12.2

Selamat membaca



14 Bulan Sebelum pertemuan

KETIKA Ghina memberitahu Rukma memiliki anak dan meminta David jangan menemui perempuan itu, pikiran David segera memunculkan satu alasan kuat buat mundur. Rukma menikah. Jangan ganggu kebahagian Rukma. Namun saat dia diminta Alfa mengantarkan dua kotak Roti Henis buat karyawan kafe di Dago Atas, David menemukan fakta yang menyuburkan niatnya berjuang.

Rukma punya anak, tetapi tidak menikah.

Apa dia boleh menanggap ini sebagai peluang?

Apa Alfa sengaja mengirimnya ke cabang coffee shop yang kata temannya itu sudah setahun berjalan tetapi baru dia tahu tadi sebelum berangkat ke Bandung? Apa—

David bersandar ke punggung kursi, dengan satu tangan menggenggam erat-erat stir. Dia mau turun. Sumpah. Dia ingin menyerbu ke teras rumah yang menyatu dengan coffee shop itu, merengkuh Rukma, kalau sujud diperlukan—David tak keberatan.

Namun sebuah pesan dari Alfa masuk, bertepatan saat satu tangan yang lain siap membuka pintu.

Alfa : Titipin ke Fariza. Ini nomornya. Janjian ketemu di depan. Gue udah hubungin dia. Tinggal lo telepon atau WhatsApp aja. Nggak usah turun, apalagi masuk.

Belum sempat David menemukan respon dari pesan penuh peringatan itu, Alfa mengirim lagi pesan singkat lain.

Alfa : Dipastiin. Beres dulu. Baru melangkah.

David beringsut di kursi. Sambil memandangi Rukma yang perlahan menghilang di balik pintu pintu bersama sang anak, David mengangguk lambat. Dia tidak membalas Alfa, menyanggupi perintah temannya itu dengan menghubungi nomor yang diberikan.

Bukan waktu yang tepat, batin David, tanpa mampu melepaskan mata dari pintu cokelat yang tertutup. Alfa benar. Semua harus dipikirkan lebih matang, atau keadaan yang sudah kacau semakin berantakan.

David memindahkan mobilnya. Keluar dari halaman parkir khusus tamu coffee shop, memosisikan mobil tersebut di bawah pohon depan rumah kosong di sebelah bangunan milik Alfa.

Dia menunggu sekitar 15 menit, dan seorang perempuan yang terlihat berumur awal dua puluhan mendekati mobilnya.

David menurunkan kaca, lalu tersenyum dan memberikan bungkusan roti.

"Terima kasih, Pak," kata perempuan dengan logat Sunda yang kental.

David menahan perempuan itu tetap di tempat sembari memandang wajah lamat-lamat, dan sehuah pemikiran melintas dalam benaknya. Apa dia perlu menggunakan cara yang pernah dipakai Alfa? Sewaktu melihat apa yang dilakukan Alfa, dia mentertawai hal itu habis-habisan. Namun—

"Fariza. Nama kamu Fariza, kan?" Sebuah pertanyaan bodoh, yang memancing senyum geli si perempuan berpotongan bob dan berponi. "Saya boleh minta tolong?"

"Minta tolong apa, Pak?"

"Kalau kamu melihat Rukma membutuhkan sesuatu, apa saja, tolong hubungi saya." Fariza memiringkan kepala sedikit ke kiri, dengan kening mengerut. "Apa pun yang terlihat menyulitkan Rukma. Tolong hubungi nomor saya yang tadi, tapi jangan sampai Rukma tahu."

Kerutan di kening Fariza sirna. Perempuan itu terang-terangan memandangnya penuh curiga, seolah David penjahat dan sedang mengajak bekerja sama menyakiti Rukma.

"Kenapa saya harus melakukan itu?" tuntut Fariza. Kerahaman saat mengucapkan terima kasih sama sekali tidak ditemukan David.

