Bab 10 "Pertengkaran"

Aku berada di dalam ruang baca Istana Koi. Gulungan-gulungan yang tadi kukumpulkan kutaruh di meja. Aku membaca mulai dari gulungan tentang kultivasi.

Menurut gulungan, kultivasi itu merupakan hal yang penting bagi setiap manusia. Setiap manusia memiliki dantian yang mampu mengolah energi dari alam (energi qi), sebagai alat untuk mempermudah semua pekerjaan. Energi qi yang telah diolah dapat menjadi beberapa bentuk, yaitu ketahanan fisik, kekuatan elemen alam, meramu obat-obatan, dan metode memanjangkan umur. Seorang yang tidak mempunyai energi qi di dalam tubuhnya akan kehilangan kesempatan untuk mendapat itu semua.

Ternyata inilah alasan mengapa Pangeran Feng disebut sampah oleh orang lain. Ia tidak memiliki kultivasi, dimana setiap orang itu punya kultivasi.

Aku melanjutkan kegiatan membaca. Gulungan pertama menunjukkan gambar empat simbol elemen. Api merah sebagai tanda api, pusaran angin tanda dari angin, gunung sebagai tanda dari elemen tanah, dan setetes air merupakan tanda dari air. Gulungan ini mengatakan bahwa setiap orang pasti memiliki satu elemen dari salah satu keempat elemen dasar. Sebagian yang lain mampu mengembangkan kekuatan elemen ke tahap dua yang merupakan gabungan dari dua elemen, ini hanya bisa dilakukan  oleh orang yang mempunyai dua elemen. Asap gabungan dari api dan angin, pasir gabungan angin dan tanah, kayu gabungan dari tanah dan air, lava gabungan dari air dan api. Hanya sebagian saja yang dapat mengembangkan kekuatan elemen ke tahap ini.

Mengapa di gulungan ini tidak ada petunjuk caranya mengaktifkan kultivasi!?

Tiba-tiba, Jingmi masuk ke ruang baca. "Maaf, Tuan. Saya mengganggu kegiatan baca Anda."

"Ada apa, Jingmi?" tanyaku.

"Yang Mulia Raja mengundang Anda ke acara makan malam di Aula Matahari. Beliau akan mendiskusikan beberapa hal."

"Siapa yang diundang ke acara utu?"

"Hanya anggota inti Kerajaan saja, Tuan," jawab Jingmi.

"Baiklah, aku akan bersiap-siap."

***

"Anda harus memakai pakaian terbaik saat pertemuan anggota inti kerajaan, Tuan."

"Saya akan menambahkan aroma pada air mandi Anda."

"Anda harus mengenakan tusuk rambut emas ini, Tuan."

"Sepertinya, ikat rambut berwarna hijau ini pas untuk acara makan malam."

Jia begitu repot saat menyiapkan segala kebutuhanku untuk menghadiri acara makan malam bersama anggota inti Kerajaan Quon. Setelah bergelut dengan sisi rumit dan risihnya Jia, akhirnya, aku sudah siap untuk berangkat ke acara. Aku, Jia, dan Jingmi berjalan beriringan.

"Kau terlalu ruwet dan berbelit saat menyiapkan, Jia!" Aku menepuk punggung pelayanku itu sambil tertawa. Jia hanya tersipu malu.

"Anda harus tampil sempurna pada saat acara, Tuan," cicit Jia pelan.

"Santai saja, Jia. Aku tak akan memakanmu, kok."

Di sepanjang jalan menuju ke Aula Matahari, banyak lampion beragam warna yang digantung di langit-langit pelataran. Ada beberapa pelayan yang sedang menggantungkan lampion-lampion itu, mereka tetap fokus bekerja bahkan saat aku lewat.

Sebegitu rendahkah Feng di mata kalian?

Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya aku sampai di Aula Matahari, tempat dimana acara makan malam diadakan. Dua penjaga yang berdiri di depan pintu seera meneriakkan namaku dengan lantang. "Mengumumkan kedatangan Yang Mulia Pangeran Pertama, Ho Fengying!"

Aku, Jia, dan Jingmi masuk ke Aula Matahari. Di dalam Aula, sudah hadir Raja, Permaisuri, Selir Pertama, Selir Kedua, Wei si jendral pemarah, Yongsheng si alkemis sombong, dan beberapa orang yang tak kukenal.

"Ah, akhirnya Anda datang juga, Pangeran Pertama. Silakan duduk," sambut Raja.

"Hormat saya pada Yang Mulia Raja, Yang Mulia Permaisuri, Selir Pertama, dan Selir Kedua! Semoga diberi kejayaan seribu tahun!" Aku membungkuk hormat pada orang-orang penting di kerajaan ini. Kutiru adegan dimana saat seseorang menemui Raja ataupun yang kedudukannya lebih tinggi, ia akan memberikan hormat seperti itu. Setelah memberi salam penghormatan, aku duduk di samping Permaisuri, berhadapan langsung dengan Wei.

