Path-19

Suasana Kafeteria begitu ramai saat hari menjelang malam. Semua meja terisi penuh oleh siswa-siswi, menu malam ini juga cukup nikmat karena Yura yang membuat resepnya.

Aku menyeruput teh lemonku, "kamu akan menjawab tiga pertanyaanku, kan?"

Yura mengangguk sambil mengunyah spaghetti di mulutnya.

"Baiklah," aku membenarkan posisi dudukku. "Sebelum itu, mengapa kamu hanya mau menjawab tiga pertanyaanku?"

"Karena aku inginnya tiga."

"Kenapa tiga? Kenapa tidak lima atau sepuluh?"

"Malas."

"Aih ..." aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Yura meneguk es teh nya. "Karena tadi termasuk pertanyaan, jadi sisa dua, ya."

Baru saja aku hendak memprotes, segera dipotong oleh Yura.

"Dua atau tidak sama sekali?"

Aku hanya bisa menghela napas pasrah. "Baiklah, pertama, aku penasaran tentang kamu yang tahu tentang dunia ini. Apa yang tidak aku ketahui tentang dirimu? Kukira selama ini kita saling mengenal satu sama lain lebih dari siapapun." Jujur, aku hampir saja menangis saat mengatakan hal itu. Maksudku, selama ini Yura sudah mengetahui apapun tentangku bahkan lebih dari ibuku sendiri, dan aku merasa bahwa aku juga demikian. Tapi nyatanya? Ternyata, banyak hal yang tidak aku ketahui tentang Yura, dan itu membuatku sedih.

Yura meletakkan garpu diatas piringnya yang sudah kosong. Gadis itu menarik napas beberapa saat, kemudian menghembuskannya. "Kena, kamu mengenal aku lebih dari siapapun." Matanya menatap mataku lekat-lekat. "Tapi ... kamu hanya melupainya."

"Lupa?" Aku menatapnya heran. "Aku melupai tentang apa?"

Yura menggaruk kepalanya. "Yah, aku tidak bisa memberi tahumu sekarang, tapi aku pasti akan memberi tahumu suatu saat nanti, aku janji."

"Kupegang janjimu."

"Lalu, soal aku ..." Yura nyengir lebar. "Aku sebenarnya lahir disini,"

"Terus?"

Yura menatapku dalam. "Kamu tidak kaget?"

Aku menggeleng. Aku sudah menduganya, lagipula, tidak ada lagi alasan yang masuk akal selain jika Yura tidak lahir di dimensi sihir, berarti dia pernah tinggal disini.

"Yahh ... orang pintar mah beda." Cibir Yura entah sedang memuji atau menghinaku. "Aku tinggal disini dari kecil sampai sekolah menengah pertama, lalu pindah saat aku masuk sekolah menengah atas."

"Kenapa pindah?" Tanyaku heran. "Kan enak jika tinggal disini."

"Suka-suka orang tuaku, lah." Yura mengangkat bahunya seolah tidak peduli, tapi tersirat kepedihan yang mendalam dari caranya menatapku. "Lagipula, manusia dari dimensi manusia itu dibataskan, untuk menghindari bocornya informasi atas dimensi sihir."

Aku mengangguk seolah mengerti, walaupun masih banyak pertanyaan di benakku. "Lalu, ada apa dengan insiden beberapa tahun lalu?" Tanyaku penasaran. "Sepertinya tadi semua orang mengenalku? Dan, siapa Sena? Apa aku mengenalnya?"

Yura menelan ludahnya. "E, eiits! Aku hanya menjawab tiga pertanyaan, lho! Kamu yakin ingin bertanya tentang itu?"

Aku mendesis kesal. "Yasudah, jawab saja dulu, apa yang terjadi beberapa tahun lalu? Insiden apa tepatnya?"

"Tragedi." Koreksi Yura. "Tragedi hampa." Gadis bersurai hijau itu menarik napas panjang. "Itu tragedi paling mengerikan. Di utara, dimana kerajaan utara berdiri, kerajaan terkuat, kerajaan yang telah jatuh ke tangan Dark witch. Tidak ada yang selamat, Kena. Seorang pun, kecuali mungkin sang putri, satu-satunya harapan. Tapi katanya sang putri juga meninggal membeku di ruang singgasana bersama keluarganya."

