10
Leona
Jika kamu berpikir aku akan memiliki kepala dingin dan ketenangan Buddha setelah ciuman dan pembicaraan singkatku dengan Lucas di mobilnya, maka kamu terlalu memandang tinggi diriku. Aku tidak, dan tempat di mana dia membawaku juga tidak menenangkanku. Itu hanya mengkonfirmasi seberapa buruk aku sudah menerjunkan diriku ke dalam masalah. Tuhan, kadang-kadang aku ingin punya otak yang normal, karena gadis normal tidak akan membuat keputusan gila seperti ini.
"Kamu akan tinggal di sini."
"Aku sungguh tidak punya pilihan, 'kan?" ucapku. Lucas memberiku muka masam dalam kesunyiannya. Aku memandang lagi apartemen sepuluh lantai di depanku. Seberapa buruk nyawaku jadi taruhan di sini?
"Kamu akan aman di sini, Leo."
Aku tidak bisa menghentikan diriku dari tertawa kering. "Sungguh? Sebenarnya, berapa banyak orang yang ingin aku mati?" Dia tidak menganggap itu lucu. Sial! Karena itu memang tidak lucu.
"Ayo kita masuk," ucapnya mengabaikan sarkasmeku. Lengannya di punggungku untuk memberiku dorongan. Kami menjauh dari SUV kami yang hancur, yang terparkir tepat di samping Porche merah milikku. Oke, itu menggiurkan tapi ... aku bertanya-tanya kapan aku bisa membawanya dan tidak khawatir dengan peluru yang mengincar kepalaku, atau aku hanya paranoid?
Saat kami mendekati gedung aku dapat melihat bahwa ini harus menjadi apartemen mewah, berapa uang yang dia habiskan? Dan kenapa dia menghabiskan semua itu untukku? Ada banyak kamera di pintu masuk dan di lobi. Penjaga pintu ada di balik meja, dia memberikan tip anggukan pada Lucas seolah mereka saling mengenal dengan baik. Lucas hanya membalas dengan senyum dingin yang memberi tahukan sedikit pengakuannya.
"Itu Homer, dia salah satu orangku. Aku harus memukul harga dirinya untuk melemparnya ke sini. Dia salah satu pengguna pisau terbaik dan yang lebih penting aku percaya padanya. Satu-satunya yang bisa bersaing dengan kesetiaan Homer hanya Robbie. Aku akan mengirimnya di sini, tapi aku butuh dia di posnya, aku perlu seseorang untuk mengawasi Javier."
Rasanya sangat aneh saat dia membicarakan semua itu dengan bebas denganku, apa dia tidak khawatir jika aku berbalik darinya? Melapor ke polisi dan mengungkapkan semua ini?
"Aku juga menyewa beberapa orang untuk bekerja dengan Homer. Kamu akan aman Leona. Aku tidak akan membiarkan siapa pun melukaimu!" Rahangnya tegang dan dia menoleh untuk melihatku, tiba-tiba aku merasa canggung dengan tatapan itu. Aku suka dia yang santai dan lucu, sikap seriusnya ini membuatnya benar-benar terlihat seperti mafia. Terlihat seperti orang yang aku yakin tidak akan ragu untuk membunuh. Untuk mengambil darah di tangannya.
"Apa ini sungguh perlu? Ini tidak seperti mereka akan memburuku setiap saat, 'kan?" Mataku jatuh ke lantai marmer, sebenarnya aku tergoda untuk mendongak melihat chandelier kristal yang ada di langit-langit hanya untuk menghindari tatapannya tapi itu akan terlalu mencolok. Aku tidak perlu memberinya bukti tentang kegelisahanku. Dan aku mulai berpikir di dalam kepala kecilku, berapa lama dia akan cukup tertarik padaku untuk cukup melindungiku? Kami belum lama mengenal. Dia tidak mungkin tiba-tiba sangat peduli tentangku, 'kan?
Dia mendorongku lagi ke dalam elevator, menekan tombol untuk lantai teratas. Saat pintu tertutup dan menjebak kami hanya berdua aku hampir dapat merasakan listrik statis di antara kami. Dia melirikku seolah mempertimbangkan untuk menciumku tapi kemudian menggeleng dan melirik ke sudut di mana kamera sedang merekam kami. Itu membuatku cukup gelisah, berapa banyak mata yang mengawasiku sekarang?
