3][The Terror

Setelah selesai sarapan, Sirin segera ke teras rumah, menunggu Alita datang menjemputnya. Rumah Alita hanya berjarak sekitar dua puluh meter dari rumah Sirin. Cukup dekat. Mereka berdua sering berangkat bareng ke sekolah. Biasanya Sirin nebeng mobil Alita karena temannya itu selalu berangkat diantar sopir. Hanya kadang-kadang saja Zidan menjemputnya dengan motor. Jika begitu kasusnya, Sirin dengan sangat terpaksa naik angkutan umum. Atau nggak, minta antar Papanya.

Setelah menunggu sekitar lima menit, mobil hitam yang biasa dipakai untuk mengantar Alita tiba di depan rumah Sirin. Segera Sirin bangkit dan melambai ke arah Alita yang sudah menurunkan kaca jendela mobilnya.

"Bibi, Sirin berangkat dulu," teriak Sirin pamit kepada Bi Rasi, pembantu rumah tangga keluarganya. Kedua orangtua Sirin sudah berangkat kerja sejak lima belas menit yang lalu. Jadi saat ini yang bisa dipamiti hanya Bi Rasi.

Sirin berlari kecil menuju mobil Alita. Kemudian ia membuka pintu mobil itu dan langsung duduk manis di sebelah Alita. "Pagi Pak Catur," sapa Sirin kepada sopir yang selalu menyambutnya dengan senyum hangat.

"Pagi juga, Neng. Siap berangkat?" Pak Catur menoleh ke arah kedua orang penghuni kursi belakang.

"Siap!" jawab Sirin dan Alita bersamaan. Dan kemudian mobil yang mereka tumpangi melaju di jalan raya yang dipadati kendaraan roda dua maupun roda empat. Pagi ini cuaca cukup cerah. Banyak orang berdiri di halte pinggir jalan menunggu bus menjemput mereka. Aktifitas perdagangan pun sudah dimulai, terbukti dengan ramainya pasar yang mereka lewati.

Pagi ini wajah Alita terlihat sangat cerah. Mungkin ini karena senyum yang ia pamerkan sejak tadi. Gadis berambut sebahu itu tampak sedang bahagia.

"Happy banget kayaknya. Ada apa?" tanya Sirin penasaran.

"Nanti malam Zidan ngajakin nonton," jawab Alita dengan wajah berseri-seri. "Beberapa hari ini dia sok sibuk banget. Terus semalem dia bilang mau ngajakin gue nonton buat menebus kesibukannya belakangan ini. Seneng banget tau, akhirnya gue diperhatiin lagi." Alita tertekekeh.

"Boleh ikut nggak?" Sirin memamerkan cengiran lebar.

"Nggak boleh, nanti ganggu," jawab Alita langsung seraya tertawa. Ia tahu bahwa temannya itu sedang menggodanya. "Lo ikut nonton hari Sabtu besok aja, Rin. Zidan ngajakin nonton bareng di rumahnya Pandu. Fazan sama Vega juga ikut. Tiara belum tau bisa ikut apa enggak, gue belum bilang ke dia. Lo ikut, ya? Nanti ke sananya bareng sama gue."

Sabtu besok adalah hari di mana Zidan akan memberi kejutan untuk Alita. Sirin baru tahu jika kejutan itu akan diadakan di rumah Pandu. Kalau boleh dibilang, yang ia tahu hanya ia akan jadi hantu. Selebihnya ia tak tahu apa-apa. Bahkan ia tak tahu harus mengiyakan ajakan Alita ini apa menolaknya. Zidan belum memberikan instruksi apa-apa kecuali Sirin disuruh bungkam dan pura-pura bego jika ditanya.

"Lihat nanti deh, gue tanya ke Mama sama Papa dulu dibolehin apa enggak," jawab Sirin akhirnya.

Alita mengangguk. "Nanti kabarin gue, ya."

"Siap!" balas Sirin seraya memberi hormat.

Lagu milik Taylor Swift yang berjudul You Belong With Me mengalun di mobil. Alita dan Sirin kini ikut menyanyikan lagu itu. Suara Alita terdengar jernih dan merdu di telinga. Gadis itu memang mempunyai suara yang bagus. Jauh beda dengan Sirin yang nyanyiannya terdengar seperti teriakan fals. Tapi toh Alita dan Pak Catur tak keberatan mendengar suara pas-pasan Sirin.

