28. Remy
Leona barusan mengamuk, dan Levant dapat memakluminya. Sesuai kesepakatan, dua minggu lagi, atau tepatnya enam belas hari lagi mereka akan menikah, dan meski kedua keluarga mereka lebih dari mampu untuk membayar extra demi mendapat pernikahan mewah dan sempurna tepat waktu, gadis itu tetap tidak terima dengan semua kesibukan Levant.
Tidak ada wanita yang ingin menikah dua kali dalam hidupnya. Cukup satu kali dan dia harus menjadi ratu di hari itu. Gadis itu ingin sekali memilih sendiri gaun pernikahannya dan menyeret Levant serta, sayangnya, ada pekerjaan penting lain yang tidak bisa ia tinggalkan. Ia tidak sedang membuat alasan.
"Mereka hampir kolaps lagi? Secepat itu?" Ia menatap lagi dokumen laporan di tangannya, dari atas ke bawah, memastikan tidak ada informasi yang terlewat. "Lebih cepat daripada dugaan."
Kepada sang sekretaris, ia menatapnya tajam. "Lain kali, kamu harus kasih tahu Chairman, stop jadi investor malaikat. Sia-sia. Biarkan saja mereka menggali modal lewat boottrap atau apa," katanya, menghempaskan laporan ke atas meja.
"Lalu...," suara Vivi, sekretaris barunya itu terdengar sedikit mencicit. "Apakah saya perlu menjadwalkan rapat stakeholder segera, Pak?"
"Nggak usah. Buang-buang waktu."
Lantas, Levant berdiri. Satu tangannya sibuk mengancingkan jas. "Siapkan mobil. Biar saya yang ke sana dan membereskannya."
***
Setengah frustasi, Remy berkali-kali mengecek laporan yang tercetak di sana. Ia lebih ingin matanya yang salah ketimbang apa yang ia baca terbukti benar. Bagaimana mungkin setelah mendapat suntikan dana hampir lima milyar dari Pak Chairman, perusahaannya masih mengalami pailit? Bahkan secepat ini? Ia tidak tahu apa yang salah, setelah ayahnya mengalami stroke yang mematikan separuh tubuhnya enam bulan lalu, Remy-lah yang mengambil alih semuanya. Dan meski ia masih terlalu minim pengalaman-ia juga tidak benar-benar rajin mengikuti kuliah jurusan bisnisnya-ia merasa sudah berusaha bekerja sebaik-baiknya.
Bagaimana bisa ia bangkrut? Pria itu mengacak rambutnya frustrasi.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, terdengar terburu-buru. Dan sebelum Remy sempat berbuat sesuatu, pintu sudah menjeblak terbuka. Seorang wanita pendek berisi yang ia kenali sebagai sekretarisnya melangkah masuk dengan cepat.
"Ada apa, Mbak Sally?"
"Di depan," kata wanita itu dengan terengah, ia agak kesulitan mengatur napas setelah setengah berlari ke sini, "di lobi ada Pak Levant dari MSD, Pak."
"Levant?" Otomatis, Remy berdiri, tangannya memegangi bibir meja. Wajahnya menunjukkan kekagetan yang tidak berusaha ia tutupi.
Kemudian, sebelum Sally sempat memberikan penjelasan lebih detilnya, kelereng hitam Remy sudah lebih dulu menangkap bayangan pria itu di belakang sang sekretaris, berjalan dalam langkah-langkah lebar ke arahnya. Dan perasaan dingin itu seketika merambati ulu hatinya. Ia benci perasaan itu. Ia benci Levant.
Ekpresinya selalu sama saja, datar dan arogan. Tatapan matanya itu... seperti ingin mendominasi semua hal, dan ia memang suka memonopoli semuanya, kan? Remy tidak mungkin melupakan itu. Ia benci fakta itu, seperti halnya ia membenci Levant.
Sudah berapa kali ia mengatakannya? Sementara pria yang dimaksud baru saja melewati ambang pintunya untuk berdiri seperti sekarang, Menatapnya angkuh, dan tidak terbaca, seperti biasanya. Sekarang tatapannya lebih tajam dari biasanya, dan jarak mereka cukup dekat, hanya terpisah sebuah meja, ia bisa meninju pria ini kapan saja jika mau.
Levant melirik meja Remy. Lalu, tanpa benar-benar mengalihkan tatapannya dari pria itu, ia membalik papan nama bertuliskan Remy Adrianata itu hingga tertutupi. Seakan ia sedang memberikan kode keras, menyimbolkan bahwa keberadaan Remy cukup sampai di sini saja. Remy semakin merasakan desakan untuk meninju Levant. Ia menggeram di tempatnya, memegangi bibir meja kuat-kuat sampai buku-buku tangannya memutih, dan menatap Levant sengit.
"Apa-apaan ini, Levant?" suara Remy lebih berat daripada biasanya. Kentara ia sedang berusaha menahan emosi.
"Maaf, jabatan anda berakhir sampai di sini saja, Remy Adrianata." Ia tersenyum miring, kemudian berbalik, menghadap Sally.
"Sekretaris, kumpulkan para manager dari berbagar divisi setengah jam lagi di ruang meeting. Saya ingin mengadakan rapat internal."
