Bab 18 "Elemen-Elemen"

Berlatih. Hanya itulah jalan untuk menjadi yang terhebat. Tidak ada jalan lain untuk menjadi nomor satu di dunia selain itu. Kenyataan bahwa hampir mustahil orang sepertiku untuk mengalahkan pencuri artefak yang bahkan para Dewa pun tak bisa melacaknya, membuatku hampir putus asa. Namun, Kakek Jun terus menyemangati dan membimbingku untuk menjadi lebih kuat.

Tak ada waktu lagi untuk bersantai. Sebab, Sang Pencuri Artefak bisa menggunakan artefak Dewa Kegelapan entah untuk apa. Aku menetapkan waktu pagi hingga siang untuk berlari mengelilingi Danau Qi, push up, dan sit up untuk melatih fisik. Siang harinya, aku melatih jurus-jurus yang mudah yang bukan berasal dari gulungan legenda. Sebelumnya aku meminta beberapa gulungan jurus yang lebih mudah dikuasai pada Kakek. Sore hingga malam menjadi waktuku untuk berlatih membuat ramuan, untuk mencegah hal-hal yang membahayakan nanti saat pertarungan melawan si pencuri. Malam hari menjadi saatku untuk berkultivasi sambil tidur hingga pagi. Kakek Jun mengajarkan padaku caranya, dan itu hanya berkultivasi seperti biasa.

Mentari sudah terbit di ufuk timur. Aku bangkit dari kultivasi yang kulakukan semalaman penuh. Sebelum memulai sesi latihan, aku mandi di Danau Qi, membasuh sekujur tubuhku dengan air yang super menyegarkan. Selesai mandi, aku memungut buah apel dan mangga yang berserakan di bawah pepohonan. Aku sengaja mengumpulkan lebih banyak buah untuk tenagaku hingga siang nanti.

"Segar sekali." Aku berucap. Buah-buahan yang ada di Ruang Dimensi Kakek Jun sangat segar. Walaupun aku memakannya setiap hari, aku tak bosan dengan daging buah manis dan penuh air itu. Menurut Kakek Jun, selain untuk makanan, buah di Ruang Dimensi miliknya mampu memperkuat energi qi di dalam tubuh, dan meningkatkan kultivasi. Itu artinya aku harus sering mengonsumsi buah-buahan ini.

Saat masih menyantap buah mangga dan apel, Kakek Jun datang mendekat padaku.

"Aku tahu ini jalan yang sulit. Namun, aku tak bisa ikut campur lebih jauh lagi pada artefak itu," ucap Kakek Jun, wajahnya agak lesu.

"Aku tahu, Kek." Aku berucap. "Apa itu alasan Kakek menjadikanku bagian dari rencana Anda?"

"Ya," jawab Kakek Jun, "aku hanya bisa membimbingmu saja. Dewa Alam tak mengizinkan para Dewa untuk mencari artefak itu, karena Dia ingin semuanya sesuai tulisan takdir."

Para Dewa --termasuk Kakek Jun-- tak bisa membantuku lebih jauh. Aku harus menguatkan diri demi menghadapi Sang Pencuri Artefak sendirian.

Aku bangkit, membuang biji mangga dan apel ke tanah. Aku tidak mempedulikan Kakek Jun yang masih berdiri di bawah naungan daun rimbun pohon apel. Aku mulai berlari mengelilingi danau seperti yang kulakukan beberapa minggu belakangan. Aku yang sebelumnya memang jarang berolahraga, mulai merasakan efek dari lari setiap pagi. Napasku menjadi lebih panjang, dan aku menjadi lebih bugar.

Matahari masih belum terlalu panas kali ini. Angin sepoi-sepoi membuatku yang baru menyelesaikan satu putaran mengelilingi danau yang luas ini tak terasa lelah. Saat aku haus, aku tinggal minum air dari Danau Qi, dan staminaku langsung pulih. Aku terus berlari hingga matahari tepat berada di tengah cakrawala.

Tengah hari adalah waktuku untuk melatih jurus-jurus yang lebih mudah. Namun kali ini, setelah berkultivasi beberapa minggu, aku ingin melihat secara langsung jurus Seribu Kelopak Lotus. Kakek Jun telah bersiap di sebuah area kosong yang tak ditanami bunga.

"Apa kau yakin ingin berlatih jurus Seribu Kelopak Lotus?" tanya Kakek Jun.

"Aku yakin. Kultivasiku selama beberapa minggu ini pastilah membuat levelku naik," jawabku.