"Eh, Rin," panggil Alita tiba-tiba yang membuat Sirin menoleh ke arahnya dengan kening berkerut. "Menurut lo Zidan bakal ngasih gue kejutan nggak di hari jadi kami nanti?"

Wah, ini nih, saatnya gue pura-pura bego, batin Sirin. Kini ia memasang tampang tak paham. Mencoba sebaik mungkin untuk tidak mengatakan hal-hal yang dapat membuat Alita curiga. "Nggak tahu," jawab Sirin menggelengkan kepala. "Emang kapan hari jadi kalian?"

"Sabtu besok," balas Alita kembali tersenyum senang. Wajah mungil Alita tampak semakin manis dengan senyuman yang sejak tadi ia pamerkan.

"Wah, udah setahun aja kalian pacaran. Rasanya baru kemarin kalian dikenalin sama Fazan. Ternyata udah setahun lebih, ya."

"Iya, ya. Nggak kerasa udah setahun aja, nih."

"Moga tetep langgeng," ucap Sirin mendoakan dengan tulus yang langsung diamini oleh Alita. Sirin ikut merasa senang dengan hubungan percintaan Alita dan Zidan. Mereka berdua serasi. Alita yang manis, kecil mungil. Dapat Zidan yang tinggi kayak tiang listrik. Ditambah lagi, Zidan itu terlihat sangat sayang kepada Alita. Mereka adalah salah satu pasangan terbikin iri di sekolah.

"Apa mungkin Zidan mau ngasih gue kejutan di rumah Pandu besok Sabtu itu? Lo dimintain tolong nggak sih, sama dia buat nyiapain apa gitu?" Alita menatap Sirin dalam, dia penasaran.

Pura-pura bego, Sirin kembali mengingatkan diri. Dengan cepat ia menggelengkan kepala. "Dia nggak minta tolong gue apa-apa."

Alita masih menatap Sirin dengan pandangan tak yakin. Seolah dia tak mempercayai ucapan temannya itu.

"Serius, Lit," kata Sirin mencoba meyakinkan Alita. Akhirnya temannya itu tersenyum dan mengangguk. Tanpa sadar Sirin mengembuskan napas lega dan menoleh ke arah jendela di sampingnya, menatap sepeda motor yang sedang berhenti menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Ia memang paling tidak pandai berbohong.

***

Pandu melihat sosok Sirin keluar dari kelas. Rambut hitam ikalnya dikuncir berantakan membentuk ekor kuda. Beberapa helai rambutnya mencuat dan jatuh di sekitar wajahnya. Pandu curiga jika gadis itu tidak mempunyai barang keramat milik cewek-cewek kebanyakan, cermin dan sisir.

"Sirin," panggil Pandu yang membuat gadis itu menoleh ke belakang. Setelah mengetahui bahwa yang memanggilnya adalah Pandu, gadis itu sontak menatapnya curiga. "Ikut gue." Pandu memberi isyarat dengan jari telunjuknya agar mengikutinya. Cowok itu berbalik dan berjalan meninggalkan Sirin yang masih kebingungan.

"Ikut ke mana?" tanya Sirin tanpa beranjak dari tempatnya.

Pandu berhenti dan kembali menoleh ke belakang. Ia menatap Sirin dengan tatapan malas. "Perpustakaan. Bahas rencana Zidan." Dan dengan begitu Pandu melanjutkan perjalanannya. Tak begitu peduli Sirin mengikutinya apa tidak.

Sebenarnya Pandu malas mendapatkan tugas untuk menjemput Sirin di kelasnya. Ia tak begitu dekat dengan gadis berpipi tembam itu. Mereka berdua tidak pernah cocok. Sirin selalu memandangnya sinis. Membuat Pandu menyerah untuk sekadar menjalin hubungan pertemanan dengannya.

"Zidan dan yang lain mana?" tanya Sirin dari arah belakangnya. Kini mereka berdua sudah memasuki ruang perpustakaan. Zidan mengambil duduk di bangku kosong di bagian belakang yang sedikit sepi. Sirin ikut duduk di kursi yang berhadapan dengannya.

"Pada sibuk. Zidan nugasin gue buat ngasih tahu rencana dia ke lo," jawab Pandu menatap sekitar. Ada beberapa siswa tengah menggerombol di meja yang berada di tengah ruangan. Mereka terlihat sibuk berdiskusi. Kemungkinan membicarakan tugas kelompok yang sedang mereka kerjakan. Kemudian pandangannya kembali ke arah Sirin. Gadis itu kini tengah berkutat dengan ponselnya. Matanya tak berkedip menatap layar ponsel. Tangan kirinya menyelipkan helaian rambut yang jatuh ke depan wajahnya ke belakang telinga. Entah kenapa tatanan rambut Sirin yang agak acak-acakan begitu mengganggu Pandu. "Semahal apa sih, harga sisir?" tanya Pandu yang membuat Sirin mengangkat kepala.