"Bukan hanya Bratva, Leo. Jika ayahku tahu tentangmu, dia akan lebih dari bersemangat untuk menemukanmu, kamu perlu tinggal di sini, aku perlu tahu kalau kamu aman."
Aku tidak merespon itu sampai pintu terbuka, kami melangkah keluar, dan dia kembali menuntunku. "Ayahmu? Dia juga ingin aku mati?"
Nadaku terdengar seperti tercekik, bukan hanya musuhnya yang ingin aku mati, tapi ayahnya sendiri juga. Apa ini semacam hubungan terlarang? Aku meringis pada kata hubungan, aku bahkan tidak yakin hubungan macam apa yang kami miliki.
"Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu," ucapnya. Ketegangan dalam dirinya terus meningkat. Dia hampir seperti bom berjalan, siap meledak dalam hitungan detik.
"Kenapa? Kenapa ayahmu mungkin ingin membunuhku? Dia bahkan belum bertemu denganku, aku belum memberinya alasan untuk membenciku," ucapku. Dia menghembuskan napas dengan lelah seolah dia baru saja tertabrak mobil berkecepatan tinggi, membentur dinding dan momentum benturan meremukkannya.
"Percayalah dia punya banyak alasan dan tidak ada satu pun yang akan kamu sukai." Nadanya membuatku menggigil.
Dia memasukan pin, kunci terbuka, dia menahan pintu untuku. Aku masuk dan meggumamkan banyak kutukkan di balik napasku. Ini tiga kali lebih besar dari apartemen yang aku tinggali bersama Lea, dengan perabot mewah dan semua barang mahal yang aku akan memohon untuk memilikinya selama beberapa tahun terakhir. Tapi sekarang aku hanya merasa seperti tahanan di sangkar emas. Semua kemewahan dan uang, aku tidak yakin aku menginginkannya saat ini, aku sadar apa yang aku tukar dengan ini. Kebebasanku, aku tidak bisa terkurung di sini, ketakutan, dan berharap pria yang bahkan aku tidak yakin mencintaiku untuk berkunjung. Aku tidak bisa menjadi wanita yang hanya akan duduk dan menunggu apa yang diperintahkan, sungguh itu bukan aku. Ini tidak akan berhasil.
"Ini tidak akan berjalan dengan baik untukku," ucapku.
"Leo, aku perlu yakin kalau kamu baik-baik saja," ucapnya.
"Aku tidak akan membuang hidupku jika itu yang kamu harapkan. Aku tidak akan terkurung di sini, dan melihat dunia terus berputar di sekitarku. Dan jelas, aku tidak bisa meninggalkan adikku, dia segalanya untukku, dia duniaku. Lucas, pasti ada cara lain. Sialan jika aku akan setuju begitu saja!"
Dia terlihat ingin marah, aku yakin dia tidak terbiasa dengan bantahan. Orang-orangnya pasti akan membungkuk untuk melakukan apa yang dia inginkan tapi itu jelas bukan aku. Aku ingin hubungan dengannya tapi aku juga memiliki kehidupanku. Dia bisa pergi ke neraka jika dia tidak mengerti itu.
"Apa semua tembakkan itu tidak memberimu sesuatu?" Dia membentak sekarang. Aku tergoda untuk balas berteriak padanya tapi tahu itu tidak akan membantu.
"Lucas, aku tidak mengerti. Kenapa mereka harus mengejarku? Itu kamu yang mereka kejar, tidak ada alasan untuk menyembunyikanku."
Bukankah begitu?
"Mereka tahu tentangmu, salah satu orang mereka mengatakannya padaku. Sialan Leona! Kau akan tinggal di sini!"
Aku melotot, jika ada hal yang bisa membuatku marah dalam hitungan detik itu adalah dominasi semacam ini. Aku tidak akan membiarkan dia mulai mendikte hidupuku. Sialan dia! Aku tidak akan menekuk leherku untuk menunduk padanya.
"Jangan menggunakan nada itu padaku! Aku bukan anak buahmu, aku bukan orang yang berlutut untuk mencium tumit sepatumu, aku bahkan bukan kekasihmu secara teknis. Aku akan tinggal tapi persetan, aku tidak akan terkurung di sini!" Dia melihatku seperti melihat makhluk yang terlalu mencengangkan, seolah tiba-tiba aku punya kepala tambahan di bahuku. Tapi aku juga dapat melihat kerlip kekaguman di matanya.
