Bab 17 "Gulungan Jurus"

Kisah Para Dewa zaman dahulu menceritakan dengan detail peristiwa pencurian artefak Dewa Kegelapan. Kakek Jun tidak bisa melacak si pencuri artefak itu karena aura gelap yang pekat menutupinya. Menurutku, sebenarnya Kakek Jun bisa saja turun langsung ke dunia tanpa membuat kesepakatan denganku. Aku hanya menjadi beban saja baginya, dan itu tidak masuk akal. Bagaimana mungkin ia memilihku sebagai bagian dari rencananya?

Aku beranjak dari batu besar di pinggir danau. Melangkah ke sebuah pohon apel yang rimbun oleh dedaunan hijau. Aku duduk bersandar, memandang ke arah danau dengan pantulan cahaya matahari yang berwarna oranye. Hanya satu kata yang dapat menggambarkannya, indah.

Kriuuk....

Perutku keroncongan akibat belum memakan apapun sejak pagi. Namun, beberapa apel yang sudah jatuh ke tanah tidak membuatku repot harus mencari makan, tidak seperti di Hutan Terlarang yang berbahaya itu. Kupungut satu persatu apel yang telah jatuh, lalu memakannya.

Selama beberapa hari ini, aku hanya memakan buah-buahan yang tersedia di sekitar danau. Buah mangga dan apel yang menjadi santapan akhir-akhir ini berhasil membuatku kenyang. Aneh, hanya beberapa buah saja mampu memenuhi perut yang kosong sejak pagi.

"Oryza."

Di tengah ketenangan menyantap apel segar, sebuah suara yang muncul tiba-tiba membuatku terlonjak kaget.

"Oh my God!" Apel yang tadi kukumpulkan, berserakan kemana-mana bahkan ada yang masuk ke danau. Aku bangkit, mengambil apel yang berserakan tadi. "Kenapa Kakek mengagetkanku?!"

"Aku sengaja," jawab Kakek Jun, "karena yang sekarang kubawa pun pastinya akan mengejutkanmu."

Kakek Jun menyingkap lengan hanfu berwarna hijaunya, menampilkan tiga gulungan lusuh yang berbeda warna. Ada gulungan berwarna hijau, coklat, juga merah.

"Aku tidak terkejut sama sekali." Aku berucap.

"Kau hanya belum tahu gulungan ini adalah tiga gulungan tingkat legenda." Seketika itu juga, perkataan Kakek Jun membuatku bahagia. Ketiga gulungan itu benar-benar gulungan yang sangat kubutuhkan untuk melawan si pemcuri artefak Dewa Kegelapan. Menurut gulungan yang kudapatkan dari perpustakaan Istana Koi, ada tujuh tingkatan gulungan dari terendah ke tertinggi yaitu Biasa, Menengah, Tinggi, Luar Biasa, Master, Legenda, dan Dewa. Itu berarti tiga gulungan yang dibawa Kakek Jun itu sangat kuat karena berada di tingkat Legenda.

"Waahh ... itu artinya aku bisa seimbang melawan si pencuri itu," ucapku setengah berteriak akibat bahagia.

"Tidak semudah itu." Perkataan Kakek Jun membuatku kecewa. "Bahkan para Dewa saja kesulitan untuk melacaknya."

Dengan nada setengah kecewa, aku bertanya pada Kakek Jun, "Apa fungsi ketiga gulungan itu?"

"Gulungan hijau berisi pengetahuan tentang elemen alam, jurus elemental, dan ilmu kultivasi. Gulungan hitam tentang alkimia. Yang terakhir, gulungan merah berisi pengetahuan tentang penguat fisik juga perpaduan jurus elemen alam dan tubuh pengguna." Kakek Jun menjelaskan panjang lebar. Ia menyerahkan gulungan-gulungan itu padaku.

Kubuka gulungan berwarna hijau pemberian Kakek Jun itu. Pada awalnya, kata-kata di gulungan hijau itu ditulis dalam bahasa China yang tak kumengerti. Namun sedetik kemudian, tulisan itu berubah menjadi tulisan latin.

"Aku sudah menerjemahkannya ke bahasa yang kau mengerti." Kakek Jun tersenyum ke arahku.

Aku duduk kembali di bawah pohon apel. Kubentangkan gulungan hijau di tanah. Semua pengetahuan tentang elemen ada disini. Elemen terbagi tiga yaitu elemen dasar, lanjutan, dan elemen spesial. Elemen dasar terdiri dari elemen api, angin, tanah, air, dan logam. Sedangkan elemen lanjutan terdiri dari asap (gabungan api dan angin), pasir (gabungan angin dan tanah), kayu (gabungan tanah dan air), es (gabungan air dan angin), dan lava (gabungan air dan api). Elemen spesial hanya ada empat yaitu cahaya, kegelapan, kristal, dan elemen daun (tumbuhan dan kayu).

