19.1

Selamat membaca
••

Jangan lupa taburan bintang dan komen, Bestie! 🤌🏻🤣


5 BULAN SEBELUM PERTEMUAN

"DAVID, MY BRO!!!"

Perhatian David berpindah cepat dari materi-materi yang akan dia bawakan di seminar nanti sore ke sumber suara. Lelaki berkacamata, berbalut sneli berjalan riang melewati beberapa pengunjung coffee shop tanpa sedikit pun merasa malu sudah memecahkan kesunyian di tempat ini dengan kehebohan.

Bukan dia yang berteriak. Namun, melihat sebagian besar pengunjung ikut meliriknya, membuat David mengucapkan maaf tanpa suara sembari tersenyum canggung. Orang ini ... benar-benar!

"Udah tua, Andreas. Tahu malu dikit, dong," saran David, begitu si pelaku duduk santai di depannya seakan apa yang dilakukan normal-normal saja untuk dipermasalahkan.

Boro-boro, menunjukkan rasa tidak enak hati karena menjadikan mereka bahan tontonan, lelaki keturunan Chinese itu justru sengaja berteriak sekali lagi, "Ton, Anton, kayak biasa!"

Barista di balik mesin pembuat kopi menerima pesanan memalukan Andreas sambil tersenyum geli, sementara beberapa pengunjung kembali melirik ke meja mereka. David menggeleng kecil sambil memijit tulang hidungnya. Sudah bertahun-tahun menghadapi sifat aktif tidak tahu malu Andreas, tetapi dia belum juga terbiasa.

"Kurang Alfa, nih," cetus Andreas tiba-tiba. "Kalau ada dia, kita benar-benar lagi reka ulang masa lalu. Gokil. Udah lama banget kita nggak ngoborol bertiga. Alfa sibuk sama program spesialis doi, lo kabur ke Bandung."

Dengan santai, Andreas mengetuk-ngetuk pinggiran meja. Sementara David, terseret arus ke masa-masa di mana dia selalu memilih duduk di posisi ini agar mudah melihat si penunggu kasir. Lebih mudah bertukar pandangan, dan juga saling melihat reaksi dari pesan-pesan singkat yang mereka terima. Sampai akhirnya, dia tidak pernah lagi punya alasan buat duduk ataupun sekadar berkunjung ke coffee shop.

Hari ini jadi yang pertama bagi David setelah bertahun-tahun menghindar dengan segala alasan agar tidak menemui kenangan perjumpaannya dan Rukma.

Dia tidak tahu kenapa, hanya ingin ....

"Lihatinnya biasa aja, Vid," ejekan Andreas segera memindahkan titik perhatian David. "Lo nggak punya kemampuan ngubah orang lain jadi Rukma, dan nggak bisa juga bawa Rukma nongol depan kita."

"Sialan, Ndre."

Sejak Rukma menghilang, Andreas tidak pernah berhenti meledek di setiap kesempatan mereka bertemu. Bungkusnya candaan, tetapi David mengerti betul dalamnya bermaksud mengatakan dia penyebab Rukma pergi.

Anehnya, dia tidak bisa memunculkan rasa marah, tersinggung, ataupun rasa-rasa tidak suka lainnya. Dia menelan bulat-bulat setiap kalimat Andreas. Karena David lebih tahu dari orang lain mana pun, kalau dia memang bersalah.

"Ndre, gue udah tahu Rukma di mana."

Tawa renyah Andreas seketika lenyap. Bibir lelaki itu terbuka bersamaan dengan kedatangan segelas americano dingin. Setelah mengucapkan terima kasih pada yang mengantar, Andreas tidak langsung mengeluarkan isi pikiran. Lelaki itu mengamati David lamat-lamat sembari menyesap kopi. Jelas-jelas, memberi waktu siapa tahu dia mau mengoreksi pernyataan tadi.

"Serius," kata David seraya menaruh iPad di samping gelas Hazelnut Latte-nya. "Kenapa merasa usaha lo menjaga rahasia Rukma di mana sia-sia?"

Andreas menaikkan satu alis lalu terkekeh dengan posisi bibir menempel tepian gelas. Ribuan kali lelaki ini mengatakan tidak tahu ke mana Rukma, bertingkah sedih karena tidak bisa menemukan Rukma, walaupun David bertingkah seakan-akan percaya—dia tidak pernah 100% merasakan itu. Mengingat kedekatan Rukma dan Andreas, rasanya wajar kalau lelaki itu sesekali menghubungi Rukma.

"Bro, mulut gue nyaris berbusa bilang nggak tahu di mana Rukma, dan lo tetap nggak percaya?" Andreas menaruh gelas di meja. "Ini ... gue harus sakit hati atau gimana nih?" tambah lelaki itu dengan nada lebih serius. "Sumpah, kalau lo pakai cara ini buat cari tahu gue jujur atau nggak—nggak lucu."

David menggeleng. "Dia masih kerja bareng Alfa."

"Oh. Kok gue nggak kaget ya dengar nama Alfa? Lanjut."

"Di Bandung."

