18
Leona
Aku mengetik sebuah nama pada mesin pencari di notebook-ku. Sedikit paranoid karena dalam satu malam adikku bisa bersama seorang pria. Dia belum bersamanya, aku mengingatkan diriku. Tapi aku baru saja memanggil Lea dan aku yakin telingaku tidak salah mendengar erangan dari film—Tuhan tahu apa yang dia tonton. Itu aneh untuk Lea. Tapi itu mungkin perkembangan yang bagus, dia praktis mengisolasi dirinya dari pria selama tiga tahun ini. Jadi dia mungkin benar-benar akan pulih jika dia tidak mengernyit setiap ada di sekitar pria.
Aku mengklik search dan banyak hasil pencarian tentang Archer Black muncul. Aku mengklik lagi, membaca sekelas dan tidak menemukan sesuatu yang aneh tentang dia kecuali orang tuanya bercerai saat dia masih muda dan adiknya yang sedikit bermasalah. Tidak ada rumor tentang hubungannya dengan wanita untuk saat ini dan aku serius tidak menemukan satu pun foto dirinya dengan seorang wanita. Aku mendesah, mungkin dia pria yang baik, mingkin dia bisa membantu Lea pulih dari traumanya. Aku baru akan mengklik lebih banyak hasil pencarian saat ponsel di dekat kakiku bergetar. Aku melihat Id di layar dan tersenyum tanpa sadar.
"Hai?" ucapku.
"Kau baik?" Aku memutar mataku, karena serius! Itu pertanyaan pertama yang selalu dia tanyakan tiap dia membuat panggilan.
"Tidak memiliki lecet di tubuhku, Luke. Tapi aku sakit dan panas untukmu." Aku hampir bisa mendengar napasnya yang berubah menjadi dangkal. "Kau akan datang malam ini?"
"Tidak Leona, aku harus membereskan beberapa urusan." Aku sedikit tersendat di napasku. Urusan? Apa itu tentang tunangannya?
Aku tidak ingin cemburu, serius. Tapi itu sulit untuk melihat priamu bertunangan dengan wanita lain. Plus aku tidak bisa melakukan apa pun tentang itu.
"Oh, aku mengerti." Aku mengucapkan itu tapi nadaku jelas terpotong dan sakit. Dia harus menyadari nada itu karena dia mendesah di ujung sana.
"Ini tidak ada kaitannya dengan Val."
"Aku tidak memikirkan itu," desisku. Membela diri karena aku tidak ingin dia berpikir aku gadis posesif yang menjengkelkan meski mungkin aku adalah itu.
"Yah kamu tidak." Sarkasme di suaranya terlalu jelas tapi aku membiarkan itu lewat.
"Ada apa? Kamu tidak mungkin memanggil hanya untuk mengobrol denganku, bukan? Atau kau ingin telepon seks yang panas?"
"Aku mungkin ingin Leona ...," suaranya menggoda dan aku mendorong punggungku ke sofa, mendongak untuk melihat ke langit-langit, "tapi aku berada di sebuah van dengan dua orang pria dan aku serius tidak ingin mereka mendengarmu mengerang."
"Apa itu nada 'kau milikku sialan' di sana? Karena kamu serius berurusan dengan wanita yang salah jika 'ya' Luke. Aku melakukan apa yang aku mau."
"Aku tahu itu dengan baik." Aku mendengar suara ban-nya berdecit di latar belakang dan Luke sedikit terputus.
"Kau baik?"
"Hanya tikungan," jawabnya tapi dia jelas tegang. Kami diam sebentar sebelum dia melanjutkan, "Adikku ingin bertemu denganmu. Dia seharusnya berada di sana sekitar—saat ini."
"Serius? Sial! Kenapa kau baru memberi tahuku?" desisku.
"Santai Leona, dia hanya ingin bicara dan melihatmu."