Aku mendengar cerita Yura bagaikan mendengarkan dongeng pengantar tidur yang biasa dibacakan ibuku dulu. "Lalu?"

"Hanya itu yang aku tahu."

Aku menghela napas pelan. "Pertanyaan terakhir," aku menatap Yura dengan sendu. "Siapa ibuku?"

Sesuatu menjanggal tenggorokan Yura, matanya berkaca-kaca, menyiratkan kepedihan yang mendalam. Namun, segera ditutupi dengan senyum manisnya yang palsu. "Maaf, Kena. Aku tidak tahu."

"O, oh ..." aku menunduk. "Maaf telah bertanya macam-macam."

Sesuatu bening hangat terbenang di pelupuk mataku, bisa menetes dengan satu kedipan lembut.

"Bukan salahmu, kok!" Yura menyemangatiku. "Ayolah! Lebih baik kita latihan kenaikan tingkat! Ayo, Kena, ajari aku!" Yura menarik lenganku.

Aku tersenyum tipis.

"Terima kasih." Gumamku lirih.

***

Aku menggenakan jubah hitamku, aku juga sudah memakai dasi pita rapih di leherku. Kemarin Yura yang mengajariku, jika begini, aku mirip dengan karakter animasi di jepang.

Aku menuruni tangga Asrama untuk putri, menunggu Yura di gerbang perbatasan asrama putra dengan putri.

Beberapa detik aku menunggu sendirian, seorang pria bersurai merah dengan mata hijau emerald nya bersandar ke tembok di seberangku.

"Hai," sapaku, tak lupa dengan senyum canggung.

"Hai."

Hening ...

Aku merasa benar-benar canggung. Baru dua hari lalu Sena berkata seolah-olah kami saling kenal satu sama lain sejak dulu, tapi, aku bahkan tidak bisa mengingatnya.

"Kamu hari ini ujian kenaikan tingkat?" Sena bertanya, membuka topik pembicaraan.

Oh, for the first time in forever ... Apakah aku hanya bermimpi? Untuk pertama kalinya dalam kamus hidupku, Sena, si lelaki tripleks, membuka topik pembicaraan?! Apakah ini masuk keajaiban dunia ke delapan?

Sena menatapku, menunggu jawaban.

Aku buru-buru menjawab dengan gugup. "E, eh ... iya benar." Aku menggaruk tengkukku. "Kamu berada di tingkat mana?"

"Amature Class A." Jawab Sena datar. "Aku juga sebentar lagi kenaikan tingkat, mungkin sekitar seminggu lagi."

Aku mengangguk-angguk mengerti. Baru saja aku kembali membuka mulut untuk membuka topik, tapi segera dipotong oleh teriakan melengking Yura.

"KENAA!! MAAF AKU BANGUN KESIANGAN ... Oh, ada Sena!" Yura berlari ke arahku dengan terengah-engah. Kemudian Yura menggandeng tanganku. "Maaf memotong acara pacaran kalian, tapi aku dan Kena sudah telat untuk ujian kenaikan tingkat. Sampai nanti, Sena! Ciao!!"

Cahaya putih menyelimuti tubuhku, yang jika kutebak, Yura mengaktifkan kekuatan teleportasinya. Aku hendak memprotes, tapi segera terpotong lagi oleh Yura.

"Jangan bergerak jika kamu tidak mau terjepit oleh ruang dan waktu." Ancamnya.

Aku hanya bisa menghela napas pasrah, tanpa pamit kepada Sena, penglihatan dan tubuhku sudah terlanjur berpindah tempat.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Sekarang aku telah di taman belakang kelasku, tempat diadakannya ujian kenaikan tingkat. Ramai. Banyak orang-orang yang tidak aku kenal berada di sana.

"Sebagian besar dari kelas lain." Bisik Yura seakan membaca pikiranku.

"Baiklah semua! Perhatian!!"