"Mana gue tahu," jawab Sirin kebingungan. "Lo mau beli sisir?"

Iya, beliin lo!

Pandu menghela napas dan geleng-geleng kepala. Sirin yang melihat tingkah aneh Pandu ini hanya bisa menatapnya dengan kernyitan di dahi. "Ngomong-ngomong kenapa Zidan nggak Whatsapp gue sendiri buat ngasih tahu rencana dia?"

"Karena Zidan bilang lo nggak bakal ngerti kalau nggak dikasih tahu secara langsung," jawab Pandu. "Secara tidak langsung Zidan bilang kalau lo itu lemot." Senyum lebar terpasang di wajah Pandu.

Sirin tampak tersinggung dengan ledekan Pandu. Wajahnya langsung berubah masam. "Ditambah lo yang jelasin, nggak bakal nyantol di otak gue," balasnya ketus.

Mengabaikan pertengkaran kecil mereka, Pandu mulai menjelaskan rencana yang telah disusun Zidan kepada Sirin. "Jadi Sabtu besok lo ke rumah gue buat nonto film bareng. Nanti setelah selesai nonton film, lo pamit pulang duluan bareng Vega pakai alasan pengen boker atau apa terserah. Yang penting lo pamit pulang. Sedangkan kami masih di sana main permainan Bloody Mary itu. Tapi lo sama Vega nggak bener-bener balik rumah, melainkan lo muter lewat pintu samping rumah gue dan langsung ke kamar kosong yang berada di dekat dapur. Di sana Vega dandanin lo jadi hantu. Setelah selesai dandan, nanti lo tunggu instruksi gue buat beraksi," jelas Pandu. "Paham?"

Tanpa sadar Sirin mengangkat tangan kanannya, ingin bertanya. "Gue sama Vega balik naik apa?"

"Lo nggak benar-benar balik."

"Iya ngerti. Tapi apa Alita nggak panik kalau gue sama Vega balik nggak jelas naik apa?"

"Pulang diantar sopir gue," jawab Pandu sekananya. "Beres."

"Gue sama Vega mana tahu pintu samping rumah lo itu mana? Terus letak kamar kosong yang lo sebutin tadi juga gue nggak tahu. Kalau gue sama dia nyasar ke tempat kalian main Bloody Mary gimana?"

Pandu menarik napas dalam, mencoba bersabar dengan pertanyaan-pertanyaan Sirin ini. Pantas saja Zidan bilang suruh ngasih tahu langsung ke orangnya, bikin pusing gini, batin Pandu capek sendiri.

"Besok malam lo sama anak-anak, kecuali Alita, main ke rumah gue buat lihat denah tempat."

Sirin hanya mengangguk-anggukkan kepala, wajahnya tampak berpikir. Pandu tebak dia masih mencoba mencerna informasi yang baru saja Pandu berikan. "Kalau misal—"

"Lo bisa tanyain sendiri ke Zidan," potong Pandu tanpa berminat mendengar pertanyaan Sirin lagi. Pandu sudah cukup tersiksa dengan mengikuti rencana Zidan ini. Ia sebenarnya tak ingin ikut-ikutan. Tapi mau bagaimana lagi, ia tak bisa menolak permintaan sahabatnya itu. Bahkan Fazan pun ikut-ikutan memohon agar Pandu ikut serta.

"Belum juga lo denger apa yang mau gue ucapin," keluh Sirin menatap Pandu kesal.

"Apa pun itu ucapin di depan Zidan." Pandu menyunggingkan senyum simpul yang ia tahu akan membuat Sirin tambah sebal. "Sekian dan terima kasih." Dengan begitu Pandu bangkit dari duduk, melambai singkat ke arah Sirin dan melangkah pergi meninggalkan gadis itu yang sudah menekuk wajah.

-------------- 

[15.11.2018]

Halo! Apa kabar? 

Untuk lanjutan cerita ini akan kupost di Innovel/Dreame. Jadi, buat kalian yang ingin baca cerita ini silakan mampir ke akunku TheSkyscraper ya. 

Terima kasih banyak!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top