9

Leona

Aku tidak bisa berhenti bertanya-tanya, apakah satu ciuman cukup untuk membuat seseorang jatuh cinta? Karena jika itu mungkin, kupikir aku baru saja jatuh cinta dengan Lucas. Dia sangat sempurna, baiklah dia tidak sempurna tapi setiap bagian dari dirinya menarikku, bahkan ancaman yang dengan jelas dia tunjukkan, itu membuatku tertarik setengah mati. Kemudian itu membuatku bertanya-tanya lagi, apa yang sebenarnya dia sembunyikan? Sesuatu tentang pekerjaannya? Atau sesuatu yang lebih buruk? Apa pun itu aku tidak terlalu memikirkannya saat ini. Tidak ketika kami akan pergi untuk kencan ke dua kami.

Aku keluar dari apartemen dan sekali lagi dia ada di sana. Bersandar pada SUV dan tampak menggiurkan. Apa dia harus selalu tampak seperti itu? Karena sungguh, itu tidak adil. Saat akhirnya dia melihatku mendekat, dia tersenyum. Tapi senyum itu hanya ada di bibirnya, dia tidak terlihat senang, dan bahkan aku pikir dia terlihat sedikit paranoid. Posturnya tegang, dan matanya, itu tidak berhenti untuk melihatku, dia memindai ke jalanan, lalu apartemen, tidak pernah terfokus padaku.

"Apa yang salah?" tanyaku. Jika itu karena aku hanya memakai celana jeans dan kemeja flanel, maka aku akan kembali ke dalam dan mengganti gaun. Sial! Apa aku sungguh mempertimbangkan itu?

"Kamu sendirian?" Sungguh, ini bisa membuatku jengkel. Dia dan kebiasaannya untuk menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Apakah dia akan mati jika menjawab pertanyaanku begitu saja?

"Iya. Adikku masih belum pulang, ini baru pukul lima. Dia mengatakan sesuatu tentang jam lembur untuk hari ini," jawabku.

"Oke." Dia melempar pandangan ke apartemenku sekali lagi, lalu ke arah jalanan. Apa yang dia harapkan untuk lihat? Monster naga terbang? "Ayolah," ucapnya. Dia membuka pintu untukku. Mendorongku masuk dan menawarkan senyum terpaksa sekali lagi sebelum menutup pintuku.

"Apa yang membuatmu begitu gelisah, Luke?"

"Aku tidak," jawabnya cepat. Aku tertawa, apa aku terlihat seperti gadis bodoh?

"Jangan bohong, Luke! Aku tahu ada yang salah. Sikapmu mengatakan semua itu, kamu tegang dan kamu terlihat seperti mengharapkan zombie keluar dari sudut jalanan. Jadi tolong, katakan apa yang salah?" balasku. Dia diam beberapa saat, hanya terus mengemudi.

"Aku punya semacam kejutan untukmu, tapi aku tidak yakin apakah kamu akan menyukainya."

Bukan. Dia bohong. Aku tahu itu, dan aku tidak suka dia berbohong. Dia tidak terlihat khawatir tentang kejutan yang gagal. Dia lebih terlihat seperti mengharapkan pertumpahan darah. "Kamu bodoh jika berpikir aku mudah dimanipulasi."

Dia mendesah, menggenggam tanganku dengan satu tangan, meremasnya, memohon diriku untuk percaya. "Sungguh Leo, tidak ada masalah. Semua baik-baik saja." Tapi bahkan saat dia mengatakan itu dia melirik kaca spion. Aku mengikuti tatapannya, tapi aku tidak melihat siapa pun atau apa pun mengikuti kami. Apa dia dalam masalah? Dalam pelarian? Seorang buron?

Itu konyol. Apa yang mungkin dia lakukan hingga menjadi buronan? Dia tidak, itu sesuatu yang lain.

"Kenapa kamu memanggilku seperti itu?" Dia melihat ke arahku, terlihat terkejut.

"Kamu tidak suka?"

Tidak juga. Tidak ada yang pernah memanggilku seperti itu, dan itu membuat panggilan itu terasa istimewa. Hanya untuk dia. "Bukan. Hanya saja itu terdengar seperti nama laki-laki."

