terbesar Quon untuk memenuhi kebutuhan makanan kerajaan. Quon bukanlah kerajaan yang lemah, pasti butuh sumber daya yang besar untuk melakukan penyerangan. Kemungkinan besar Qing adalah pelakunya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Kepala Desa?" Tetua Luo bertanya.
"Menurutku, kita harus mencari informasi mengenai siapa pelaku sebenarnya." Tuan Qui menjawab. "Tiga kerajaan besar merupakan tersangkanya. Kita harus fokus pada itu."
"Bagaimana dengan membentuk perkumpulan mata-mata?" cetusku.
"Ide yang bagus, Tuan Sky." Tuan Qui menanggapi. "Namun, kita harus menutupi perkumpulan itu dengan cara menyamar."
"Kita bisa membentuk Serikat Dagang sebagai penyamaran. Pedagang akan menjangkau ketiga kerajaan itu dengan mudah." Tetua Luo menyatakan pendapat.
"Demi keamanan Serikat, kita harus membentuk perkumpulan kultivator, yang bisa juga sebagai mata-mata." Tetua di depanku menyarankan.
"Pendapat dari Tetua Luo dan Tetua Ming ada benarnya." Tuan Qui menanggapi. "Kedua perkumpulan akan bekerjasama dalam melakukan pencarian."
________________________________
H
allo, semuanya!
Maaf baru bisa update Oryza sekarang. Author lagi PAS, dan Alhamdulillah hasilnya memuaskan.
Untuk semua readers, jangan lupa vote dan comment yaa karena setiap comment dan vote sangat berarti bagi Author.
Disini juga Author mau ngucapin selamat ulang tahun ke-18 bagi Author sendiri. Semoga Allah memberkahi. Aaminn.
Bogor, Minggu 18 Desember 2022
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top