Meja makan di Aula ini ditata membentuk huruf U, dengan Raja dan Permaisuri di ujung, dan para selir, pangeran, juga putri, tempat duduknya dibagi menjadi dua banjar yang saling berhadap. Kebetulan, tempat dudukku ada di dekat Permaisuri, tapi aku menghadap pada Wei si pemarah itu. Dasar sial yang tak berujung!

"Jika semuanya sudah hadir, maka acara kita akan dimulai," ucap Raja.

Puluhan pelayan datang membawa makanan yang akan disajikan kepada para inti kerajaan. Satu orang pelayan menaruh semangkuk nasi di mejaku. Seorang lagi datang membawakan dumpling dan ayam panggang. Yang terakhir, seorang pelayan membawakan sepoci teh dan satu buah cangkir tanah liat.

"Dengan mengucap syukur pada Dewa yang telah memberikan kita hasil panen yang melimpah, kita mulai acara makan malam kali ini." Raja berucap. Suasana menjadi hening. Semua orang yang hadir menundukkan kepala. Aku menengadahkan kedua tanganku di depan dada, berdoa dalam hati untuk mengucap syukur pada Tuhan yang masih memberiku waktu untuk hidup.

"Para hadirin, silahkan untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan." Setelah Raja berucap, kami semua pun makan.

Di saat kegiatan makan, Wei bertanya pada Raja. "Ayahanda, bagaimana perjanjian kita dengan Kerajaan Wu?"

"Seperti yang kukatakan pada pertemuan sebelumnya, Raja Wu telah menyetujui perjanjian kerjasama militer, kerjasama bidang perdagangan dan pertanian," jawab Raja.

"Kudengar, Wu sedang berperang dengan Kerajaan Qing, musuh kita."

"Ya, itulah alasan aku mengumpulkan kalian semua. Untuk memberitahukan bahwa sekarang, kita akan membantu Wu dalam berperang dengan Qing." Raja berucap tegas.

"Lalu, bukankah seharusnya ini menjadi rahasia? Perjanjian antarkerajaan bisa jadi hal yang sensitif," ucap Wei.

"Aku akan memberitahu detailnya pada kalian. Lagipula, sebentar lagi akan ada acara persembahan kepada Dewi Rumah Tangga. Kita harus menunjukkan hubungan keluarga yang harmonis," jawab Raja.

"Tapi saya tidak yakin dengan itu, Ayahanda." Yongsheng mengikuti pembicaraan. "Ada duri dalam daging yang selalu membawa kesialan dalam keluarga kita."

Raja tidak merespon ucapan Yongsheng. Beliau malah menjelaskan rencananya. "Pangeran Kedua akan ikut berperang di garis depan untuk membantu Wu. Dan Pangeran Ketiga akan menuju Wu untuk membantu kesiapan regu tabib prajurit. Kalian akan berangkat tiga hari lagi."

Yongsheng bertanya, "lalu, kemana Ayahanda akan mengirim Kakak Pangeran Pertama?"

Dari dekat, aku melihat Raja menghela napasnya sebelum berucap. "Dia akan tetap berada di kerajaan."

Mendadak, hatiku terasa diiris oleh pisau yang tajam. Mataku terasa berair, padahal Raja tidak mengatakan hal yang membuatku sedih. Kenapa hal ini terjadi?

Wei yang duduk berhadapan denganku tersenyum puas. Seandainya tidak ada Raja dan Permaisuri, aku akan melemparkan teko teh ini padanya.

"Yang Mulia, Pangeran Feng sebaiknya dikirim ke alkemis terkenal agar dantiannya diperbaiki." Selir Pertama berucap sambil tersenyum ke arahku. Perkataannya langsung dibantah oleh Permaisuri.

"Kau perhatian sekali pada anakku, Selir Lien. Namun, sebaiknya Anda urus dulu tingkat kultivasi Anda yang baru di tahap Emas Tingkat 1."

"Yang Mulia Permaisuri, jangan tersinggung dengan ucapanku," balas Selir Lien, "mungkin saja Pangeran Feng akan pulih dantian-nya."

"Betul apa yang dikatakan oleh Ibunda Selir, Yang Mulia Permaisuri." Wei menimpali. "Itu harus diperlukan agar Pangeran Pertama tak dijuluki pangeran sampah lagi."

"Sudah cukup!" Raja berucap lantang, membuat perdebatan yang terjadi langsung berhenti. "Kuakhiri pertemuan kali ini."

"Ayahanda seharusnya setuju dengan saran Ibunda," ucap Wei, "mungkin saja, di masa depan nanti, Pangeran Pertama akan menjadi jendral yang hebat sepertiku."

"Anda sebaiknya memikirkan cara supaya Anda gugur di medan perang dengan membawa kehormatan bagi Quon, Pangeran Kedua." Aku berucap. Aku bangkit dari kursi tempat duduk, mengucap penghormatan pada Raja, Permaisuri, dan para Selir, kemudian pergi dari Aula.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top