Dia tersenyum, kali ini aku dapat mengatakan kalau itu tulus, dan itu membuat pipiku panas. Aku ragu, aku dapat menyembunyikan rona yang sekarang membakar wajahku. Hanya satu senyuman, tapi itu senyum darinya. Aku tahu tidak semua orang mendapat senyum seperti itu darinya.

"Aku tahu," balasnya.

"Dan kamu tetap memanggilku itu?" Dia menarik tangannya dariku. Mengambil sesuatu dari kantung kemejanya. Awalnya aku pikir itu perhiasan kalung atau gelang tapi ketika dia menyerahkannya padaku aku harus mengutuk. Itu kait rantai dari emans dengan liontin berbentuk singa, matanya berwarna merah aku pikir itu batu ruby. Tapi yang membuatku shock bukan rantai atau liontin itu. Itu hanya gantungan kunci yang sialan. Tapi kunci itu.

"Sialan! Apa maksudmu dengan ini?" Aku menggenggamnya di tanganku. Dan kupikir dia memang buronan. Dia harus menjadi buronan.

"Kejutan?" ucapnya pura-pura bodoh. Aku tidak tertawa. Bagaimana aku bisa tertawa ketika aku menggenggam benda semacam ini?

"Ini kunci Porche 911 sialan! Kamu tidak bisa memberikannya pada orang yang baru kamu kenal! Aku tidak bisa membawanya untukmu," ucapku. Alisnya naik dengan bingung.

"Itu untumu Leona. Aku ingin kamu memilikinya dan aku ingin kamu memiliki sesuatu yang lain lagi," jawabnya.

"Dengar, Luke! Aku bukan gadis yang akan menolak hadiah, jujur saja itu bukan tipeku. Tapi ini? Sial, kamu tidak tahu tentangku. Kamu tidak bisa memberiku sesuatu seperti mobil Porche sialan. Jadi aku akan bertanya sekali lagi, hati-hati dengan jawabanmu! Apa kamu serius?" Dia terlihat geli dengan ledakkanku.

"Itu untukmu Leo, kamu bisa memilikinya."

Berengsek!

"Oke. Kamu tidak bisa menarik kata-katamu. Ini milikku dan jangan harap aku akan mengembalikannya. Karena aku tidak, aku tidak akan pernah mengembalikannya ... dan aku tidak akan tidur denganmu malam ini. Kau dengar itu Luke?" Dia tertawa lepas dan kupikir aku melihat sisi lain dari dirinya lagi. Bocah laki-laki yang menciumku di gereja. Manis dan lembut, sosok dirinya yang telah terkubur, yang sudah lama dia bunuh.

"Kamu sungguh berpikir itu demi tidur denganmu?"

"Hai, kamu tidak bisa menyalahkanku karena berpikir seperti itu! Ingat saat pertama kali kamu melihatku? Kamu memberi harga tiga puluh ribu untuk tidur denganku. Jadi apa yang harus aku pikirkan tentang ini?" Dia tidak tertawa sekarang.

"Aku minta maaf," ucapnya.

Oh my! Apa aku tidak salah dengar? Apa dia barusan minta maaf?

"Apa?" ucapku dan aku langsung menyesal. Aku seharusnya tidak perlu terkejut seperti itu.

"Maaf untuk semua kata-kataku waktu itu. Itu kasar dan aku tahu itu menyakitimu Leo. Jujur saja, aku menyesal pernah mengatakan kata-kata itu padamu," ucapnya. Bagus! Sekarang aku lupa bagaimana caranya bicara. "Dan kenapa aku memanggilmu Leo, itu karena kupikir seharusnya tidak ada perempuan yang seperti dirimu. Kamu berani, cerdas, ingin tahu, itu membuatmu menarik dengan caramu sendiri. Tapi aku masih tidak mengerti bagaimana gadis seperti dirimu bisa berakhir menjadi striper di bar-ku."

Bagaimana aku harus menanggapi ini? Aku siap dengan rayuan seksual tapi pujian seperti ini? Aku tidak tahu.

Aku tertawa dengan canggung. "Jadi apa kamu pikir aku lebih cocok menjadi laki-laki?"