"Aku hanya ingin kamu aman," gumamnya, dia terdengar kalah. "Aku tidak ingin kamu berada di situasi ini tapi, Tuhan! Aku harusnya tidak pernah melibatkanmu."
Aku benar-benar marah sekarang. Dia menyesal dengan tindakkannya dan itu menyakitiku lebih buruk dari pada benturan saat kami melarikan diri dari peluru. "Sialan Lucas! Aku lebih baik pergi jika kamu bahkan menyesali apa yang kita miliki."
Matanya menari dengan cahaya harapan saat aku mengatakan itu.
"Kita miliki? Leona apa yang kita miliki?" gumamnya.
Aku mengutuk diriku karena mengatakan itu dengan keras. Kami tidak memiliki apa-apa, belum, atau sudah? Sial! Aku tidak tahu, aku ingin bersama pria ini. Tuhan! Aku kacau.
"Persetan denganmu! Aku akan pulang, adikku menungguku di rumah." Aku mengayunkan kakiku untuk menjauh darinya dan dia mengejarku. Menarik lenganku untuk berbalik menghadapinya. Dia sangat dekat, jika aku memiringkan kepalaku ke belakang, bibirku hanya akan berjarak beberapa mili darinya. Panas di antara kami membuat kepalaku kacau. Tubuhku bersenandung untuknya, untuk setiap sentuhan, dan aroma musk yang akan membuatku ingin menjilat tiap jengkal kulit di tubuhnya. Seperti apa rasanya memiliki dia di dalam diriku. Tidak Leona! Kamu tidak akan mulai dengan pikiran itu!
Aku menarik lenganku bebas, dan mulai berjalan lagi hanya beberapa langkah sebelum dia menyematkanku ke dinding. Dadanya yang keras menekan ke putingku yang tiba-tiba tegang. Sialan dia dan tubuh mengagumkannya. "Minggir Lucas!"
"Sial Leona! Tidak akan! Aku sudah bilang aku tidak akan melepaskanmu," ucapnya, ada sesuatu yang mengikat di dalam kata-katanya. Seolah itu sakral, seolah dia telah menjalin rantai untuk mengikat kami, memasang gembok, dan membuang kuncinya.
"Kamu tidak akan menahanku di luar keinginanku!" Aku mendorong dia menjauh, tapi dia berat seperti batu. Aku bahkan tidak bisa menggeser inci darinya. Dia meraih dua lenganku dengan satu tangan. Menahannya di atas kepalaku, itu posisi yang membuatku merasa rentan. Aku tidak suka dan aku mulai menggeram. "Lucas! Aku serius, lepaskan aku!"
"Lalu apa? Biarkan kamu pergi begitu saja? Aku tidak bisa Leona. Sesuatu tentangmu, sesuatu yang kita miliki—"
"Kita tidak memiliki apa pun!" bentakku. Itu seperti tamparan untuknya tapi dia tetap tidak melepaskanku.
"Leona aku mohon, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya." Napasnya berembus terlalu dekat, hangat, dan membelai kulit wajahku. Mata abu-abu itu menjeritkan rasa sakit, dan itu membuatku ingin menjangkau jiwanya, bawa dia keluar dari kegelapan, jauhkan dia dari rasa sakit. Tapi aku tidak bisa mengorbankan diriku untuk itu. Adikku membutuhkanku.
"Lucas, aku punya kehidupan. Jika kamu hanya berharap aku tinggal aku akan, tapi kamu tidak bisa membuatku terjebak di sini. Aku ingin bekerja, aku punya keluarga, hanya satu, dan aku tidak bisa meninggalkannya, kemudian teman-teman. Aku tidak bisa mengorbankan semua itu hanya karena kamu pikir aku akan aman di sini. Mereka mungkin juga menemukanku di sini." Aku berusaha untuk relaks, untuk tidak melawannya lagi, dan cengkeramannya mengendur.
"Apa yang kamu ingin aku lakukan?" tanyanya. Dia melepas tanganku tapi masih menekanku ke dinding.
"Untuk saat ini, cium aku!"
Benar, aku bodoh. Tapi aku tidak ingin pergi darinya, aku ingin dia mengerti, ingin dia mendengarkanku.
