14
Double up!!! Vote dan komen okey ^^
Lucas
Aku menarik jaket dan meraih kunci mobilku begitu Valerina dan keluarganya meninggalkan aula hotel. Aku harusnya datang ke rumahnya untuk pertunangan kami tapi sepertinya Ayahku bahkan tidak cukup percaya untuk masuk ke sarang The Outfit. Sejujurnya aku juga tidak. Jadi itu terjadi di salah satu hotel pinggiran Chicago. Bagus untukku.
"Apa kau gila?" ucap Gab saat aku berjalan ke pintu keluar.
"Mungkin," balasku. Leona memintaku datang, dan aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku sudah mengabaikan dia dalam satu minggu, aku tidak bisa mengabaikan dia lagi.
"Kemana kau akan pergi?"
"Apartemen lama Ibu," jawabku dan aku masuk ke dalam mobil mengabaikan Gab yang memandangku dengan aneh.
Saat aku sampai ke lobi, Homer ada di sana. Dia berdiri dan mengangguk padaku, aku hanya terus berjalan ke elevator, ke lantai teratas. Aku memasukkan pin dan pintu terbuka di dapanku.
"Leona?" Aku masuk, mencari gadis yang membuat mingguku terasa seperti neraka. Rasanya aku ingin mati tiap kali mengingatnya, memikirkan bagaimana dia akan ingin membunuhku jika dia tahu tentang Val.
"Di sini." Dia berteriak dari arah dapur, aku berjalan ke sana dan menemukan dia duduk di depan meja bar dengan gaun silver sialan dan gelas berisi scotch. Dia tidak terlihat mabuk tapi aku yakin dia sudah mengambil satu tembakan. "Kau benar-benar datang, aku pikir kamu tidak akan muncul, Luke."
Dia berdiri, mengambil satu gelas lain yang sudah terisi scotch dan berjalan ke arahku. Senyumnya lebar dan cara bulu matanya mengipasi pipinya sangat cantik, itu membuat efek kerlip pada mata hazelnya. Lalu mataku menemukan bibirnya yang dipulas dengan lipstik merah merona. Aku ingin bibirnya, sial! Beberapa jam lalu aku menyelipkan cincin ke jari gadis lain, menciumnya, dan tidak merasakan apa pun. Lalu sekarang aku ingin mati untuk bibir ini.
"Apa yang kau lakukan?" ucapku. Dia hanya mengedipkan bulu matanya lagi. Jelas tahu bagaimana itu membuatnya terlihat menggoda.
"Ayo kita minum, kau suka scotch, 'kan?" Dia menyerahkan gelas penuh padaku dan menenggak habis miliknya sendiri. Hidungnya mengernyit saat cairan keras itu melewati tenggorokkannya. Apa yang salah?
"Kita bisa minum anggur," ucapku. Dia tertawa. Tawa yang cantik, tawa yang membuat jantungku terasa hangat.
"Tidak. Tidak. Malam ini sepenuhnya tentangmu, Lucas. Kamu tidak tahu bagaimana kamu sudah membuatku merasa gila, sangat gila," ucapnya. Dia menyentuh lenganku, dalam gerakkan erotis yang lambat lalu perlahan dia melepas ritsleting jaketku. "Kau memakai tuxedo? Apa kau baru saja dari acara spesial? Acara yang membahagiakan?"
Aku meringis dan otakku kembali dipenuhi rasa bersalah. Scotch di tanganku sekarang benar-benar menggoda dan aku sungguh membutuhkannya jadi aku menenggaknya. "Acara bisnis." Itu tidak bohong. Pertunangan kami sepenuhnya bisnis.
"Tentu saja, kau pasti sangat sibuk dengan bisnis ini hingga tidak sempat meneleponku. Bisnis macam apa? Apakah bisnis yang menyenangkan?" Dia mengambil gelas dari tanganku, meletakkannya ke meja bar dan kembali padaku. Melepas dasiku dengan jari-jarinya yang ramping.
"Tidak. Aku benci bisnis ini." Suaraku serak dan cara Leona mengintipku dari bulu matanya membuatku gila. Aku sudah menginginkan dia begitu lama, aku ingin mendorongnya melawan diriku. Menciumnya dan tenggelam jauh ke dalam dirinya. Itu sangat buruk, hingga kadang-kadang aku berpikir untuk memaksanya. Tapi di sini dia, menggodaku setengah mati.
"Leona apa yang sebenarnya sedang kamu lakukan?" ucapku. Aku menghentikan tangannya dari melepas lagi kancing jasku. Ada yang salah. Leona tidak seperti ini.
"Apa lagi memangnya?" Dia menarik tangannya bebas dari cengkeramanku dan membuka lebih banyak kancingku. Aku hanya menatapnya dengan bingung kali ini. "Aku ingin seks yang liar, aku ingin kamu Lucas. Aku ingin apa yang kamu janjikan padaku. Bukankah itu yang kamu janjikan?"
