Bab 12 "Hutan Terlarang"

Ugh … apa yang terjadi?

Setelah sekian lama, mataku terbuka, memperlihatkan jajaran pepohonan yang rapat nyaris tak tertembus cahaya matahari. Ini sudah pagi--- atau siang? Entahlah, aku tak bisa memastikan karena sedikitnya cahaya yang mampu melewati celah pepohonan.

Kepalaku pusing akibat cairan di kain basah yang seorang penyusup itu sumpalkan ke mulutku waktu itu, hingga aku berakhir di tempat antah-berantah yang tak kuketahui sama sekali. Pusing itu kurasakan kembali saat baru sadar sekarang.

"Shh …." Aku berdesis. Aku berusaha memegang kepalaku yang pusing, tapi kenapa aku tidak bisa? Astaga, ternyata kedua tanganku terikat di belakang punggung yang diikatkan lagi ke sebuah batang pohon. Aku meronta, mencoba melepaskan ikatan yang membatasi gerakku. Namun, gerakanku itu membuat suara yang berisik dan orang-orang berbaju hitam kembali mengelilingiku seperti saat di Istana Koi.

"Hohoho … rupanya, Yang Mulia Pangeran Pertama telah bangun!" teriak salah satu penyusup itu. Mereka semua membuka penutup wajah yang sebelumnya mereka kenakan. Rata-rata, di wajah mereka ada bekas sayatan yang mengering. Apa maksudnya mereka melakukan itu?

"Ya, Liu, Tuan kita akan senang jika ia melihat keadaannya saat ini." Penyusup lain menyahut.

"Namun, kita harus melakukan tugas terakhir dari Tuan kita, yaitu bersenang-senang dengan orang ini."

"Ahh … melihat dirinya yang selalu menderita, aku sangat senang jika ia lebih menderita lagi!" seru seorang penyusup yang membuat semua penyusup lain tertawa keras.

"Tentu saja, Chen. Kita harus segera membasmi sampah kerajaan yang selalu menjadi beban!"

Para penyusup mengeluarkan pedang dari ikat pinggang yang sama hitamnya dengan baju mereka. Keringat dingin bercucuran dari tubuhku. Aku mencoba melepaskan diri sekali lagi dari ikatan, tapi tak bisa karena ikatannya terlalu kencang. Aku meronta-ronta dalam kepanikan, yang membuat para penyusup yang menangkapku tertawa girang.

"Tolong! Tolong!" Aku berteriak penuh harap agar ada orang yang menyelamatkanku dari penjahat yang menangkapku. Teriakanku bergema di hutan yang remang-remang ini, bercampur dengan tawa keras para penyusup.

"Hahaha! Silahkan berteriak sepuasnya! Tidak akan ada orang yang mendengarkanmu di Hutan Terlarang ini!"

Seorang penyusup menyobek hanfu putih yang kukenakan. Pedang yang dipegang oleh mereka, digoreskan ke permukaan kulitku yang tak tertutupi pakaian. Aku berteriak sekencang-kencangnya untuk meminta tolong, tapi tak ada satupun orang yang menyahut. Separuh tubuhku berdarah dengan luka yang tidak terlalu dalam, tapi menimbulkan rasa perih yang luar biasa. Aku merintih kesakitan, tak pernah mendapat luka separah ini.

"Pedang kami telah diolesi dengan racun teratai hitam yang akan membunuhmu perlahan, Feng!" teriak seorang penyusup.

"Ka-kalian … siapa kalian?" tanyaku pelan.

"Sebagai hadiah kematianmu, kami akan memberitahumu siapa kami sebenarnya," ucap Chen, pria dengan dua luka di alisnya. "Kami adalah Elang Hitam Utara, yang akan membunuhmu!"

"Rasanya, ototku masih kaku akibat jarang berlatih." Seorang penyusup berucap.

"Kita gunakan saja tubuh lemah pangeran sampah ini!" seru Liu, si penyusup dengan luka sayatan di pipi kanannya.

"Ugh!"

Pukulan demi pukulan mereka layangkan padaku yang masih terikat di batang pohon dengan posisi duduk. Luka sayatan di dada dan punggung melebar akibat pukulan mereka. Malah, sekarang lebih perih dari sebelumnya.

"Uhuk!" Seteguk darah segar keluar dari mulutku. Mereka semakin kuat memukulku, tak berhenti walau aku sudah terluka parah. Pandanganku memburam, tenagaku menghilang. Aku tidak bisa melihat ke sekeliling, semuanya buram.