Dia menggeleng dan tersenyum melirikku dengan tatapan pemangsanya. Purutku tiba-tiba berkibar dipenuhi kupu-kupu yang beterbangan, kulitku merinding seolah arus listrik baru saja melaluinya. Dia jelas memiliki efek yang mengerikan untuk tubuhku. "Tidak dengan wajah cantik seperti itu," ucapnya. Dia masih tersenyum sampai itu menghilang saat dia melirik ke kaca spion dan mulai mengumpat, "Sialan! Menunduk Leona!" Dia mendorong punggungku, hingga kepalaku praktis berada di lututku.

"Hell! Apa yang kamu lakukan Lucas!" Aku melawan tangannya dan kemudian aku pikir aku pasti sedang bermimpi atau jika tidak aku pasti membayangkannya. Karena saat itu satu peluru menembus kaca belakang SUV. Aku yakin aku berteriak sangat keras detik itu. Lucas menginjak pedal gas dan sekali lagi mendorongku untuk membungkuk.

"Tetap di posisimu! Cobalah untuk melepaskan sabuk pengamanmu dan berjongkok di bawah," ucapnya. Aku tidak dapat berpikir, aku menggigil ketakutan dan kupikir ini dia kematianku. Jantungku menggedor sangat keras seolah mereka mencoba untuk melompat keluar dari tenggorokanku. Meninggalkanku untuk mati.

Ayo Leona! Kamu tidak bisa panik di saat seperti ini! Kamu perlu tenang, kamu perlu berpikir, kamu perlu melakukan itu jika kamu ingin hidup. Jadi aku menarik napas seperti yang selalu aku katakan pada Lea ketika dia panik. Udara membanjiri paru-paruku, tanganku masih gemetar tapi aku dapat berpikir lebih baik. Oke, sekarang lepas sabuk pengamanmu! Aku melakukannya, dan begitu aku bebas aku berjongkok di bawah. Tapi kemudian kesadaran lain menghantam kepalaku. Lucas akan menjadi sasaran yang sangat bagus. Tepat ketika aku memikirkan itu, peluru lain mendesing, menghantam mobil kami.

"Ada Baretta di laci dashboard, ambil itu, Leona!" perintahnya. Suaranya tegas dan kuat, seolah dia tahu pasti apa yang sedang dia lakukan. Tapi aku tidak tahu apa pun, aku tidak tahu apa yang terjadi, siapa mereka, dan kenapa mereka menembak kami? Sial! Mereka sungguh menembak kami! Ini lelucon yang buruk! Dan aku tidak berpikir ini saat yang tepat untuk berdebat atau bertanya. Jadi aku membuka laci seperti yang dia katakan, dan benar aku menemukan Baretta di sana, lalu kepalaku kembali berputar. Kenapa dia memiliku pistol di mobilnya? Orang macam apa dia? Dan masalah apa yang sedang terlibat denganku?

"Kamu tahu cara menggunakannya?" dia bertanya dengan praktis. Aku ingin menyindir itu tapi kemudian tidak, karena peluru lain menghancurkan kaca belakang kami. Sial! Apa mereka sungguh ingin membunuh kami?

Aku mengangguk pada Lucas, mengonfirmasi kalau aku tahu caranya. Ini pistol otomatis, aku pernah belajar dengan Robbie dulu, yah meskipun aku tidak pernah mengenai sasaran. Ini harus berbeda karena sial! Nyawaku yang jadi taruhan. Jadi aku mengintip ke belakang, membidik semampuku dan melepaskan tembakan. Suara berdenging di telingaku, aku harus mengutuk kurangnya peredam, ini mungkin akan menarik perhatian. Dan lagi aku harus mengutuk karena sasaranku melenceng jauh. Lucas membuat belokan tajam, membuat kepalaku terantuk pintu dan aku mengumpat sekali lagi.

"Yah, manuver yang bagus, Mr. Sylvester!" sindirku.

"Bidikan yang mengagumkan Leo," balasnya tak kalah sinis. Aku mengabaikan itu. Dan sekali lagi aku mengintip ke belakang, mobil itu masih mengikuti kami, Van hitam dengan dua orang yang menggunakan penutup muka. Aku tahu aku tidak akan pernah bisa membidik dua orang itu tapi aku pikir aku bisa memperlambat mereka.

Jadi aku naik ke kursiku untuk mendapat pandangan yang lebih baik. Lucas menggeram di kursinya. "Sialan Leona! Apa yang kamu lakukan? Kembali menunduk! Apa kamu mencari maut?"