Sebuah lingkaran tergambar di gulungan. Lingkaran itu terdiri dari empat elemen dasar, dimana setiap elemen lemah terhadap yang lain, tapi kuat terhadap satu elemen. Api kuat terhadap angin. Angin kuat terhadap tanah. Tanah kuat pada air. Air kuat terhadap api. Logam tidak termasuk dalam lingkaran itu.

"Kakek, kenapa elemen logam tidak masuk ke dalam lingkaran?" tanyaku pada Kakek Jun yang masih berdiri di dekatku.

"Karena tidak ada elemen dasar yang bisa mengalahkannya, kecuali elemen lava yang sangat panas, " jawab Kakek.

"Oh begitu." Aku kembali melanjutkan kegiatan membaca gulungan hijau pemberian Kakek Jun. Setelah membaca jenis-jenis elemen beserta kegunaannya, perhatianku tertuju pada gambar sedeorang yang duduk di sebuah bunga lotus raksasa. Di sekelilingnya, sesuatu yang mirip kelopak bunga melayang bebas mengitari orang itu. Sebuah tulisan besar tertera di gambar unik itu, Seribu Kelopak Lotus.

"Seribu Kelopak Lotus?" Aku bergumam. Di keterangan gambar, jurus Seribu Kelopak Lotus merupakan serangan kelopak bunga lotus yang tajam seperti pisau, dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang berelemen cahaya atau daun. Caranya, orang yang memiliki salah satu elemen itu, duduk bersila di tanah dengan sikap lotus seperti saat berkultivasi. Kemudian, orang tersebut mengeluarkan elemennya dari seluruh tubuh dan membentuknya menjadi bunga lotus besar yang nantinya menjadi alas duduk orang tersebut. Kelopak dari lotus yang terbentuk akan berpisah dan mengelilingi si pengguna jurus, dan bisa diarahkan sesuai keinginannya. Minimal tingkat kultivasi pengguna adalah Emas Tingkat 1.

"Itu salah satu jurus legenda yang paling mudah dipelajari. Dengan kegigihan, jurus itu akan mudah dikuasai," ujar Kakek Jun.

"Paling mudah?" Aku berucap keheranan. Mana mungkin jurus semenakjubkan ini mudah dikuasai.

"Ya. Namun itu tidak penting." Kakek menjawab pertanyaanku. "Yang terpenting, kau memiliki kultivasi yang kokoh. Fisikmu juga harus dilatih agar jurus-jurusmu memiliki pondasi yang kuat."

Omong-omong tentang kultivasi, sebenarnya sudah di tahap mana ya kultivasiku? Sebaiknya itu kutanyakan pada Kakek.

"Kek, bagaimana cara melihat tingkat kultivasiku?" tanyaku.

"Pejamkanlah matamu, lalu aturlah napas hingga terasa energi di sekelilingmu. Fokuskanlah energi itu di tangan, dan lihatlah tanganmu." Kakek Jun menjawab.

"Baiklah," jawabku. Setelah mendengar instruksi dari Kakek Jun, aku menutup mataku sambil menghirup dalam-dalam udara segar di Danau Qi, kukeluarkan napas dari mulut setelah menghirupnya. Kulakukan itu berulang kali hingga terasa ada energi yang masuk mirip seperti sedang berkultivasi. Kugerakkan tangan kananku ke depan dada, dan kulihat di telapak tanganku ada tiga koin perunggu. Aneh, padahal aku sedang menutup mata. Kenapa aku bisa melihat koin yang bersinar itu?

"Berapa koinkah yang kaulihat?" tanya Kakek Jun.

"Tiga koin perunggu, Kek." Aku menjawab, lalu membuka mataku.

"Itu artinya kultivasimu baru di Perunggu Tingkat Tiga, tingkat terendah kultivasi," ujar Kakek, "kau masih perlu banyak latihan."

Aku menunduk.

Ternyata, aku masih sangat lemah. Sedangkan musuhku kekuatannya bahkan setara dengan para Dewa. Aku hanya setitik debu jika dibandingkan dengan si pencuri artefak Dewa Kegelapan itu. Aku takkan bisa kembali ke dunia asalku, tidak akan. Kecuali dengan kematian seperti kecelakaan waktu itu.

Tidak, Oryza. Jangan menyerah. Menyerah bukanlah solusi yang tepat. Sebaiknya kau berlatih keras hingga mencapai tingkat dimana tak ada satupun orang yang bisa menyamainya.

____________________________________

Jangan lupa vote dan comment yaa!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top