Bab 20 "Kau Masih Belum Cukup Kuat"
Tak terasa, aku sudah satu tahun berada di Ruang Dimensi Dewa Pengetahuan, atau sering kupanggil Kakek Jun. Selama itu pula aku terus memperkuat diri melalui latihan keras yang setiap hari kulakukan. Kultivasiku juga sekarang meningkat pesat ke Berlian Tingkat 3, tinggal dua tingkat lagi ke tahap Bumi.
Di siang yang cukup terik, aku melatih jurus-jurus yang kukuasai. Kembali bertarung dengan boneka-boneka tanah buatan Kakek Jun yang setia menjadi sasaran jurus-jurus yang kucoba. Aku memasang kuda-kuda, bersiap melakukan serangan pada para boneka-boneka tanah yang diatur oleh Kakek Jun agar semakin sensitif terhadap serangan. Aku sudah menguasai kelima elemen dasar dan jurus-jurus dari setiap elemen. Mula-mula, aku mengeluarkan energi qi untuk menaikkan tanah tempat para boneka berpijak. Keempat boneka itu langsung bereaksi dengan bergerak cepat ke arahku. Aku sudah mengantisipasinya. Aku menyelubungi seluruh tubuhku dengan energi qi, memutar kedua tangan ke arah yang saling berlawanan, dan aku memutar tubuhku sendiri hingga terbentuk kubah angin yang melindungiku dari para boneka tanah.
"Perisai Angin!" Aku berseru kencang. Para boneka yang tadi mendekat, membentur perisai yang kubuat. Beberapa bagian boneka tanah yang sangat mirip dengan manusia itu tergores. Namun mereka tak menyerah sebelum berhasil melayangkan satu serangan kepadaku.
Aku yakin, mereka pasti akan mengeluarkan elemen api. Kakek Jun meningkatkan para boneka tanah agar bisa mengeluarkan elemen dan jurus kelima elemen dasar. Aku yakin kali ini benar.
Aku menyatukan kedua tanganku di dada. Mengatur napas agar tubuhku tenang, supaya elemen air yang kukeluarkan menjadi maksimal karena ketenangan diri adalah syarat dari kuatnya elemen air. Perlahan, bulir-bulir air terbentuk di sekelilingku. Aku mengubah bentuk buliran air itu menjadi panah-panah yang tajam. Aku meluncurkan banyak anak panah pada boneka lawan tarungku itu. Namun gerakan para boneka meleset dari prediksiku. Salah satu boneka membuat dinding tanah, tak jadi mengeluarkan elemen api untuk menghancurkan angin, membuat serangan yang kuluncurkan sia-sia. Sedangkan tiga boneka lain meloncat melewati dinding yang dibuat salah satu boneka dengan meluncurkan ratusan bilah logam yang tajam. Aku yang belum mengeluarkan perlindungan apapun hanya bisa menghindar hingga serangan mereda. Namun, hujan bilah logam itu tak kunjung mereda.
Sial! Jika begini terus aku akan terpojok!
"Aarrgghh!" Aku berteriak dengan mengeluarkan energi besar dari tenggorokanku, melakukan Jurus Auman Singa agar para boneka berhenti menyerang. Alhasil, semua boneka itu tak bergerak dan hujan logam yang tajam pun berhenti. Namun, setelah berhasil mengeluarkan jurus, aku sudah berada di dalam sebuah bola air yang besar.
Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bukankah Auman Singa berhasil menghentikan para boneka?
Tidak, aku tidak memperhatikan boneka yang melindungi diri dengan perisai tanah. Dia berada tepat di belakangku, dan sedang mempertebal bola air yang mengurungku.
Kau kurang konsentrasi, Oryza.
Sebuah suara masuk ke kepalaku, suara yang cukup familiar, mengoreksi kesalahanku.
"Kau tertipu oleh boneka seperti kami? Bagaimana bisa kau akan menang melawan Sang Pencuri Artefak?" Boneka tanah yang mengurungku di bola air mencibir. Tangan sang boneka bergerak ke atas, membuat tubuhku ikut ke atas akibat bola air yang dibuatnya melayang. Detik demi detik, aku tak bernapas di dalam air, yang membuatku semakin sesak. Suhu air semakin mendingin, bahkan beberapa bagian sudah membeku. Elemen tanah bukan solusi untuk keluar dari kurungan ini. Es tidak akan kalah oleh tanah.
Ah, elemen angin! Aku bisa membuat perisai angin agar bola air ini rusak!
Aku memutarkan kedua tangan ke sekeliling dengan arah yang saling berlawanan. Bola air yang digunakan salah satu boneka tanah untuk mengurungku, bergejolak akibat angin yang hendak kumunculkan. Dari atas, kulihat tiga boneka tanah yang lain meluncurkan bilah tajam dari logam. Mereka mengetahui aku akan memecahkan kurungan, dan mencoba melukaiku dengan ratusan bilah besi yang tajam. Namun aku takkan membiarkan itu. Setelah energi anginku menguat, aku menyatukan kedua tangan di dada. Aku memutar tubuhku sambil berseru pelan.
"Perisai Angin!" Bola air pengurung sudah tak berbentuk lagi. Ratusan bilah besi yang tajam terpental ke sembarang arah karena menabrak perisai angin yang kubentuk. Aku mendarat di tanah dengan selamat setelah terbebas dari kurungan.
Aku harus segera mengakhiri pertarungan ini.
