Bab 14 "Dewa Pengetahuan"
Ah, Malaikat Kematian sudah bersiap untuk mencabut nyawaku, tapi tidak. Kawanan serigala yang tadi menyerangku, berubah menjadi abu. Aku lolos dari kematian untuk kedua kalinya.
Cahaya yang entah datangnya dari mana itu, semakin terang membuatku silau. Aku memejamkan mata demi menghalangi cahaya berlebih. Namun seiring waktu, cahaya itu meredup, digantikan cahaya dari matahari senja.
"Kau tak usah khawatir, Nak." Aku membuka mata untuk melihat siapa yang datang. Ternyata, seorang kakek berbaju putih, yang wajahnya penuh keriput, dengan janggut putih panjang yang menjuntai hingga dada. "Kau sudah aman dari semua bahaya."
"Si-siapa kau?" Aku berusaha menjauh darinya dengan merangkak ke arah belakang. Namun, si kakek yang tidak kuketahui namanya itu melangkah pelan.
"Jangan takut, Nak. Aku bukanlah ancaman bagimu." Si kakek berucap sambil menyunggingkan senyum.
"Kenapa kau membunuh para serigala aneh itu?" tanyaku pelan.
"Aku tidak ingin bagian penting dari rencanaku hilang. Kau pasti membutuhkan bantuan, kan, Oryza?"
Astaga! Ia mengetahui identitas asliku?
"K-kau mengetahui nama asliku?"
"Bukan hanya namamu, aku mengetahui penyebab kau berpindah jiwa ke tubuh Pangeran Feng," jawab si kakek. Sang kakek mendekat padaku. Aku yang tidak bisa mempercayai orang asing sepertinya mencoba untuk mengelak, tapi aku tak punya banyak tenaga lagi. Sang kakek menempelkan jempolnya ke keningku yang penuh luka. Mendadak, sebuah gambaran yang sangat kuingat muncul dalam pikiranku.
Sore hari waktu itu, aku berjalan di pinggir jalan sambil bertelepon dengan Farid, sahabatku. Sekian lama berjalan, aku menyebrang sembarangan tanpa menengok kanan kiri sambil masih bertelepon. Setelah aku, yang saat itu masih mengenakan seragam sekolah, mematikan telepon, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju kencang ke arahku. Aku tidak menghindar, masih kesakitan akibat pukulan Fitra dan anak buahnya, ditambah panik yang mendera. Akhirnya, aku yang saat itu tidak berbuat apa-apa langsung terkapar lemas di jalanan. Darah merah kental mengalir tumpah ke jalan. Pemandangan itu pun memburam, berganti dengan tempat saat ini aku berada.
"Kenapa aku harus mempercayaimu?" tanyaku curiga. Ia bisa saja menggunakan teknik ilusi untuk menunjukkan apa yang terjadi padaku sebelumnya. Kekuatannya memang tak bisa dipandang remeh, tapi percaya pada orang yang baru saja kau temui beberapa detik lalu itu sebuah kebodohan?
"Sudah kubilang, kau adalah bagian penting dari rencanaku. Dan, gambaran yang tadi kaulihat bukanlah teknik ilusi, itu adalah kemampuan seorang Dewa yang kultivasinya sudah melampaui semua makhluk." Di-dia bisa membaca pikiranku?
"Aku akan menawarkan sebuah kesepakatan yang tak bisa kautolak, Oryza." Si kakek berucap. "Itu sudah tertulis di pikiran dan jiwamu."
Astaga! Itu artinya dia benar-benar bisa membaca pikiranku?
"Kesepakatan apa?" tanyaku.
"Kau akan kuantarkan ke dunia asalmu, asalkan kau mencari pelaku yang mencuri artefak Dewa Kegelapan dariku."
Ia menawarkan sesuatu yang tidak bisa ditolak. Aku bisa kembali bersama Ibu jika berhasil mendapatkan artefak itu. Jika aku berhasil mencari orang itu, pastilah Dewa itu menepati janjinya. Tapi, keadaanku tidak memungkinkan. Di sekujur tubuhku dipenuhi luka sayatan pedang akibat penyusup. Ditambah lagi gigitan serigala domba itu yang mengamuk akibat kawanannya dilukai olehku. Apalagi aku tak bisa berkultivasi. Melawan seseorang yang berhasil mencuri artefak dari Dewa pastilah sangat sulit dilakukan.
"Aku harus menyembuhkanmu dari semua luka." Kakek yang mengaku sebagai seorang Dewa itu mengangkat tangan kanannya ke udara. Tangan yang penuh keriput miliknya mengeluarkan cahaya yang berbentuk bola. Bola cahaya itu ia arahkan padaku. Perlahan-lahan, semua lukaku, baik luka sayatan maupun luka gigitan serigala, menutup tanpa bekas hitam yang sebelumnya muncul.