Miss Vere menepuk tangannya beberapa kali. "Perhatian semua! Seperti yang kalian tahu, hari ini kita akan mengadakan ujian kenaikan tingat." Wanita paruh baya itu tersenyum manis, tampak seperti gadis yang masih berusia dua puluh tahunan. "Dan tema ujian kenaikan kita kali ini adalah .... Balap terbang."

Sudah kuduga. Aku tersenyum tipis, ya benar, sesuai perkataan Xia-xia, temanya adalah balap terbang.

"Peraturannya sederhana, kalian hanya perlu menyebar di hutan ilusi yang sudah kusiapkan, kemudian kalian hanya perlu balapan cepat-cepat mengambil bendera merah yang telah disiapkan di atas menara itu." Miss Vere menunjuk sebuah menara tinggi yang berada di tengah-tengah hutan. Bibir mungilnya tersenyum miring. "Dan, semua itu tidak mudah, lho. Akan ada rintangan di setiap jalur yang kalian lewati. Dan, bendera yang ada terbatas. Bendera yang berada di atas menara hanyalah ... Seratus."

Riuh piuk murid mulai terdengar dimana-mana. Seratus? Jika diperhatikan, ada lebih dari tiga ratus murid yang berada di lapangan ini. Menurutku angka seratus terlalu kecil untuk tiga ratus orang lebih yang mengikuti ujian.

"Cukup basa-basinya," miss Vere menepuk tangannya tiga kali. "Bersiaplah, karena ujian ini akan segera kita mulai." Wanita itu mengangkat tangannya.

Tepat saat miss Vere menjetikkan jarinya, sekitarku yang tadinya hanya lapangan berumput luas berubah menjadi hutan lebat.

Ilusi.

Itulah kekuatan miss Vere.

"Kena, Yura, ayo kita cepat-cepat mencapai menara itu dan lulus ujian!" Sahut Lizzy dengan penuh semangat.

"Tentu saja kita akan lulus!" Timpal Yura.

Aku tersenyum.

Semoga saja aku dan mereka dapat lulus dari ujian ini.

Semoga saja.

To be continue ...

Magic Cafe

Oke siyap, vara kambek, maaf kalo lama yak, Vara lagi UTS (っ=﹏=c)

Ini aja Vara update diem-diem :v

Oke fact malam ini menyangkut tentang tingkat kekuatan para character, (berdasarkan darah)

Fact:

1. White blood (darah bangsawan)
- Yah, ini keturunan yang paling kuat, orang-orang keturunan White blood cenderung memiliki dua kekuatan. Biasanya mereka memiliki kekuatan utama, yaitu kekuatan keturunan dari keluarga, dan kekuatan kedua, kekuatan yang dianugerahi kepada mereka.

2. Blue Blood (darah kesatria)
- Para pemilik Blue blood mayoritas adalah pengabdi kerajaan, makanya tidak heran jika kekuatan yang mereka miliki kebanyakan adalah kekuatan yang hebat.

3. Yellow Blood (darah murni)
- Pemilik Yellow blood adalah penduduk murni dimensi sihir. Hanya sebagian dari para Yellow blood yang memiliki kekuatan, sebagian lagi hanyalah manusia biasa. Para keturunan Yellow blood adalah yang terbanyak kedua setelah keturunan Green Blood.

4. Green Blood (keturunan bumi)
- Keturunan ini adalah manusia biasa yang hanya mempelajari mantra-mantra sihir mendasar saja. Keturunan ini lebih condong kepada kemajuan teknologi dibandingkan sihir. Mereka mayoritas memiliki otak yang luar biasa jenius, IQ diatas rata-rata, dan logika yang tinggi. Populasi keturunan Green blood adalah yang terbanyak di dimensi sihir, itu mengapa teknologi dimensi sihir lebih maju dibandingkan dengan dimensi manusia.

Oke sip, hanya segitu fakta dimensi sihir untuk hari ini ヾ(〃^∇^)ノ♪ semoga fakta ini bisa membuat kalian ngerti sebagian besar latar setting cerita ini ya!~♡

See you next Path!! ₍՞◌′ᵕ‵ू◌₎♡

Published 19-10-18

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top