39. Untuk Kamu Yang Tertinggal Di Belakang
Warning: Mulai part ini bakal makin mellow, deh.
***
Gadis itu berguling ke sisi. Pilihan yang salah, karena cahaya matahari yang menembus jendela segera menusuk kelopak matanya. Gangguan kedua setelah suara Ayres yang terus merengek sambil mengguncang-guncang tubuhnya. Hafa terpaksa membuka mata dan mengerjap-ngerjapkannya demi menyesuaikan diri.
Hal pertama yang ia lihat adalah suasana kamarnya yang seperti biasa. Lalu Ayres, yang terus mengguncang ubuhnya dengan tidak sabaran.
"Ada apa, Yes? Teteh masih ngantuk," ujarnya, mengucek rasa kantuk itu dari mata.
"Teh. Aa, Teh!"
"Aa apa? Aa siapa?" Ayres benar-benar... pagi-pagi sudah berisik.
"Aa Levant nggak ada."
Itu menghentikan gerakan Hafa. Ia baru akan berdiri ketika Ayres menyebutkannya. Dan sekarang, semua yang bisa ia lakukan adalah menatap anak itu lurus-lurus. "Nggak ada gimana?"
"Tadi Ayes kan mau main ke rumah Aa Levant. Rumahnya nggak dikunci, Teh. Tapi orangnya nggak ada."
Hafa segera bangkit berdiri. Ia baru ingat bahwa semalam ia bersama Levant, ia bahkan masih dapat merasakan punggung pria itu. Ia baru bangun tidur, baru saja mengumpulkan roh dan kesadarannya, tidak punya ide apa-apa soal kemana pria itu pagi-pagi sekali. Mungkin dia beli bubur, mungkin beli sarapan, mungkin olahraga pagi... otaknya terus memberi tahu, terus berusaha memberi pikiran positif.
Tetapi ... entah kenapa, hatinya mengatakan sebaliknya. Hatinya cemas, dan ia tidak tahu kenapa. Sampai matanya menumbuk sesuatu di atas meja. Sepasang sepatu yang ia kenali dengan selop sebelah kanan yang patah. Sepatu yang diberikan Levant untuknya, dan itu baru terjadi kemarin. Ada sebuah walkman di sisinya.
Ia mengambilnya dengan cepat, menemukan hanya ada sebuah file berisi rekaman suara di dalam sana. Hampir seperti tanpa berpikir, gadis itu segera bangkit untuk berlari menuju pintu. Ia memotong jalan agar secepatnya dapat tiba di rumah sewaan Levant. Ayres benar, pintunya renggang tidak terkunci, jadi tanpa bersusah payah ia membukanya. Sekali lagi, Ayres tidak berbohong. Ruangan itu sepi tanpa tanda-tanda kehidupan di dalamnya, lebih lagi, semua perabotnya begitu rapi... dan kosong. Meja kursi terasa aneh tanpa adanya camilan berserakan atau kemeja Levant yang biasanya tersangkut di mana saja. Hafa beranjak ke dapur, memaksakan dirinya tidak jatuh terduduk mendapati dapur yang kosong melompong. Ia membuka kulkas dan tidak menemukan apapun lagi di dalamnya, tidak ada bekas piring atau apa di meja makan dan wastafel.
Ini tidak benar. Ini terasa tidak benar.
Terakhir, ia berlari ke kamar Levant, tanpa susah payah mengetuk, ia membukanya. Dan semua yang ia dapatkan adalah penegasan tentang ide-ide yang mulai bermunculan, namun berusaha ia tolak. Lemari Levant kosong. Seketika, ide itu terasa lebih nyata dari seharusnya. Terlalu nyata hingga seakan-akan ia sedang bermimpi buruk.
Pemutar audio itu masih tergenggam di tangannya. Namun gadis itu tetap tidak melakukan apa-apa, hanya membiarkan benda itu diam di atas telapak tangan. Hanya saja... entah datang darimana, entah dengan alasan apa... rasa gamang yang menyakitkan menghantam ulu hatinya begitu saja. Ia bahkan tidak tahu isi rekaman itu apa. Hanya ada perasaan kehilangan. Perasaan sakit ditinggalkan.
***
[Tadi malam]
Gadis itu masih mendengkur halus di pundaknya, dan Levant tidak merasakan lelah menggendongnya. Menatap bintang, seolah sedang berharap bahwa ia bisa bergabung menjadi salah satu dari mereka.
Sesampainya di rumah, ia membaringkan gadis itu di satu-atunya kasur dalam satu-satunya kamar di rumah itu, di sebuah tempat tidur yang cukup luas di sisi Ayres. Gadis itu tidak memakai sepatu sehingga ia tidak perlu melepaskan sepatunya. Meski begitu, Levant tetap pergi ke dapur untuk mengambil air hangat dan baskom, lalu merendam handuk kecil di sana.. Ia mengelap telapak kaki gadis itu.