"Tubuhmu dipenuhi racun. Tingkatan racun seperti itu hanya setitik debu dibandingkan dengan kekuatanku." Sang kakek berucap lagi. Dari tangannya, muncul lagi sebuah bola cahaya yang langsung diarahkan padaku. Memdadak, aku batuk-batuk hingga memuntahkah banyak darah hitam. Dadaku serasa dihantam benda keras, perutku seakan diaduk-aduk hingga darah terus keluar dari mulut. Perlahan-lahan, darah yang keluar dari mulut berkurang, rasa sakit yang tadi muncul pun menghilang.
"Racun yang berada di dalam tubuhmu sudah hilang sepenuhnya."
"Uhuk! Sebenarnya, siapa kau sebenarnya, Kakek?" tanyaku.
"Aku adalah seorang Dewa yang mengatur semua pencatatan alam semesta juga gudang dari setiap ilmu, Dewa Pengetahuan Yang Agung, Jun Shilin."
Mengetahui fakta itu, aku segera menunduk semampuku, "Oh, maafkan sikap tidak sopan saya beberapa waktu lalu, Yang Mulia Dewa."
"Kau tak usah begitu, Nak. Anggaplah aku sebagai kakekmu sendiri," ucap si kakek yang merupakan Dewa Pengetahuan itu.
"Boleh aku memanggilmu Kakek Jun?"
"Boleh, tapi jangan sampai kau sebutkan nama lengkapku," jawab Kakek Jun.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku sedang menyamar di dunia ini agar sang pencuri tidak mencurigaiku."
Hening sejenak. Aku kehabisan topik untuk bicara dengan kakek Jun atau Dewa Pengetahuan itu. Setelah mengetahui siapa dia sebenarnya, aku tidak boleh bicara sembarangan di depan orang itu.
"Tubuhmu dipenuhi racun, dan kau masih bisa bertahan. Sebuah keajaiban bagi orang yang tak bisa berkultivasi," ucap Kakek Jun.
"Apa dulu ada orang yang tidak bisa berkultivasi, Kek?"
"Semua manusia pada awal penciptaan tak bisa berkultivasi. Dewa Alam menanamkan Air Ilahi di setiap mata air bumi saat itu. Akhirnya, para manusia bisa berkultivasi hingga sekarang. Namun, karena tercemar oleh manusia yang merusak, Dewa Alam mencabut Air Ilahi dari bumi, membuat penurunan jumlah orang yang berkultivasi. Ternyata, kultivasi itu bisa diturunkan dari orang tua ke anaknya. Hingga akhirnya, orang yang terlahir dari pasangan yang bisa berkultivasi, dia juga akan bisa berkuktivasi seperti kedua orang tuanya," jelas Kakek Jun panjang lebar.
"Lalu, mengapa aku tidak bisa berkultivasi padahal kedua orang tuaku adalah kultivator yang hebat?" Aku bertanya padanya.
"Bukankah pelayanmu sudah menceritakan itu? Energi qi terlalu berlimpah di dantian seorang bayi yang masih rapuh. Namun, kelahiranmu penuh dengan keajaiban, bahkan bagi kami, para Dewa."
"Kelahiranku-- atau Feng, membawa kerajaan Quon ke zaman kesuburan. Kemarau panjang berakhir di seluruh kerajaan." Aku mengatakan apa yang sebelumnya Jia pernah ceritakan padaku.
"Bukan itu," bantah Kakek Jun, "Air Ilahi yang berada di sisi Dewa Alam, bergejolak hingga setetes airnya jatuh ke bumi, ke tubuhmu."
"Ke tubuhku?"
"Ya. Seharusnya kau sudah meninggal akibat rusaknya dantian pada saat lahir. Tetapi, setetes Air Ilahi membuatmu bisa bertahan sampai sekarang."
"Apa air itu bisa digunakan juga untuk memulihkan dantian?" tanyaku.
"Bisa. Tetapi air itu hanya dimiliki oleh Dewa Alam, Raja dari Para Dewa."
"Itu artinya, dantian-ku mustahil untuk disembuhkan?"
"Bukan hanya Air Ilahi yang bisa memperbaiki dantian. Air dari Danau Qi milikku bisa melakukannya," jawab Kakek Jun.
"Danau qi?"
"Danau yang ada di ruang dimensi milikku. Aku akan membawamu ke sana untuk menyembuhkanmu." Seketika itu, pemandangan di sekitarku berubah menjadi tempat yang sangat indah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top