Peluru kembali berdesing di udara, Lucas kembali melakukan manuver sialan hingga aku hampir jatuh ke belakang dan jika itu terjadi, dapat dipastikan kepalaku akan mendapatkan benturan terbaik dengan dashboard. Untungnya aku mendapat pegangan di sandaran kursi dan tetap bertahan di posisiku. Lebih banyak umpatan dari Lucas. Aku mengabaikannya lagi dan membidik, kali ini ke bawah. Peluru meninggalkan Baretta, suara tembakan pecah di udara. Dan saat peluruku mengenai sasaran, roda Van itu pecah. Mereka kehilangan kendali dari mobil mereka untuk beberapa saat, tapi orang yang membawa pistol kembali menembak. Aku merunduk hanya beberapa detik sebelum peluru menembus tempat yang tadi adalah kepalaku.

"Sial Leona! Kamu akan membuatku terkena serangan jantung!" bentak Lucas.

"Mereka tidak berhenti!" bentakku balik. Adrenalin membanjiri darahku saat ini, jadi itu membuatku lebih mudah mengatasi situasi saat ini, karena jika tidak aku hanya akan gemetar dan menggigil.

"Kita hampir mencapai jalan utama, mereka tidak akan menembak dan mengambil kemungkinan menarik perhatian pada mereka," kata Lucas. Dan seperti yang dia katakan begitu kami melewati tikungan dan masuk ke jalanan yang berdenyut dengan kehidupan, Van itu menghilang.

Lucas menghentikan mobil. Aku masih merunduk dan menggenggam Baretta dengan erat di tanganku. Awalnya aku hanya terengah-engah tapi kemudian itu berubah menjadi isak tangis. Air mata banjir ke wajahku, aku gemetar, ketakutan. Dia mengambil Baretta dari tanganku, menyimpannya lagi di laci dashboarh, kemudian lengannya meraihku, menarikku seakan aku tidak memiliki beban dan dia mendudukkanku di pangkuannya. Dia memelukku erat, mengusap rambut dan punggungku. Aku masih belum bisa menghentikan serangan air mataku.

"Tidak apa-apa, kita akan baik-baik saja," dia berbisik di telingaku. Mencium dahiku dengan lembut seperti aku adalah anak kecil yang sedang ketakutan. Sial! Aku lebih dari ketakutan! Ada yang mencoba membunuh kami, mereka mempunyai pistol dan mereka menembak! Astaga! Mereka benar-benar menembak SUV kami! Kamu bisa percaya itu?

"Siapa mereka? Apa yang mereka inginkan? Kenapa mereka menembak kita? Siapa kamu? Dan masalah macam apa yang kamu bawa?" bentakku. Setelah semua ketakutan itu merada, aku hanya memiliki kemarahan. Sangat marah dan aku tidak akan ragu untuk mengambil kenbali Baretta dan mengancam Lucas jika dia tidak menjawabku kali ini.

"Tenang Leo! Kamu perlu tenang," ucapnya. Aku tertawa gila seperti psico. Bagaimana dia mengharapkan aku tenang setelah semua itu?

"Jawab aku Lucas!" Aku memberikan penekanan di setiap kata yang keluar dari mulutku.

"Oke. Aku akan jelaskan semua tapi tidak di sini. Kamu jelas kacau dan perlu menenangkan dirumu," ucapnya. Dia mencoba untuk menciumku lagi, membuat tubuhku yang masih menggigil menjadi lebih relaks. "Kamu butuh teh atau sesuatu semacam itu."

"Satu-satunya hal yang aku butuhkan adalah penjelasan, Mr. Sylvester!" balasku. Dia tidak mungkin berharap aku akan melepaskan ini begitu saja, kan?

"Baik. Tebakanku, mereka adalah orang-orang Bratva. Kenapa mereka ingin membunuh kita? Katakanlah aku punya banyak masalah dengan mereka."

Aku memotongnya di situ, "Maksudmu mereka anggota Mob Rusia? Kenapa kamu berurusan dengan mereka? Apa kamu agen pemerintah?"

Dia tertawa. Apa yang lucu sekarang? Kita hampir mati! Aku ingin meneriakan itu padanya.

"Apakah aku terlihat seperti orang baik Leona?" tanyanya.

Kemudian semua peringatan itu kembali padaku. Berdering dengan keras. Dia berbahaya. Dia orang yang berbahaya. Napasku berubah menjadi cepat, sekarang apa? Apakah dia akan membunuhku?