Tapi aku ingin lebih dari seks denganmu Leo. Aku ingin kamu begitu buruk.
"Tapi kamu tidak ...."
"Sttsss ... berhenti bicara dan perbanyak tindakkan." Dia akhirnya mendorong jasku jatuh melalui lenganku, menyisakan celana dan kemeja putihku. "Kita harus singkirkan ini juga." Dia menarik kemejaku dalam satu sentakan, membuat kancing terlepas dari jahitannya dan menghambur ke segala arah. Aku diam, tidak yakin harus melakukan apa, bagaimana aku harus menangani Leona yang tiba-tiba menginginkan seks dariku. "Kamu bisa membeli kemeja baru. Maksudku kamu tidak harus membayarku untuk seks. Tiga puluh ribu harusnya cukup, bukan?"
Aku menatapnya makin tidak mengerti dengan tiap kata yang keluar dari mulutnya. "Apa maksudmu Leo?"
"Apa? Bukankah aku seharga tiga puluh ribu? Tapi karena aku gratis sekarang, jadi merusak kemeja tidak apa-apa, itu pasti tidak sebanyak tiga puluh ribu. Kau tidak rugi." Dia tertawa pahit dan menggeleng. "Sudah aku bilang berhenti bicara, Luke."
Dia mulai beralih ke ikat pinggangku tapi kali ini aku benar-benar menghentikannya. "Apa yang salah Leona?"
Dia tersenyum manis dan sekali lagi mata hazel itu menembus jiwaku saat mereka bertemu dengan mata kelabuku. Aku merasa rentan dan lemah. Dosaku seperti ditelanjangi di hadapannya, Leona menelanjangiku fisik dan jiwaku.
"Aku ingin kamu Lucas, seks panas dan liar yang kamu janjikan," ucapnya.
"Aku ingin lebih denganmu, Leo. Bukan hanya seks. Aku sudah bilang kamu berbeda." Dia hanya tetap tersenyum. Lalu bibirnya di bibirku, melumat dengan agresi yang keras. Tanganku masih menahan tangannya jadi dia tidak akan bisa menjangkauku. Aku mencoba mundur tapi dia melangkah maju.
"Cium aku Luke! Bukankah itu yang kamu inginkan?" desisnya. Dia menjilat bibir merahnya membuatku mengerang di tenggorokanku. "Jangan buat aku memohon."
Sial! Tidak, aku tidak akan membuat dia memohon. Aku menginginkannya dan meski aku tidak tahu kenapa Leona bersikap seperti ini, aku tidak bisa menolaknya. Sejak awal aku tahu kalau aku berengsek.
"Persetan Leoana!" Aku menyentak pinggangnya, menariknya menempel dengan tubuhku. Sementara bibirku mencari bibirnya, mengambil apa yang dia tawarkan sebelumnya. Kulitnya beraroma harum, mawar. Dan bibirnya masih sedikit menyisakan rasa scotch yang menggigit. "Aku tidak akan berhenti!"
"Tentu saja tidak," balasnya. "Kamar Luke!"
"Benar! Dan pengaman?" Aku mengangkatnya ke bahuku, menggendongnya ke kamar sementara dia menjerit. Kakinya menendang udara dalam usahanya untuk turun. Aku memukul pantatnya, hal yang sudah lama aku ingin lakukan dan dia memekik lagi.
"Sial Luke! Kau tidak memukul bokongku!" desisnya. Itu hanya membuatku memukulnya sekali lagi. Dan dia menjerit lagi.
"Aku sudah membayangkan itu ratusan kali, Leo. Memukul pantat kecilmu yang menggoda dan membuatmu gila." Dia mengerang, aku mendorong pintu ke kamar. Membaringkan Leona di atas kasur dengan nyaman. "Aku ingin kamu. Hanya kamu."
Matanya berkedip dan sesaat aku menemukan pandangan lamanya tapi secepat itu muncul itu hilang dan dia hanya Leona dengan seringai menggoda. "Maka kamu mendapatkanku."
Dia menarik laci nakas terbuka, mengambil bungkus kertas foil dan merobeknya."Sial Luke! Celana itu perlu pergi!"
Dia mendorongku, menindihku dan melepas ikat pinggangku. Dia menarik celanaku turun dalam satu gerakan dan aku tidak lagi menghentikannya. Saat akhirnya aku telanjang aku berguling, menahannya di bawah tubuhku. "Giliranku membuatmu telanjang." Gaunnya hanya ditahan oleh tali tipis di bagian bahu, jadi aku menarik simpulnya lepas, dan menyingkirkan gaun itu di antara kami. "Aku akan selalu kehilangan napas saat aku melihatmu, Leona. Tidak seperti malaikat atau mungkin kamu malaikat hanya saja malaikat gelap. Malaikat yang diciptakan khusus untukku."
"Atau aku adalah iblis yang dikirim khusus untukmu," balasnya. Dia menarikku dalam ciuman keras yang lain. "Jangan rusak lingerie-ku. Kau tidak membayarku," ucapnya saat aku akan merobeknya.