Aku duduk di tanah dalam posisi lotus. Aku melapisi tubuhku dengan energi qi, memfokuskan agar qi tidak kabur dan membentuk formasi yang sempurna. Sebuah bunga lotus terbentuk di bawah tempatku duduk. Aku memutarkan tangan, membuat bunga lotus yang baru terbentuk melayang di sekelilingku. Segera, aku meluncurkan kelopak tajam dari bunga lotus yang kubentuk ke para boneka tanah.
"Seribu Kelopak Lotus!" Semua kelopak lotus yang kuluncurkan mengenai para boneka tanah. Akhirnya, mereka hancur berkeping-keping.
"Kerja bagus, Nak." Kakek Jun tiba-tiba muncul di dekatku.
"Ah, Kakek. Selalu muncul tiba-tiba." Aku bangkit dari posisi lotus untuk menghadap pada Dewa Pengetahuan, Kakek Jun.
"Kultivasimu sudah semakin bagus." Kakek Jun berucap sambil tersenyum.
"Itu semua tak lepas dari bimbingan Anda, Kakek." Aku membungkuk pada Kakek, membalas pujian yang ia sampaikan.
"Usahamulah yang menentukan, Nak. Aku hanya menunjukkan saja jalannya." Kakek Jun berucap, aku bangkit dari posisi bungkuk.
"Sebenarnya aku ingin melawan orang yang lebih kuat, Kek. Aku bosan berlatih dengan para boneka tanah," ucapku. Memang betul, selama setahun, aku berlatih jurus dengan para boneka tanah yang dibuat oleh Kakek Jun. Bagaimana tidak bosan, jika para boneka tanah itu hanya bisa berbicara sinis saja?
"Kau masih terkecoh oleh boneka tanah, bagaimana bisa kau melawan yang lebih kuat?" Perkataan Kakek Jun membuatku gerah gara-gara aku tidak konsentrasi saat melawan para boneka tanah hingga terjebak dalam bola air.
"Bolehkah aku melawan Anda, Kakek?" Aku agak kesal dengan perkataan Kakek Jun. Aku juga ingin melihat seberapa kuat Dewa Pengetahuan itu.
"Hahahaha." Kakek malah tertawa terbahak-bahak. "Kekuatanku jauh berada di atasmu."
"Kalau begitu, aku ingin mendapat sedikit pengetahuan dari Anda tentang pertarungan." Aku berucap.
"Baiklah, jika itu maumu." Kakek Jun menyetujui permintaanku.
Aku dan Kakek Jun berdiri saling berhadapan di lapangan. Aku memasang kuda-kuda, bersiap menghadapi seorang dewa yang sangat kuat. Dari ujung lapangan, Kakek Jun bahkan tak memasang kuda-kuda, yang artinya ia dapat menanganiku dengan mudah.
Aku mengumpulkan energi qi di tangan, memusatkannya hingga kedua telapak tanganku dilapisi api. Ini adalah salah satu jurus yang kukuasai, Tangan Api. Aku berlari ke arah Kakek Jun sekuat tenaga, mencoba menyentuh tubuh Kakek Jun yang terus berkelit.
"Kau sudah cukup cepat," ucap Kakek Jun sambil menghindari pukulan apiku.
"Apa Kakek meremehkanku?" Aku mengarahkan sebuah pukulan ke dada Kakek, tapi Kakek melompat ke belakang untuk menambah jarak.
"Emosi tidak akan membuatmu menang," ucap Kakek Jun yang membuatku semakin mendidih.
Awas saja, aku akan melayangkan serangan padamu!
Aku mengumpulkan banyak energi di tenggorokan, menahannya selama beberapa detik, dan aku berteriak sekuat tenaga.
"Aaarrgghh!" Gelombang suara menyapu ke sekeliling, membuat pepohonan tumbang karena saking kuatnya suara yang kukeluarkan. Di tempatnya, Kakek Jun sama sekali tak bergerak, memberiku kesempatan untuk meluncurkan serangan.
Ini saatnya!
Aku berlari kencang ke arah Kakek Jun yang tak bergerak, melayangkan pukulan api padanya. Namun tanpa diduga, Kakek Jun menghindar. Ia tak terpengaruh pada Jurus Auman Singa. Kakek mengepalkan tangannya dan memukul dadaku hingga aku terpental cukup jauh.
"Uhuk!" Seteguk darah keluar dari mulutku.
"Sudah kubilang, kau berada jauh di bawahku." Kakek Jun tersenyum.
Tidak, aku belum kalah. Aku tak boleh menyerah.
Aku duduk di tanah dalam posisi lotus seperti akan berkultivasi. Aku memejamkan mata, mengatur napas setenang mungkin demi mengeluarkan elemen cahaya ke sekeliling. Aku membuka mata, cahaya terang sudah menguar dari tubuhku. Dari dalam tanah, sebuah bunga lotus keluar, menjadi alas dudukku. Aku menggerakkan tangan untuk membuat kelopak bunga lotus melayang.
"Seribu Kelopak Lotus!" Aku melayangkan banyak kelopak lotus pada Kakek Jun. Baru kali ini aku melihat Kakek Jun kewalahan dengan sebuah serangan. Kedua tangannya terus menepis kelopak-kelopak lotus yang kulayangkan. Beberapa kelopak bahkan membuat tangan Kakek Jun terluka. Namun sedetik kemudian, keadaan berbalik. Tangan yang semula mengepal, terbuka membuat arah kelopak berbalik. Kelopak lotus mengarah padaku, membuat darah mengalir deras dari setiap luka akibat kelopak.
Mendadak, Kakek Jun sudah berada di sampingku. "Kau masih belum cukup kuat, Oryza." Ia memegang bahuku kuat, mengakhiri pertarungan dengan kemenangan berada di tangannya.
__________________________________
Jangan lupa vote dan comment yaa!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top