Bab 13 "Hewan Buas"

Beberapa jam setelah mengolesi seluruh tubuhku dengan daun bidara, luka yang kualami sedikit membaik. Tak ada darah yang menetes dari bekas luka sayatan para penyusup itu, tapi lukaku mulai menghitam akibat pedang mereka yang mengandung racun. Aku harus rutin memakai daun bidara sebagai obat, serta obat-obatan lain yang khusus untuk racun. Jika tidak, racun ini akan memperparah tubuhku yang masih belum pulih dari racun Pangeran Kedua. Kombinasi dua racun dalam satu tubuh akan sangat berbahaya. Apalagi racun dari Wei, racunnya pasti susah untuk dihilangkan.

Setelah selesai membaluri seluruh luka dengan daun bidara yang telah dihaluskan, aku memilih untuk beristirahat sejenak. Aku kehilangan banyak tenaga untuk sampai di danau ini. Hal itu diperparah lukaku yang masih belum pulih benar. Akhirnya, aku berbaring di pinggir danau untuk memulihkan diri.

Beberapa jam kemudian, matahari mulai turun ke ufuk barat, tanda hari akan segera berakhir. Berbeda dengan area hutan, cahaya matahari dengan bebas masuk tanpa ada halangan dari pepohonan yang rapat. Cahaya matahari yang bebas masuk, mempermudahku untuk mengetahui waktu.

Kriukk….

Ah, perutku berbunyi keras sekali. Ya, seharian ini aku belum memakan apapun sama sekali. Aku harus mencari makanan untuk asupan agar tidak kelaparan di hutan ini. Aku harus mendapatkan makanan sebelum matahari sepenuhnya terbenam.

Menyusuri hutan yang remang-remang, aku mencari apa saja yang dapat dimakan. Sebenarnya, aku tak yakin di hutan ini ada hewan yang hidup. Di danau, aku tak melihat seekor pun ikan. Sepanjang aku berada di hutan ini, belum ada suara hewan di sini. Hutan ini begitu sepi. Mungkin itulah penyebab hutan ini dinamai 'Hutan Terlarang' oleh para penyusup. Tapi, mereka mengatakan bahwa ada hewan di hutan ini. Benar-benar mencurigakan.

"Tolong … tolong…." Sebuah suara mirip suara seorang anak kecil, bergema di hutan yang hening ini. Suara itu terus muncul, semakin lama semakin keras. Aku memfokuskan pendengaran untuk mencari keberadaan si anak kecil. Berbahaya sekali untuk anak kecil sepertinya berada di hutan yang nyaris gelap ini.

"Siapapun tolong aku!" Suara anak itu kembali terdengar, berbeda dari kata yang dia ucapkan sebelumnya. Aku berjalan sesuai suara anak itu demi mencari keberadaannya. Namun, ada hal aneh yang menggangguku. Di tempatku berdiri sekarang, dapat dengan jelas kudengar suara seorang anak kecil yang berteriak, tapi aku tidak menemukan anak kecil itu. Semak-semak yang berada di dekat sebuah pohon mendadak berisik. Beberapa detik kemudian, seekor hewan bertanduk domba tapi memiliki ekor dan kaki mirip serigala muncul ke hadapanku. Bagian kepala dan badan hewan itu mirip dengan seekor domba, tapi kakinya berkuku tajam dan ekornya tidak seperti domba pada umumnya.

Apa hewan ini boleh dimakan?

"Tolong aku … kumohon …." Suara anak kecil itu muncul lagi. Tapi aku tidak terkecoh, mulut penuh taring hewan yang muncul di depanku membuka dan menutup. Itu artinya, suara tadi disebabkan oleh hewan aneh ini. Yang lebih aneh lagi, kenapa aku bisa mengerti apa yang hewan itu ucapkan? Apa hewan aneh itu memang begitu caranya untuk berbicara?

"Hewan macam apa kau?" Aku bertanya pada domba serigala itu---entah apa nama asli hewan aneh yang berada di hadapanku ini.

"Kau bertanya siapa aku?" Ah, hewan itu membalas pertanyaanku!

"Mana ada hewan aneh macam dirimu yang berkepala dan berbadan domba tapi ekor dan kakimu mirip serigala." Aku menimpali hewan aneh yang bisa berbicara itu.

"Kau! Aku adalah Serigala Hutan Terlarang! Makhluk rendahan sepertimu tak sebanding denganku yang berada di peringkat 10 hewan mistik!" Hewan yang mengaku serigala hutan terlarang itu menerjangku, tapi aku berhasil menghindari makhluk kecil itu. Kumanfaatkan sebatang kayu yang tergeletak tak jauh dariku sebagai senjata untuk melawannya.