"Siapa kamu Lucas?" Udara tegang di antara kami, dia menatapku. Mata abu-abunya terlihat lebih gelap saat ini. Dia terlihat mengerikan tapi itu tidak menyingkirkan perasaan nyeri di antara kakiku. Aku yakin ada yang salah dengan otakku.

"Apa sekarang kamu takut denganku, Leo?" suaranya dalam. Itu dimaksudkan untuk mengancam tapi itu menghidupkanku. Setiap saraf dalam tubuhku menggeliat hidup dengan gairah.

"Apa aku harus takut padamu?" Suaraku gemetar dan aku tidak yakin apakah itu karena takut atau karena aku sangat menginginkannya saat ini.

"Tidak. Kamu tidak perlu takut, aku tidak akan menyakitimu. Aku bersumpah dalam darahku." Dia menggulung lengan kemejanya menunjukkan kulitnya yang robek berdarah karena tergores salah satu peluru. Aku bahkan tidak menyadari itu sebelumnya. "Jangan takut padaku, aku mohon."

Seperti itu, aku tidak ingin takut padanya. Aku mendorongnya bersandar ke punggung kursi dan aku mulai menciumnya. Bibirnya panas seperti api saat bersentuhan dengan bibirku. Tanganku meringkuk di rambutnya, aku ingin memiliki ciuman ini. Tunjukkan padanya apa yang aku rasakan saat ini. Saat lidahku membelai bibirnya, dia menggeram jauh di dalam dan aku mencintai suara itu. Lengannya tidak lagi diam, dia menarikku lebih dekat ke arahnya dan bibirnya membalasku dengan kejam. Tidak ada ciuman lembut dan manis saat ini. Itu panas dan dipenuhi oleh gairah kami. Tangannya meluncur ke pahaku, dan aku menyesal tidak memakai gaun saat ini. Celana jeans adalah neraka!

"Tidak Leona. Tidak seperti ini." Dia berhenti menciumku, menahanku hanya untuk bertemu dengan mataku. "Aku menginginkanmu tapi aku tidak akan membawamu di mobil. Kamu berbeda, kamu pantas mendapatkan yang jauh lebih baik dari ini. Aku tidak bisa."

Oh, betapa manis itu.

"Aku tidak berniat untuk seks! Itu hanya ciuman. Dan aku rasa kencan kedua kita belum selesai, aku yakin beberapa peluru tidak akan mengacaukan kencanku. Jadi kemana kamu akan menbawaku?"

Aku puas saat dia kehilangan kata-katanya. "Lucas, kamu tidak berpikir beberapa tembakkan akan membuatku menyerah, kan? Kita masih harus menyelesaikan kencan ke dua dan kemudian kencan ke tiga. Lalu aku akan mempertimbangkan untuk tidur denganmu atau tidak."

Dia tertawa. "Kamu gadis gila! Tapi kurasa aku suka gadis gila!"

"Yah, dan aku suka pria yang sedikit berbahaya. Aku pikir kita akan cocok," balasku menggodanya.

"Aku anggota mafia. Bukan agen pemerintah. Aku bukan pria yang baik Leona," ucapnya kembali serius. Itu seperti dia kembali pada bisnis.

Oke. Itu sedikit mengejutkan. Tapi aku masih berpikir dia tidak jahat seperti yang dia tunjukkan. Sekarang petanyaannya apakah aku akan melibatkan diriku lebih jauh?

"Yah, aku yakin aku bisa menangani itu juga. Kecan dengan mafia, itu tidak terdengar terlalu buruk, bukan?" balasku. Aku tahu aku bodoh, tapi aku tidak peduli.

"Harusnya aku membuatmu lari, tapi maaf aku tidak sebaik itu. Aku tidak ingin melepaskanmu Leo. Aku ragu aku akan menemukan gadis seperti dirimu lagi." Aku menyeringai dan bergeser untuk duduk di kursiku lagi.

"Kalau begitu jangan lepaskan aku, Luke!"

Jangan pernah melepaskanku karena aku tidak ingin lepas darimu.

***TBC***

Oke mulai ada action-nya dikit. Gimana menurut kalian? Payah bangetkah?

Kasih tahu perasaan kalian di sini, please ^^

Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top