"Kau seharusnya memberi tahuku lebih awal! Jadi aku bisa bersiap! Aku bahkan hanya mengenakan piyama saat ini." Tepat di saat itu ada bunyi di pintu dan aku mengetuk. "Sialan Luke! Aku pikir itu dia!"
"Pergi tenang Sayang, dia hanya adikku," ucapnya. Aku menghela napas dan mendesah.
"Yah baiklah. Aku sebaiknya menemuinya sekarang dan tidak membuatnya menunggu lebih lama. Sampai jumpa lagi, Luke, dan aku mungkin akan membunuhmu saat itu," desisku. Dia hanya terkekeh dan membiarkan sambungan itu berakhir.
Sialan! Aku mengutuk lagi dan terbang untuk membuka pintu. Lalu aku membeku. Ada dua pria yang berdiri di depanku yang satu mungkin berada di akhir lima puluhan sementara yang lain terlihat mungkin dua atau tiga tahun lebih muda dari Lucas tapi dari mata abu-abu mereka aku harus mudah untuk menebak siapa mereka.
"Miss White?" ucap pria yang lebih tua. Aku mencoba untuk tersenyum tapi itu sulit saat orang yang kau ajak bicara hanya memasang wajah pahit yang abadi. "Bisa kami masuk?"
"Tentu, Mr. Sylvester. Aku yakin ini properti milik putramu," balasku. Aku bergeser memberinya jalan dan melirik pria lain yang harus menjadi adik Lucas. Dia terlihat gelisah tapi masih tidak mengatakan apa pun, hanya bergerak untuk mengikuti ayahnya. "Anggur?" tanyaku saat mereka duduk di sofa. "Luke punya Chardonnay yang sangat bagus yang dia simpan di sini."
"Aku yakin itu akan sempurna, Miss White," jawab ayah Luke, aku tidak yakin dia senang aku menawarkan apa yang ada di sini seolah ini milikku. Sementara itu adik Luke hanya mengernyit tidak yakin dengan tingkahku.
"Leona. Panggil aku Leona, Miss White sedikit terlalu ... formal," ucapku dan aku menghilang ke dapur. Mengambil beberapa gelas dan sebotol chardonnay yang aku janjikan. Saat aku kembali, mereka berdua lebih tegang dari kawat telepon. Aku meletakkan gelas di meja, membuka sumbat gabus dan menuang untuk kami bertiga. Lalu aku duduk dengan keanggunan sebanyak yang bisa dimungkinkan piyamaku. Ini benar-benar tidak adil saat ayah Luke memakai setelan jas lengkap. Setidaknya adik Luke juga hanya memakai jeans dan kaus casual. "Jadi Anda ayah Luke? Dan kamu ...." Aku melihat ke yang lebih muda.
"Gabriel."
"Adik Luke?" ucapku, menjaga nadaku tetap santai.
"Benar."
"Sayangnya Luke tidak sedang berada di sini, jika kalian—"
"Aku di sini untuk bicara denganmu, Leona," ucap Mr. Sylvester. Dia mengucapkan namaku dengan nada remeh yang jelas, seolah aku hanya permen karet di sepatunya yang perlu dia singkirkan. Jadi aku memberinya senyum termanisku.
"Suatu kehormatan kalau begitu," balasku. Gab menaikkan alisnya, mungkin bertanya-tanya apa yang ada di kepalaku. Aku sendiri juga tidak tahu.
"Tahukah kamu kalau Lucas sudah bertunangan?" Dia minum dari gelasnya, melirikku dengan tepi matanya mungkin mengharapkan aku akan terkejut.
"Lucas sudah memberi tahuku. Bukankah perjodohan itu sedikit kuno Mr. Sylvester?" Aku minum anggurku sendiri, berharap aku mengenakan gaun terbaikku dan berada di heel lima inci yang akan membuat aku lebih percaya diri.
"Dan kau masih bersamanya? Bukankah itu sedikit," dia memutar gelasnya, membuat cairan di dalamnya teraduk, "tidak pantas?"