Namun tidak ada ketersinggungan dalam hati David, hatinya dibanjiri kelegaan—mengetahui Rukma diperhatikan dan dijaga sedemikian rupanya oleh orang selain Ghina. Dia ingat Rukma pernah cerita. Bahwa seumur hidup Rukma, hanya Ghina yang menjaga. Sebelum bertemu Ghina, Rukma selalu sendirian. Di rumah yang seharusnya menjadi tempat aman seorang anak kecil, bagi Rukma terasa seperti neraka. Ayah yang tidak pernah mengharapkan kehadirannya. Ibu tiri yang selalu membahas Rukma anak hasil perselingkuhan. Saudara tiri yang menganggapnya pengganggu. Satu-satunya tempat aman Rukma adalah di samping Ghina.

"Puten, Pak." Suara Fariza halus, tetapi ketegasan menusuk indera pendengaran David.

"Saya nggak bermaksud jahat sama Rukma. Saya hanya teman lama, yang pernah membuat kesalahan besar. Saya ingin menebus, tetapi terlalu tahu diri; menemui Rukma secara langsung cuma bakal mengganggu kehidupan damainya di sini."

Dan belum waktunya kami bertemu, lanjut David dalam hati. Rukma baru ditemukan. Kalau dia muncul, bisa ditebak perempuan itu bakal kembali hilang.

Tak apa begini dulu. Asalkan David bisa memperhatikan Rukma dari kejauhan. Sudah cukup untuk saat ini.

"Mbak Ma kecapean dan kurang tidur," kata Fariza. "Mbak Ma juga butuh tukang yang bisa benerin mesin air. Air kita mati dari pagi. Ini aja dibantu tentangga. Dari pagi nyari belum ketemu."

Spontan, senyum David muncul begitu mendengar kalimat Fariza. Entah semesta sedang berusaha membantu rencana penebusan ini, atau ya, hanya kebetulan sambil lalu. Apartemennya di sini baru saja beres dirapikan dari masalah-masalah seperti itu.

David mengotak-atik ponsel selama beberapa saat, lalu berkata, "Sudah saya kirim nomor tukang saya ke kamu. Tukangnya sudah mengiyakan permintaan saya buat datang hari ini juga, tunggu saja, dia sedang perjalanan."

Fariza ternganga, dan senyum David semakin lebar.

"Buat pembayarannya. Saya saja. Nanti kamu bilang sudah dibayar Alfa."

Fariza mengangguk. Rasa curiga dan khawatir si perempuan yang lenyap, membuat rasa lega makin deras memenuhi dada David.

"Dan tentang kiriman Alfa ini, jangan bilang saya yang mengantar. Bilang saja kamu nggak tahu nama saya." David menaruh ponsel di kursi di antara kedua kakinya yang terbuka. "Saya juga memesan dua set minuman booster. Cukup buat dua minggu. Tolong pastikan Rukma meminumnya. Kalau ditanya, bilang saja dari Alfa. Supaya nggak dicurigain, saya memesan 6 set lain buat sesama karyawan kedai. Apa cukup?"

Fariza mengulang anggukan, dengan wajah penuh rasa penasaran.

"Terima kasih," kata David.

Walau David tahu Fariza mempunyai banyak pertanyaan, perempuan itu memilih untuk tidak bertanya. Fariza mengangguk lagi, lalu berpamitan.

Setelah Fariza benar-benar hilang dari pandangan, David tidak langsung meninggalkan lokasi. Dia memandangi ponsel. Membuka room chat Rukma, yang penuh pesan-pesan tak terkirim.

David menekan tombol perekam pesan suara, lalu berkata, "Rukma, aku tahu kemarin itu aku nggak mencintai kamu dengan layak. Maaf buat itu. Maaf juga kalau sekarang aku nggak bisa nyerah gitu aja."

Punten: permisi


Terima kasih sudah membaca! Akhirnya update lagi. Ehehehehe.

Seperti biasa, teman-teman yang baru menemukan aku—kalian bisa follow ig : Flaradeviana buat spoiler2 tentang naskah aku.

Oh ya, selain di sini wattpad aku juga punya naskah2 berbayar di aplikasi lain.

Storial: Flaradeviana
KaryaKarsa : Flaradeviana

Love, Fla.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top