"Wow. Hold on." Andreas menegakkan posisi duduk, lalu mencondongkan badan ke arah David. Dengan cepat rasa tertarik menghiasi wajah Andreas, perlahan rasa tidak percaya akan lelaki itu mereda. "Lo sengaja ngajuin permintaan mutasi ke Bandung, demi—"

"Gue baru tahu sewaktu lagi mempersiapkan kepindahan," potong David. "Rukma. Dia ..." David menghela napas kasar sembari melayangkan lagi pandangan ke meja kasir yang diisi sosok perempuan berumur kira-kira pertengahan dua puluhan—sedang asyik mengobrol dengan barista—seperti Rukma bertahu-tahun silam.

"Vid?"

David tidak mengatakan apa-apa. Dia mengambil jeda untuk meredakan kesibukan otak dan hatinya. Perasaan-perasaan yang bakal sulit dia akui ke Andreas, bahkan dirinya sendiri.

"Kenapa lo sama si Alfa senang banget berhenti di tengah jalan pas cerita?" tanya Andreas dengan nada sewot yang dibuat-buat. "Lo tahu ... itu nyiksa rasa penasaran gue."

David mengendurkan ikatan dasi, yang sebenarnya tidak kencang-kencang amat. Ada sesak yang coba dilegakan olehnya, tetapi tidak kunjung dia dapatkan.

"Rukma nggak sendirian." Kacamata yang sempat dilepas Andreas, terpasang lagi di wajah lelaki itu dengan cara dramatis. "Dia punya anak."

"Wow. Dia udah nikah? Njir, jangan bilang sama Edo?" Andreas menggosok-gosok ujung dagu, sementara David mengerutkan kening dalam-dalam. Edo? "Gokil, gue nggak nyangka Edo akhirnya bisa dapetin—"

"Dia punya anak, tapi nggak ada suami."

Selama beberapa menit yang terasa berjam-jam, mereka hanya saling mengadu pandangan. Rasa terkejut di wajah Andreas mulai berganti menuduh lagi, dan David tidak perlu repot-repot mencari tahu isi otak sahabatnya itu.

"Kalau aja itu punya gue, mungkin akan lebih mudah mendekat lagi."

Senyum getir yang coba ditahan David terlepas. Entah sudah berapa kali pengandaian macam itu muncul, tetapi dia dan Rukma belum pernah melakukan sejauh itu. Ada cara lain saling memuaskan tanpa melakukan hubungan intim. Shit!

"Sayangnya, bukan. Dan gue nggak tahu siapa bapaknya, tapi Rukma masih sendiri." Sebelum Andreas mendapatkan lagi kemampuan bicara, dia kembali melanjutkan kalimat, "Edo? Kalau nggak salah ingat, dia itu teman kerja Rukma di sini 'kan? Kenapa lo nyambung ke sana?"

Andreas meminta David menunggu untuk satu tegukan kopi, lalu suara tawa lelaki itu kembali terdengar. Sambil menggeleng, Andreas menyandarkan punggung ke kursi dan bersedekap.

"Gini, sesungguhnya gue tuh bingung sama hubungan kalian. Dari dulu sampai detik ini. Ada saatnya gue melihat kalian saling mencintai sampai buta sama sekitar, tapi di saat bersamaan—gue juga ngerasa kalian saling asing."

David menaikkan satu alis, tetapi gagal mengeluarkan upaya penyangkalan. Andreas benar. Dia pun sadar belum membuka diri seutuhnya kepada Rukma, sebaliknya juga begitu. Masih banyak pintu yang belum terbuka untuk mengusahakan kedekatan layaknya pasangan pada umumnya.

"Oke. Skip, pembahasaan soal Edo. Cerita lama. Ada yang lebih penting perlu kita bahas." Andreas kembali mencondongkan badan ke arahnya. "Setelah tahu Rukma di mana, apa yang dihadapi cewek itu, lo mau apa?"

"Hah?"

"Lo mau deketin dia lagi? Minta maaf? Berusaha melanjutkan hubungan kalian, menjelaskan yang perlu diluruskan, bicara empat mata. Brengsek, Vid. Usaha lo apa?" Suara Andrea tiba-tiba meninggi. "Puluhan bulan lo nebak-nebak dia mana, gimana keadaan dia, sekarang ada di depan mata ... Dan lo, masih belum tahu tahu mau bagaimana? Are you kidding me?"

David tidak punya satu pun jawaban untuk pertanyaan itu. Apa pun yang dia susun dan harapkan kembali hancur saat membawa Rukma ke rumah sakit beberapa bulan lalu, menyaksikan perempuan itu menangis sambil memanggil namanya ... membuat dia semakin sadar—tidak pernah ada hal baik yang dia berikan kepada Rukma. Hanya kesakitan.

"Udah gue duga. Lo selalu begini," gumam Andreas. "Vid, don't you see? Lo di sini doing nothing just waiting for better days to come. Dari masalah pertama lo sama Rukma, terus lanjut soal Rachel. Lo nggak pernah gerak cepat buat beresin semua itu."


Terima kasih sudah menyempatkan membaca.

Seperti biasa buat kalian yang mengintip spoiler, mencari tahu tentang naskah-naskah aku yang lain. Kalian boleh follow akun2 berikut

Instagram : Flaradeviana
Tik-tok : Flaradeviana

Love, Fla.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top