"Syarat untuk mengeluarkan jurus Seribu Kelopak Lotus setidaknya kau harus berada di Emas Tingkat Tiga. Lebih baik lagi kau melatihnya saat sudah di tahap Emas Tingkat Satu. Kau baru berada di Perak Tingkat Tiga."

"Aku hanya ingin Kakek menunjukkan jurus itu saja," balasku, "aku akan mempraktekkannya setelah kultivasiku cukup."

"Baiklah." Akhirnya, Kakek Jun bersedia menyetujui permintaanku. Kakek duduk di tanah dengan posisi berkultivasi (sikap lotus), membiarkan hanfu hijaunya terkotori tanah yang agak kering itu. Ia memejamkan mata, mungkin sedang mengumpulkan energi untuk mengeluarkan jurus. Energi hijau seketika mengelilingi Kakek Jun yang masih menutup mata. Sebuah bunga lotus raksasa berwarna hijau terbentuk tepat di bawah Kakek Jun, membuat Kakek terangkat sedikit dari tanah. Kedua tangan Kakek bergerak ke atas, membuat beberapa kelopak bunga lotus rontok dan terbang di sekelilingnya.

"Seribu Kelopak Lotus!" Kakek Jun berseru. Beberapa kelopak yang tadinya melayang di sekitar Kakek, meluncur dengan kecepatan tinggi ke arahku. Bahkan, salah satu kelopaknya nyaris mengenai pipiku.

"Whoaa!" Aku berucap kagum.

"Itulah jurus Seribu Kelopak Lotus. Mudah tapi mematikan," ucap Kakek Jun. Ia bangkit dari posisi lotus.

"Kakek bisa mengeluarkan jurus itu, berarti elemen Kakek adalah cahaya atau daun?" Aku menebak elemen yang Kakek miliki dari jurus yang ia keluarkan. Menurut gulungan hijau, pengguna jurus Seribu Kelopak Lotus haruslah berelemen cahaya atau daun.

Mendengar pertanyaanku, Kakek Jun tersenyum. "Sebagai salah satu Dewa-Dewi yang pertama kali diciptakan, tentunya aku menguasai semua elemen."

"Semua elemen!?" Aku berseru keheranan. Itu artinya Kakek Jun bisa mengeluarkan semua jurus elemen?

"Ya. Tiga Dewa-Dewi menguasai seluruh elemen."

Ahh … Benar-benar memusingkan. Aku sepertinya belum membaca keseluruhan gulungan hijau. Fakta bahwa Kakek Jun menguasai seluruh elemen benar-benar mengejutkan.

Berbicara tentang elemen, elemen apa saja ya, yang kumiliki?

"Kek, bagaimana caranya melihat elemen milikku?" tanyaku.

"Kau pasti penasaran mengenai elemenmu ya, Nak?" Kakek Jun bertanya sambil tersenyum.

"Ya." Aku tersenyum canggung sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Mudah saja. Tinggal alirkan energimu ke batu kristal ini." Kakek Jun mengeluarkan sebuah kristal bulat yang bening dari balik hanfu-nya. Ia menyerahkannya padaku. "Peganglah."

Aku menyentuh batu bening yang berkilau itu dengan tangan kananku. Aku yang sebelumnya sudah belajar caranya mengalirkan energi ke luar tubuh, perlahan memusatkan fokus pada kristal bening di tanganku. Aku dapat merasakan energiku mengalir ke kristal yang diberikan oleh Kakek Jun itu. Beberapa detik kemudian, benda yang kupegang mengeluarkan sinar putih yang amat terang.

"Apa ini artinya, Kek?" Aku bertanya sambil menutup mata akibat cahaya yang terlalu terang.

"Kau berelemen cahaya. Karena cahaya adalah elemen kehidupan, kau memiliki lima elemen dasar dan elemen daun." Kakek Jun menjawab.

"Bagaimana caranya memadamkan cahaya ini, Kek?"

"Berhenti mengalirkan energi ke kristal penguji elemen." Aku belum terlalu mahir menghentikan aliran energi ke sebuah benda. Akibatnya, tubuhku mulai lemas karena energi milikku terbuang banyak. Aku melemparkan batu itu sembarangan, berharap aliran energiku terputus ke batu kristal. Namun itu percuma. Perutku terasa sakit seperti ada ribuan paku yang dimasukkan ke dalamnya. Nyerinya menjalar hingga ke dada, dan aku mulai sulit bernapas. Aku kehilangan keseimbangan, terjatuh ke tanah dengan posisi telungkup. Seketika itu, aku tak sadarkan diri.

___________________________________

Jangan lupa vote dan comment yaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top