"Berhenti. Dia sudah sekarat," ucap seseorang.

"Kita seharusnya membunuhnya disini. Jika tidak, Tuan akan marah." Yang lain berucap.

"Dia pasti akan mati akibat luka racun itu. Apalagi ia tak bisa berkultivasi."

"Lepaskan saja ikatannya kalau begitu. Ia akan menjadi makanan bagi hewan buas disini."

"Baiklah."

Dalam keadaan tak bisa melihat, aku bisa merasakan ikatan yang membelenggu tanganku. Tubuhku yang lemas, langsung berbaring ke tanah akibat tak ada lagi ikatan yang membuat kokoh bersandar.

"Ayo! Kita tinggalkan dia."

Langkah kaki mereka masih terdengar, tapi lama kelamaan, suara itu menghilang. Aku sendirian disini, terbaring tak berdaya di tanah hutan yang penuh darah.

Apakah ini adalah akhir bagiku? Mati sebelum mencapai tujuan? Tidak, aku harus bertahan sampai akhir. Aku akan membalaskan dendam pada mereka yang telah berani melukaiku hingga seperti ini. Tidak masalah aku tidak punya kultivasi, itu bukan satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka.

Perlahan, aku bangkit. Memegang batang pohon yang tadinya digunakan untuk tiang tempatku diikat. Lukaku masih basah, belum berhenti mengalir. Badanku penuh luka dan lebam yang membiru akibat serangan orang asing yang menyusup ke istanaku.

Aku berjalan perlahan sambil memegangi batang pohon yang rapat di hutan ini. Sepanjang aku berjalan, darah menetes ke tanah hutan, menimbulkan jejak yang bau amis. Aku harus mencari danau untuk membasuh semua lukaku. Ah, obat-obatan juga. Jika tidak, mungkin aku akan menjadi mangsa empuk bagi hewan-hewan buas yang hidup di hutan ini.

Hutan ini nyaris gelap akibat pepohonan yang terlalu rapat. Jajaran pepohonan yang rapat membuatku mudah untuk meraih pegangan demi terus berjalan, mencari obat dari semua lukaku. Sedikitnya cahaya mengharuskanku untuk lebih hati-hati agar tidak terantuk akar pepohonan yang mencuat ke tanah.

Setelah lama berjalan dengan penuh darah dan sakit, jajaran pepohonan semakin renggang. Cahaya matahari mudah masuk melalui celah antara dahan pepohonan yang tidak rapat. Aku mengeluarkan banyak tenaga demi beralih dari satu pohon ke pohon lain gara-gara renggangnya jarak antar pohon. Napasku habis, sementara luka yang kualami menghambat gerakan agar cepat untuk mencari danau dan obat. Kuputuskan untuk beristirahat dulu di batang pohon terdekat dariku. Kusandarkan punggungku ke batang pohon, mengistirahatkan badan sejenak.

Tenagaku benar-benar habis. Beberapa lukaku mulai mengering. Lihat saja, kalian para penyusup! Aku akan membuat kalian merasakan luka yang kualami saat ini!

Setelah lama duduk beristirahat, aku mengikuti jajaran pepohonan yang semakin merenggang. Suara deburan air terdengar samar di hutan yang sunyi ini. Itu artinya, ada sebuah sungai atau danau tak jauh dari tempatku!

Aku mempercepat langkahku, walau tubuhku masih penuh luka. Benar saja, ada sebuah danau berair jernih yang disekelilingnya ada tanaman bidara yang daunnya melengkung. Menemukan dua hal yang kubutuhkan, aku mengambil daun bidara dengan hati-hati agar tidak terkena duri. Aku berjalan ke sisi danau, membasahi daun bidara yang kudapatkan. Sebenarnya, aku harus merebus dulu daun bidara itu, nantinya air rebusan daun akan kuoleskan ke seluruh luka. Namun karena tidak ada tungku, aku meremas daun yang kudapatkan ke air, dan perlahan-lahan mengoleskannya ke luka yang dapat kujangkau. Perih seketika terasa saat aku mengoleskan daun bidara yang setengah halus, tapi aku harus terus melanjutkan agar semua lukaku tidak infeksi. Ahh, untungnya aku sempat mempelajari tanaman obat. Jika tidak, aku pasti sudah tamat disini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top