Seperti itu, dia mengisap napas kasar sebelum bibirnya menemukan milikku. Itu seperti agresi, kasar, dan panas seperti yang selama ini aku bayangkan. Tidak ada kelembutan yang tersisa, itu hasrat mentah yang ingin terpuaskan. Aku balas menciumnya sama buruknya dengannya saat jari-jariku kusut di rambutnya. Tuhan, dia terasa enak, dan ototnya yang melentur di atasku membuatku meleleh.
"Lebih!" Aku mendesah saat detik singkat bibir kami berpisah. Ada keraguan di matanya seolah dia takut dia telah melanggar batas tapi itu hilang, lenyap begitu saja saat aku mengalihkan tanganku untuk menyelinap ke balik kemejanya. Kulitnya terasa panas dan lincin karena keringat, dia terpahat dengan otot yang sempurna. Aku ingin kain itu pergi. "Luke?" Namanya di bibirku adalah semua yang dia butuhkan untuk mendorongnya.
Dia menarik kemeja flanelku, menyelipkan mereka keluar dari kepalaku, melemparnya ke ujung jauh ruangan. "Tuhan! Aku sudah melihat ini tapi itu tidak mencegahku untuk terkesiap lagi. Sangat cantik."
Aku menggigil bersama kata-katanya, menunggu gerakan selanjutnya darinya dalam antisipasi penuh. Saat jarinya membuka kait depan bra-ku, membiarkan payudaraku tumpah di tangannya, sensasi jarinya di kulit sensitifku hampir membuatku menangis. Aku belum pernah merasa seperti ini, kehidupan seksku selama ini menakjubkan tapi ini ... ini ajaib. Ini harus sesuatu yang mirip dengan sihir. Saat mulutnya yang panas pergi untuk menghisap putingku, aku pergi dengan erangan keras. Tuhan, ini sangat banyak! Saat mulutnya sibuk untuk menghisap dan menggigit, tangannya pergi ke kancing celanaku, ritsleting turun dan akhirnya celana itu turun ke lantai. Aku melangkah keluar dari itu menyisakan thong berenda yang kupikir tidak cukup seksi untuk semua situasi ini.
"Luke, aku ingin—" Tangannya menangkup wajahku, bibirnya kembali untuk mencium mulutku. Aku butuh dia keluar dari celananya. Sekarang. Di sini. Aku ingin dia. Sangat buruk.
"Tidak, Sayang. Aku tidak akan membawamu. Belum," balasnya. Aku ingin marah untuk itu. Tapi saat dia membuatku melingkarkan kaki ke pinggangnya dan tanganya meremas pantatku, pikiranku tersapu dengan bersih. Dia mengangkatku menbawaku ke sofa, saat dia menurunkanku dan merobek thongku, matanya kembali memandang tubuhku. Panas di matanya membuatku menggeliat, dan dia masih berpakaian lengkap sementara aku telanjang. Sial! Aku tidak pernah seperti ini dengan pria! "Buka kakimu untukku Leo. Aku ingin melihat apa yang menjadi milikku."
Aku harusnya marah, aku bukan miliknya. Konsep itu tidak pernah berhasil untuku, aku selalu percaya di setiap hubungan bahwa kami setara. Tapi dengan Lucas itu tidak seperti dia menginjakku, itu seperti dia memujaku. Dan sialan suara seksinya, aku tidak bisa menolaknya. Aku menggeser kakiku terbuka untuknya, dia menggeram di tenggorokannya, matanya meminum pemandangan di depannya dengan rakus. Aku memiliki dorongan kuat untuk kembali menutup kakiku karana tatapannya membuatku merasa nakal dan aku tubuh lebih basah dan panas. Sialan! Apa yang salah denganku?
"Aku ingin merasakanmu," ucapnya serak, itu menggantung tegang di udara. Aku hanya dapat mengeluarkan hembusan napas pelan sebelum dia mencelupkan kepalanya. Lidahnya panas di dagingku yang berdenyut. Tanganya menahan pahaku untuk tetap diam di tepatnya. Itu seperti listrik mengaliriku, saat lidahnya membuat gerakan di klitorisku. Aku menggeliat lebih banyak berusaha untuk pergi dari siksaan mulutnya. Aku ingin lebih, aku ingin dia.