"Luke mencintaiku. Dia tidak menginginkan pernikahan itu." Gab memberiku pandangan peringatan, seolah aku seharusnya tidak mengatakan apa yang baru saja aku katakan.
"Ayolah Leona, aku yakin kamu gadis yang cerdas. Apa kamu benar-benar percaya Luke mencintaimu? Dia sudah bersama banyak wanita sebelum kamu, apa yang membuatmu berpikir kamu istimewa?" Aku tertawa, pura-pura kalau perkataannya sama sekali tidak mempengaruhiku.
"Aku yakin Luke tidak membawa setiap gadis yang dia kencani ke Cathedral of Christ the King untuk ciuman pertama mereka. Aku juga yakin dia tidak membuat gadis itu tinggal di apartemen yang dulunya milik ibunya, aku juga yakin Luke tidak pernah mengatakan kata cinta pada mereka. Apa yang Anda inginkan Mr. Sylvester? Kau ingin aku meninggalkannya?"
Dia sepertinya terkejut dengan keberanianku, dan aku menarik lebih banyak senyum dan percaya diri.
"Luke membawamu ke Cathedral?" tanya Gab. Aku mengalihkan pandanganku padanya dan mengangguk.
"Tepat setelah kencan pertama kami."
"Aku tidak peduli jika dia mencintaimu Miss White! Atau jika dia ingin bersamamu. Aku hanya mau kamu pergi dan kamu akan!" desis Mr. Sylvester.
"Maafkan aku, tapi aku hanya akan pergi ketika Lucas tidak menginginkanku lagi. Aku bersumpah kalau aku tidak akan menjadi pihak yang menyerah. Apakah itu artinya Anda akan membuat peluru bersarang di kepalaku?" Aku mengangkat daguku tinggi dan meskipun aku yakin pria itu menyimpan setidaknya satu pistol di sakunya aku masih mempertahankan kontak mataku sebagai tantangan.
"Ayah jangan! Kamu tahu Luke akan mengacaukan segalanya jika kamu melakukan itu," ucap Gab tenang saat ayahnya jelas hampir meledak. Buku-buku jarinya putih saat dia meremasnya, mungkin dia membayangkan meremas leherku saat itu.
Aku bertanya-tanya apakah Gab yang memberi tahu ayah Luke tentang aku atau dia tahu dengan cara lain. Dari kegelisahan Gab aku pikir ini juga bukan yang dia harapkan.
"Apakah kita jelas?" ucupku. Dia berdiri dan mata abu-abunya yang dingin menahanku.
"Pergi sebelum kamu menyesal," ucapnya dan dia pergi. Aku membeku masih merinding dari cara dia melihatku dengan penuh kebencian.
"Yah, jadi beri tahu aku, apa ini?" ucapku pada Gab yang masih tinggal dan bukannya mengikuti ayahnya. Menjatuhkan kepalaku ke sandaran sofa dengan malas, aku melempar pandangan tidak bersahabat padanya.
"Ayahku mengikutiku saat aku datang ke sini dan sekarang aku pikir semuanya bisa jadi lebih kacau. Katakan hello pada neraka. Dan Luke mungkin akan membunuhku." Dia menenggak anggurnya pada akhirnya dan melempar kepalanya ke belakang dalam prosesnya. "Kau tahu apa? Kau gila karena bicara seperti itu pada Capo Atlanta! Sial! Tapi sekarang aku mengerti kenapa Luke menyukaimu. Kamu gadis gila dengan lidah tajam. Aku akan memberimu itu!"
"Persetan denganmu! Berapa besar peluangku untuk hidup sekarang?" Aku mengambil botol dan minum langsung darinya lalu aku menawarkan itu pada Gab dia menerimanya dan minum.
"Tidak bagus," jawabnya. Dia mengoper kembali botol padaku.
"Baiklah," ucapku dan aku minum lagi. Aku jelas butuh mabuk.
***TBC***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top