Ia menatapnya lama. Menatap gadis itu seperti tidak akan ada hari esok. Ia juga mengambil sepatu Hafa yang patah dan berusaha memperbaikinya. Levant memeriksa jam weker di meja nakas, lalu menyetelkan alarm dengan tepat, agar gadis itu dan Ayres tidak perlu ribut lagi setiap pagi karena terlambat. Ia juga memperbaiki sepedanya. Ia mencuci piring-piring kotor Hafa, melipat bajunya yang habis dijemur, merapikan rumah. Ia melakukan semua yang ia bisa, sebelum kembali pada gadis itu dan menatapnya kembali. Lama.
Kemudian, dengan seluruh sisa keberaniannya, Levant mengambil sebuah pemutar audio dari dari kantung jaket yang terbawa bersamanya. Ia menghapus seluruh lagu yang ia punya untuk kemudian merekam dirinya sendiri, dan meninggalkannya di sisi tempat tidur. Ada perasaan tidak rela ketika ia mulai berjalan memunggungi gadis itu, sehingga ia perlu menoleh beberapa kali dan berbalik beberapa kali, sebelum akhirnya, ia menutup pintu dan benar-benar meninggalkan gadis itu.
Ada dua jenis sakit yang menyerangnya ketika mulai melangkah keluar. Sakit di kepalanya, itu menjadi-jadi, semakin parah setiap harinya dari sebelum-sebelumnya. Sakit yang lainnya, ada di antara rusuknya. Sakit sekali hingga ia kesulitan bernapas.
***
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
Levant menoleh, menemukan seorang pengendara motor yang tidak asing berhenti di depannya. Orang itu menegurnya, dan sebelum pria tinggi kurus itu membuka helmnya, Levant sudah bisa menentukan siapa. Remy Adrianata.
"Kamu sendiri?"
Bertemu dengan Remy di depan sebuah gang asing pada lewat tengah malam bukanlah sesuatu yang bisa Levant duga. Salah satu alasan kenapa sekarang satu alisnya terangkat saat menatap pria itu dibawah penerangan lampu jalan. Alasan lain yang lebih terdahulu adalah fakta tentang status hubungan mereka. Semua orang bisa melihat betapa Remy menaruh dendam yang besar pada Levant. Ia tidak pernah mau bicara padanya, tidak mau melihatnya, lebih senang berpura-pura pria itu adalah angin lalu. Sekarang... seorang Remy Adrianata mau repot-repot menegurnya?
Tetapi, mungkin, rasa penasaran akan penampilan Levant yang biasa, amat biasa tanpa jas mahal dan mobil mewah yang mengantarnya kemana-mana berhasil mengalahkan ego pria itu.
"Pulang kerja, lah. Rumahku dekat sini."
"Selarut ini?" Sesaat Levant lupa bahwa pria di depannya ini masih memakai kemeja di balik jaketnya, bahkan sepatunya pantofel. Dia bekerja selarut ini? "Kamu rajin banget."
"Yeah, hidup memaksa," sahut Remy.
Sesaat, Levant melihatnya tidak bisa menahan senyum selama sedetik. Satu detik yang terasa sangat alami sebelum akhirnya Remy kembali memasang ekspresi keras di wajahnya. Tiba-tiba saja, suasana terasa canggung sekali.
"Remy...," Sadar atau tidak, suara Levant parau sekali, lemah. Hal yang serta merta disadari oleh Remy. Namun, dia tidak segera mnyahut, hanya menatap Levant dengan kening berkerut. Sudah berapa lama Levant tidak memanggil namanya seperti sekarang? Lama, lama sekali.
"Boleh aku ... menumpang tidur untuk semalam?"
Remy ingat ini. Dulu, lama sekali, ketika masih merupakan dua orang anak kecil polos tanpa kebencian di hati masing-masing, ketika mereka masih menyandang status teman bagi satu sama lain, Levant sering menginap di kamarnya maupun sebaliknya. Mereka begitu akrab, seperti kembar siam, yang berubah menjadi musuh bebuyutan setelah kecelakaan itu. Ia membenci Levant. Remy membenci Levant. Ia sangat membenci Levant. Itulah yang ia tanamkan dalam hidupnya selama belasan tahun. Sehingga untuk terjebak dalam situasi seperti ini, saat Levant seolah menawarkan salam perdamaian untuknya, ia merasa tidak siap.
Aneh. Benar-benar aneh!
Remy tidak habis pikir sama sekali. Dia baru akan menolak permintaan itu ketika tahu-tahu, Levant terjatuh. Refleks, Remy turun dari motornya untuk menolong pria itu, memangkunya. Levant... wajahnya pucat dan mengekspresikan kesakitan yang amat sangat. Remy tidak mengerti, ia tidak sempat menanyakannya. Bertanya tidak lebih penting daripada cepat-cepat menolong. Dengan panik Remy membawa Levant yang setengah sadar untuk duduk di boncengan motornya.
"Kamu harus ke rumah sakit!"
"Enggak," tahan Levant. Wajahnya mengerut dalam kesakitan. "Rumahmu. Saya hanya ingin ke rumahmu."
***
Halo~ cerita ini sudah terbit dan bisa kamu pesan lewat Shopee dan Tokopedia.
Selanjutnya, sebagian part akan kuhapus setelah tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top