"Luke, aku tidak bisa," gumamku. Aku sudah memejamkan mataku. Dia masih terus menggodaku, meningkatkan setiap sensasi yang sekarang menghanguskan tubuhku. Aku sangat dekat tapi aku perlu lebih banyak, sialan dia! Napasku terengah dan aku dapat mendengar detak jantungku yang kacau. "Aku mohon."
Dia menggeram dan menghisap dan satu belaian intens dan aku berantakan untuknya. Aku pergi untuk melihat warna merah di balik kelopak mataku saat sensasi orgasme menbasuhku. Itu badai ekstasi, dan dia masih tinggal dengan lidahnya saat aku kembali mendapatkan fokusku dia keluar dari celananya. Dia tegang dan begitu keras, Tuhan, dia cantik tapi bukan dalam arti feminin. Tidak ada sesuatu darinya yang membuatnya kurang laki-laki. Semua tubuhnya dibangun untuk kekuatan, otot, pria.
Kemudian jari-jarinya membungkus di sepanjang kekerasannya. Aku gemetar, aku tidak pernah melihat pria bermasturbasi saat ada gadis yang siap di depannya. Aku terus menatap seperti terhipnotis dengan setiap gerakannya. Saat dia meremas bolanya den menggelincirkan jari-jarinya naik dan turun. Itu tidak lembut, mereka kuat dan kencang, dan aku dapat melihatnya tumbuh lebih tegang. Aku tidak sadar saat aku menjilat bibirku, keinginan untuk membawanya ke bibirku.
"Mata itu. Kamu melihatku seperti itu. Sangat panas. Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan pada tubuhku," ucapnya. Aku beralih untuk melihat wajahnya. Itu garang dan gelap, kasar. Tidak ada jejak kelembutan darinya. Itu terlihat seperti dia telah menggelincirkan kontrol lepas, dan aku yang membuatnya seperti itu.
Bagaimana bisa? Pria ini? Dia menginginkanku.
Aku duduk saat dia melepaskan geraman lain dari tenggorokannya. "Aku bisa membuat ini lebih baik."
Dia menggeleng dengan tegas dan tangannya memompa lebih cepat. "Tidak Leo. Belum. Aku hanya ingin kamu melihat. Lihat apa yang sudah kamu lakukan padaku."
Sial, aku ingin membawanya ke bibirku. Rasakan bagaimana dia terasa di lidahku. Tapi saat akhirnya tumbuhnya berubah menjadi tegang dan otot-ototnya berkontraksi dalam pelepasan, aku tidak bisa menarik pandanganku. Itu seperti seni yang indah, saat dia menjatuhkan kepalanya ke belakang, dan kelopak matanya jatuh tertutup. Bibirnya sedikit terbuka seperti undangan untuk lidahku ada di sana. Dia terengah-engah tapi bahkan aku tidak dapat melihat kelemahan darinya, dia masih terlihat menakjubkan.
"Aku perlu membersihkan kekacauan ini," ucapnya. Dia tersenyum begitu hangat padaku saat dia mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Aku mengikutinya ke kamar mandi saat dia membasuh dirinya dan dia sadar aku memperhatikannya. "Leona jika kamu tetap melihatku seperti itu. Aku akan kembali keras."
Aku tertawa. "Maafkan aku, tapi kamu terlalu bagus untuk di lewatkan. Dan aku harus pulang, aku perlu memberi tahu adikku tentang pindah. Kemudian aku masih tidak yakin untuk meninggalkannya sendirian."
Dia menarik napas lagi. "Bukankah adikmu sudah dewasa?"
"Dia punya kekacauan di masa lalu." Aku tertawa sakit. "Sial, itu neraka. Dia kacau dan sedikit tidak stabil. Dia membaik tapi aku masih tidak yakin."
Aku benci membicarakan Lea seperti itu. Dia tidak gila atau semacamnya dia hanya rapuh.
"Tinggal dengannya akan membuatnya juga dalam bahaya, mungkin ini yang terbaik, mungkin kamu harus mulai percaya padanya." Nada tulusnya membuatku terkejut seolah dia mengerti bagaimana rasanya gagal melindungi saudaramu.
"Aku akan bicara padanya dan aku akan tinggal di sini, kemudian aku akan mulai mencari pekerjaan. Aku tidak akan terkurung di sini Lucas."
Ketegangannya kembali tapi dia mengendurkannya. "Oke. Aku akan mencari cara untuk membuatmu tetap aman dan bebas."
***TBC***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top