"Makhluk sepertimu cocok untuk makananku, domba kecil!" Aku mencoba memukul hewan itu, tapi dia berhasil menghindar ke belakang. Sedetik kemudian, ia menerjangku. Namun, aku yang telah bersiap dengan sebatang kayu, berhasil menghalaunya hingga serigala hutan terlarang kecil itu terlempar agak jauh ke sebuah pohon.

"Arrgh!" teriak serigala itu.

Aku mendekat ke serigala kecil yang terbaring lemas di bawah sebuah pohon. Aku bersiap untuk memukulkan batang kayu padanya, tapi ia mendadak mengeluarkan suara auman yang keras. Aku mundur beberapa langkah, mewaspadai perbuatan si hewan kecil. Tak lama kemudian, sekumpulan hewan yang serupa dengan makhluk itu mengepungku dari segala arah.

Gawat!

"Berani-beraninya kau melukai anakku!" teriak serigala domba yang lebih besar dari yang lain, ia mungkin pemimpin mereka.

"Tubuhnya penuh dengan luka. Mudah untuk membunuhnya!" seru serigala lain.

"Semuanya! Serang!" titah si serigala besar pada kawanannya. Semua serigala yang mengepungku menyerang dengan ganas. Aku yang hanya bersenjatakan tongkat kayu, mengayunkannya ke segala arah demi menepis segala serangan. Namun, banyaknya serigala yang menyerang membuatku kewalahan.

"Inilah akibatnya berani melukai kawanan kami!" Si pemimpin serigala berteriak kencang. Aku menebaskan tongkat kayuku ke sekeliling, menciptakan jalan kecil untuk kabur dari kawanan serigala yang mengamuk.

Aku berlari kencang menjauhi mereka. Sebisa mungkin mematahkan dahan pohon yang rendah dengan tongkatku untuk menghambat mereka. Namun percuma, mereka mampu menyusulku dengan sangat cepat.

"Mau lari kemana kau, Penjahat!"

"Aku akan membunuhmu sekarang juga!"

"Jangan lari kau, Pengecut!"

Teriakan para serigala domba itu bergema di hutan yang hening ini. Kencangnya suara mereka berarti jarak antara aku dan kawanan hewan itu semakin dekat. Tanpa diduga, kakiku tersandung akar pohon yang mencuat ke tanah. Aku terjatuh menghantam tanah hutan yang lembab. Sementara itu, kawanan serigala mulai mendekat. Aku memaksakan diri untuk bangkit, menyelamatkan diri dari hewan buas itu.

"Kau mau pergi kemana, hah!?" Astaga! Pemimpin para serigala menghalangi jalanku. Aku berbalik mundur. Namun, jalanku dihalangi oleh tiga serigala. Aku beralih ke arah kanan, dua serigala yang menggeram menghalangi jalanku. Satu-satunya jalan hanyalah ke arah kiri, tapi jalan itu sudah dihalangi tiga serigala yang menunjukkan taring-taringnya.

"Kau tidak bisa kabur lagi, Manusia!" Pemimpin kawanan mereka berseru.

"Akhirnya, sudah lama kita tak memakan daging manusia!" seru seekor serigala, yang langsung disambut lolongan panjang serigala lain.

"Semuanya! Serang dia!" Seruan dari pemimpin para serigala disambut antusias oleh kawanannya. Mereka menyerangku dari segala arah dengan bertubi-tubi tanpa memberikan jeda. Kupukul mereka dengan batang kayu yang kupegang erat, tapi salah satu serigala berhasil menggigit senjataku lalu melemparnya jauh. Aku tidak punya senjata apapun sekarang.

"Aarrgghh!" Satu persatu, kawanan serigala itu menggigiti sekujur tubuhku tanpa ampun. Luka yang tadinya sudah kuobati kembali mengalirkan darah yang banyak. Kaki, tangan, bahkan punggungku tak selamat dari gigitan yang begitu menyakitkan. Pemandanganku memburam, kehilangan banyak darah akibat luka gigit. Apa ini … menjadi akhir dariku?

Mendadak, pepohonan di sekitarku tumbang. Cahaya yang begitu terang menyinari hutan yang nyaris gelap ini. Ah, Malaikat Kematian sudah bersiap untuk mencabut nyawaku, tapi tidak. Kawanan serigala yang tadi menyerangku, berubah menjadi abu. Aku lolos dari kematian untuk kedua kalinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top