15
Tadi sore ketiduran, bangun udah hampir tengah malam dan baru bisa ngetik dan publish sekarang. Happy Reading ❤❤
Leona
Ini bukan yang aku rencanakan.
Aku tidak bisa terjebak di bawah tubuhnya lagi, aku tadi bahkan sudah melanggar satu peraturan. Aku menangis di mana seharusnya aku tidak, tapi ini? Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi dengannya, tidak bisa mendengarkannya menjelaskan karena aku pasti akan menjadi gadis bodoh. Jadi aku memberontak, menulikan telingaku, dan terus berpikir betapa berengseknya dia.
"Leo! Hentikan!" Dia mencengkeram bahuku, menekanku ke kasur. Aku tentu saja tidak melakukannya. "Aku hanya ingin kau mendengarkan."
Dan aku sama sekali tidak ingin mendengar, sialan!
Aku mencoba mendorongnya, untuk berguling tapi Lucas dibentuk oleh kemuliaan otot dan ketika dia memutuskan untuk tidak goyah maka itu tidak. Dia menahanku, dadanya yang masih telanjang menekan putingku yang hanya dibatasi kain gaunku, membuatnya kembali terasa tegang. Sial! Aku benar-benar tidak bisa membiarkan ini, aku harusnya menendang patatnya bukan bergairah untuknya. Seberapa pun cantiknya dia.
"Leo, kumohon! Aku ingin kamu," ucapnya. Dan bibirnya begitu dekat dengan telingaku praktis menyentuh daun telingaku saat dia bicara. Aku gemetar karena sensasinya, kenapa tubuhku tidak mau mendengarkanku?
"Kamu sudah mendapatkanku!" desisku. Aku marah dan aku ingin mencabiknya, hancurkan dia jika itu mungkin. "Seks dariku dan sekarang itu selesai. Kau dan aku selesai! Tidakkah kau mengerti itu?"
"Leo," desahnya. Suaranya membelaiku seperti sutra, dan ada begitu banyak di dalamnya. Penyesalan, takut, cinta? Tidak. Aku tidak bisa membiarkan diriku peduli lagi padanya, pria ini berengsek dan aku benci pria berengsek. Titik.
"Berhenti memanggilku seperti itu! Itu menjengkelkan saat namaku terdengar seperti nama laki-laki!" Aku bohong, tapi pada titik ini aku akan mengatakan apa pun untuk bisa pergi darinya.
"Baik Leona!" Aku juga tidak bisa mendengarnya mengucapkan namaku, semuanya terdengar seperti buaian manis. Tuhan! Rencananya sekarang seharusnya aku keluar dari sini dan bebas menangis sebanyak yang aku mau. Ini tidak ada dalam rencana.
"Jangan mengucapkan namaku juga!" bentakku.
"Kamu sama sekali tidak berniat mendengarkan, bukan?" ucapnya.
Tentu saja tidak!
"Tapi aku ingin kamu mendengarkan Leona, memaafkanku, dan mengatakan padaku kalau itu tidak apa-apa. Kita baik-baik saja dan kau akan tinggal."
Apa dia gila?
"Aku tahu aku gila."
Apa dia mulai bisa membaca pukiranku? Itu sedikit menakutkan karena jika dia bisa, dia akan tahu bagaimana aku menginginkan bibirnya begitu buruk. Bukan berarti aku memaafkan dia, itu hanya respon normal seorang wanita saat dihadapkan dengan bibir seperti itu!
"Kamu bertunangan, Luke!"
Dia menutup matanya, terlihat benar-benar kesal.
"Aku tahu!" dengusnya.
Itu dia. Dia tahu dan tetap ingin meniduriku.
"Biarkan aku pergi!" Aku mencoba menendangnya dengan kakiku tapi pahanya dengan efektif menahan kakiku sekarang. Tubuh telanjangnya menempel padaku, dan aku dapat merasakan ereksinya keras di perutku.
"Tidak akan!"
"Kau berengsek!"
"Aku tahu!"
Oke, dia tahu kalau dia berengsek jadi tidak perlu mengatakan yang sudah jelas.
"Kau ingin seks lain dariku!" desisku. Aku tidak tahu mengapa mengatakan itu tapi itu berhasil membuatnya kesakitan dan pegangannya di lenganku mengendur.
"Berhenti mengatakan tentang seks, Leona!"
"Kanapa? Hanya itu yang kamu inginkan dariku. Simpan calon istrimu yang manis dengan aman dan kacaukan gadis bodoh itu. Dia bisa jadi rahasia kecil kotor yang disimpan di apartemen. Datangi dia ketika kau ingin seks! Itu artinya aku untukmu, 'kan?"
Dia gemetar dan mata abu-abunya jadi lebih gelap. Aku tahu itu berhasil membuatnya marah, tercabik, itu menyakitinya.
"Berhenti membicarakan dirimu seperti itu!" desisnya di sela napasnya yang pendek. Aku tertawa.
"Seperti apa? Luke, kau bodoh jika berpikir aku akan merengek untuk berada di bawah kulitmu!" Dia menggeleng dan aku benci saat bibirnya menutup bibirku. Menciumku dengan sangat manis dan lidahnya yang pintar menyelinap masuk ke mulutku saat aku tidak sadar mengerang untuk ciuman kami.
Leona, kau bodoh! Gigit dia, buat ini berhenti! Kamu tidak ingin bibirnya lagi!
Tapi aku hanya membalas ciumannya, aku ingin dia, itu masih. Aku ingin dia menginginkanku, memujaku dalam permohonan, aku mau pria ini. Tapi dia milik gadis lain.
"Aku cinta kamu," ucapnya saat bibirnya meninggalkan bibirku.