"Leona, aku tidak mengerti," ucapku.
"Jangan berpikir kalau begitu. Aku ingin kamu Luke. Di dalamku sekarang." Dia memberiku bungkus kertas foil yang tadi sudah ia robek. "Aku tidak akan mengulang kata-kataku."
Menghela napas, aku menggulung kondom di sepanjang milikku. Dia mengamatiku dengan pandangan terluka dan itu membunuhku. Apa yang aku lewatkan? Apa yang salah?
"Leona, aku masih berpikir kalau ini tidak benar."
Dia menggeleng dan memaksakan senyum yang lain. "Aku ingin kamu."
Aku bernapas dengan berat dan kembali menekan tubuhnya ke kasur. Aku tahu ada yang salah tapi apa? Perlahan aku menggeser milikku ke pembukaannya. Masih merasa buruk dan tatapan putus asa Leona padaku sama sekali tidak membantu. "Aku tidak bisa Leo."
"Sial Luke! Lakukan saja!" Dia melingkarkan kakinya ke pinggangku, mendorongku dalam satu sentakan keras ke arahnya dan milikku meluncur ke dalam miliknya yang basah dan ketat.
Sial! Dia terasa sangat baik. Aku hanya diam, merasakan sensasi luar biasa saat Leona membungkus milikku. Aku tidak pernah merasa seperti ini, kembali utuh. Apa itu mungkin? Apa Leona membuatku merasa seperti diperbaiki? Aku tidak tahu dan Leona tidak ingin aku tetap seperti itu.
"Mulai bergerak Lucas!" Dia mendorong pinggulnya ke atas. Memberikan lebih banyak sensasi padaku. Aku bergerak dengan pelan, ingin ini lambat bersamanya tapi dia menancapkan kukunya ke punggangku. "Keras! Aku ingin ini keras!"
Aku mengangguk, pada saat ini aku akan memberikan apa pun yang dia minta. Aku mendorong dengan keras, mempercepat ritme di antara kami. Leona tidak pernah berhenti menatapku dan selama itu pula aku melihat rasa sakit penuh di matanya. Lalu itu terjadi. Hal sialan itu terjadi, dia menangis.
"Sial Leo, aku tidak ingin menyakitimu." Aku berhenti dan meraih wajahnya tapi dia mendorong pinggulnya lagi.
"Terus bergerak!" Suaranya serak dan air mata terus meleleh dari matanya.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, jadi aku memeluknya, bergerak di dalam dirinya hingga tubuhnya berubah menjadi tegang. Punggungnya melengkung dan jari-jari kakinya menekuk saat orgasme membasuhnya. Dia mencengkeramku di dalam dan aku hanya jatuh berantakan bersamanya. Aku meledak menjadi jutaan keping rasa yang membingungkan. Aku terus memeluknya, mencium aroma kulitnya dan aku hanya ingin tinggal lebih lama bersamanya. Untuk pertama kalinya, aku ingin berbaring dan membungkus wanita di dalam pelukanku.
Tapi Leona hanya terisak dan perlahan bergeser, keluar dari pelukanku. Dia duduk dan tanpa mengucapkan apa pun turun dari ranjang. Memungut semua pakaianya. "Leo?"
Bahunya tegang untuk beberapa saat lalu dia mengambil napas dan berbalik. "Aku selesai. Seks yang mengagumkan, Luke."
"Apa yang kamu lakukan?" Dia memakai kembali pakaiannya. Tuhan! Ini jelas kekacauan.
"Aku selesai. Aku pergi dan sekarang kau bisa kembali ke tunanganmu."
Berengsek!
"Leona! Aku bisa jelaskan, kau harus mendegarkanku!" Aku berdiri dalam sekejap. Dia hanya tersenyum.
"Tidak apa-apa. Ini hanya game di antara kita dan sekarang aku selesai. Aku mendapat mobil, kencan yang menyenangkan, lalu seks luar biasa." Dia meringis. "Aku tidak bisa mengharapkan lebih baik lagi."
"Sial! Leo! Ini tidak seperti yang terlihat! Aku ingin kamu hanya kamu!"
"Di ranjang tapi tidak di hidupmu, tidak di masa depanmu. Gadis itu yang kamu inginkan, siapa pun dia. Terima kasih, Luke. Ini sangat banyak." ucapnya sinis. Dia akan berbalik.
Tapi aku akan menjadi bodoh jika membiarkannya. Jadi aku memeluknya. "Kamu akan mendengarkanku, Leo! Lalu kamu akan memaafkanku. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi."
"Lepas Luke!" Dia mencoba mendorongku menjauh tapi aku hanya kembali melemparnya ke ranjang. Kembali mengurungnya di bawah tubuhku.
Nereka harus membeku sebelum aku membiarkan dia pergi.
"Kamu akan mendengarkanku."
***TBC***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top