Mataku melebar. Dia tidak bisa mengatakan itu! Dia tidak diizinkan menggunakan kata C besar itu padaku saat dia menyelipkan cincin ke jari gadis lain! Aku benar-benar harus keluar dari ini. Perlahan aku membiarkan tubuhku meleleh di dalam pelukannya. Berpura-pura kalau aku kalah dan dia menang, berpura-pura aku luluh dan akan mendengarkan.
"Leona, aku tidak punya pilihan," mulainya dan perlahan dia mengangkat tubuhnya meski kakinya masih menahanku.
"Selalu ada pilihan," ucapku datar.
Dia menatapku dengan mata seperti anak kecil yang mencari harapan. Tuhan! Aku tidak bisa melihat sisi ini darinya! Dia harus menjadi berengsek dan bersalah, bukan putus asa dan bingung!
"Benarkah?" tanyanya, seolah dia mengharapkan aku untuk meyakinkannya.
"Tentu saja," jawabku dan aku benci diriku sendiri saat dihadapkan dengan tampilan seperti itu. Itu mengingatkanku terlalu banyak pada Lea. Putus asa dan haus untuk kasih sayang.
"Aku tidak tahu Leona, di duniaku pilihan adalah suatu kemewahan," ucapnya. Dia akhirnya berguling ke samping dan menarikku untuk memelukku dengan erat. Dia beraroma pria dan seks dan sedikit keringat. Itu membuat otakku lumpuh. "Aku tidak pernah diberi pilihan."
"Kalau begitu buat. Jika tidak ada yang memberimu pilihan, maka ciptakan sendiri pilihan untukmu." Aku harusnya memberontak lagi, aku seharusnya marah padanya bukan bersimpati.
"Membuatnya?" Dia bertanya seolah dia sungguh memikirkan itu dengan keras.
"Ya," jawabku.
"Benar dan aku memilih kamu. Aku mau kamu Leona." Dia mengabur hidungnya di rambutku, mencium seolah aku udara yang membuatnya hidup.
"Aku tidak bisa," ucapku tercekik. Aku tidak mungkin memaafkan dia.
Dia menarik wajahku menjauh, melihatku dengan mata tersesat. "Kamu bilang selalu ada pilihan, Leona." Dia hampir terdengar merengek.
Oh, Luke-ku yang malang. Detik itu aku tahu dia serius tentang kata C besar.
"Aku tidak merebut pria milik wanita lain," jawabku.
Dia menggeleng. "Kamu tidak mengambilku dari siapa pun. Dia tidak menginginkanku."
Aku tertawa dengan masam. "Benar. Kalian tidak saling menginginkan dan kalian bertunangan. Sangat masuk akal."
"Itu benar, Leona. Valerina tidak ingin ini sama banyaknya denganku."
Ahh, namanya Valerina. Nama yang cantik. Apa dia pirang sepertiku?
"Aku tidak idiot!" Aku harusnya mengucapkan itu dengan murka tapi itu berakhir seperti aku merajuk.
"Ini hanya bisnis. Pernikahan kami sepenuhnya hanya karena bisnis. Jika aku menikah dengan Val, Atlanta akan punya hubungan baik dengan The Outfit. Kami akan punya lebih banyak sekutu, itu membuat kami lebih kuat. Bahkan adikku melakukan hal yang sama, lebih buruk malah."
Bisnis? Apa ini semacam perjodohan konyol?
"Adikmu?"
"Gabriella, dia menikah dengan Capo dari New York saat dia masih delapan belas tahun. Dan pria itu sudah empat puluh empat tahun saat itu. Dua puluh enam tahun lebih tua, itu karena ayahku bajingan sakit."
Tuhan! Itu mengerikan!
"Leona tolong jangan tinggalkan aku. Jika ada wanita yang aku inginkan itu kamu, hanya kamu, aku mencintaimu." Aku memejamkan mataku dan menggeleng.
Aku tidak bisa.
"Aku menolak untuk menjadi rahasia kecil kotor yang kamu simpan. Aku tidak bodoh dan tidak berniat menjadi bodoh. Aku tidak bisa menunggumu di rumah, menjadi haremmu yang berharap kamu akan berkunjung sementara kamu menikahi gadis lain. Itu mustahil Luke! Aku ingin cinta tapi aku juga ingin lebih. Cinta tidak cukup untukku."
Dia memeluk dan mencium dahiku. Napasnya yang berat berkibar di kulitku.
"Tidak, tentu saja kamu tidak bodoh. Karena itulah aku mencintaimu. Kamu tidak seperti gadis mana pun yang pernah aku temui." Dia melihat ke mataku, keyakinan yang ada di dalamnya membuatku mabuk. "Aku akan mencari cara, aku janji Leona. Jika aku menikah dengan seorang gadis. Itu harus menjadi kamu."
Ohh, itu sangat manis untuk dikatakan tapi aku butuh lebih.
"Aku perlu bukti, Luke. Aku akan menunggu karena aku tidak ingin menjadi pihak yang menyerah untuk kita. Dan asal kamu tahu, aku pikir aku juga mencintaimu."
Dia mendengus dengan tawa. "Pikir?"
Aku mengedikkan bahuku dan menyeringai. "Aku masih harus menimbang beberapa hal mengingat kamu bertunangan."
"Sangat penuh perhitungan. Aku suka itu dari gadisku."
Malam itu aku bercinta lagi dengannya dan bahkan meski sebagian otakku menjerit kalau aku bodoh, aku masih tersenyum dalam gelembung kecil kebahagiaanku. Dia memperjuangkanku, itu harus dihitung tapi aku harus menjaga hatiku dengan armor baja yang kuat. Aku tidak bisa memberikan semua padanya saat dia memiliki kemungkinan penuh untuk menghancurkannya.
***TBC***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top