Setelah menatap Remy dari sudut mata dan tidak menerima adanya penolakan, wanita itu akhirnya mengangguk dan segera menghilang di balik pintu, menuruti apa yang Levant perintahkan. Remy memang bosnya, tapi semua orang juga tahu siapa Levant, dia adalah CEO MSD Corp. yang merupakan perusahaan induk tempat A-One bernaung. Menentang Levant sama saja dengan cari mati.
"Lo...," Levant berbalik, menatap Remy kembali, menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya, "apa sebenarnya yang lo inginkan, Levant?! Lo sudah punya segalanya! Apa lagi yang lo inginkan dari A-One?!"
"Apa yang saya inginkan dari A-One?" Levant mendengkus geli. "Tidak ada. Tidak ada yang bisa diharapkan dari perusahaan yang hampir bangkrut ini."
"Lalu kenapa lo nggak angkat kaki dari sini?!"
Seolah tidak menggubris sindiran keras Remy, Levant memeriksa arlojinya.
"Saya harus bersiap-siap untuk rapat. Bisa tunjukkan arahnya?"
Tepat setengah jam berikutnya, semua orang telah berkumpul di ruang rapat. Remy duduk di ujung meja, menatap kursi eksekutif di ujung meja lainnya. Itu kursinya, tempatnya jika ada rapat, memimpin. Tetapi sekarang kursi itu ditempati orang lain, terlebih itu adalah oleh orang yang ia benci mati-matian. Harus bagaimana agar ia tidak mengamuk dan mencekik pria brengsek yang duduk tenang di sana itu saat ini juga?
Dari kecil, dari sejak mereka bermain bersama, ia selalu kalah dari Levant. Apapun itu. Levant selalu mendominasi dan memenangkan segala hal, dan ia harus selalu mengalah. Dulu, ayah mereka memang membangun usaha bersama, itu sebabnya A-One sama tuanya dengan MSD Corp sendiri, tapi bagaimana MSD menjadi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia sedangkan A-One hanya sampah, ia tidak tahu, mungkin... faktor keberuntungan? Ia harus mengakui Om Arun, ayah Levant merupakan sosok pekerja keras dan lebih cerdik dibanding ayahnya sendiri. Pria itu bercinta dengan bisnis tanpa mengenal libur.
Sedari kecil saja telah jelas bahwa Levant lebih dalam segala hal darinya. Jika ia mempunyai mainan baru, dan Levant menginginkannya, Levant akan merebutnya bagaimanapun caranya. Dan Remy pasti akan dipukul ayahnya jika tidak mau memberikan. Di sekolah, ia cukup pintar, tapi peringkatnya selalu dibawah Levant, bagaimana pun kerasnya ia belajar, siang-malam tanpa henti, tetap saja hasilnya, ia juara dua dan Levant peringkat pertama. Ia benci itu, selalu menjadi yang kedua, selalu kalah. Ia selalu iri pada Levant.
Jadi hari itu, di suatu sore di musim panas lima belas tahun lalu, untuk pertama kalinya ia terlalu keras kepala untuk mengalah kepada Levant. Ia dibelikan ayahnya sepeda balap keluaran terbaru, senang setengah mati dan memamerkannya pada Levant, yang tentu saja, membuat Levant iri. Memang itu, kan tujuannya? Sekali ini ia lebih unggul dari Levant karena bagaimanapun Levant merengek sepeda, ayahnya tidak akan membelikan, Om Arun tidak akan setuju Levant bermain dengan hal yang menurutnya tidak berguna. Ia bahkan tidak mau meminjamkannya pada sahabatnya itu, ini hari pertamanya memiliki sepeda itu. Dan itu sepeda miliknya, bukan milik Levant!
Dan hal mengerikan terjadi hari itu. Saat Remy meninggalkannya sebentar, Levant meminjam sepedanya tanpa permisi. Mengayuhnya secepat yang ia bisa, dan... kecelakaan itu terjadi. Sepedanya menabrak sebuah jeep dan Levant terpental ke aspal, menyebabkan kebocoran pada kepalanya. Konsekuensinya, Remy harus menahan sakit berminggu-minggu karena dipukul dengan rotan oleh ayahnya. Ia juga harus berjalan kaki setiap hari ke sekolah sampai tamat SMP, karena sepedanya rusak total, hampir tidak berbentuk. Tentu saja, ayahnya tidak akan membelikan yang baru. Semua itu gara-gara Levant. Semua orang mengkhawatirkan Levant dan menyalahkannya. MENYALAHKANNYA. Ia tidak ingin bertemu lagi dengan Levant. Ia malas, terus menjadi bayangan pria itu.
Sialnya, si Levant sialan itu terus muncul mengganggu kehidupannya. Remy menyimpan kepal tinjunya di samping tubuh.
Levant berdeham, lalu menatap satu persatu seluruh jajaran peserta rapat. "Well, saya tidak suka basa-basi. Saya akan mengumumkan siapa saja yang menerima pemutusan kerja kerja hari ini."
Seketika, semua orang di ruangan itu saling beradu pandang. Masing-masing berharap dirinya salah dengar. Pemutusan kerja?
"Yang pertama," Levant mengintip layar i-padnya, ia sudah membuat daftar nama di sana. "Doni Komarudin dari bagian administrasi."
Seseorang terkesiap dan bisik keributan makin ramai. Tapi Levant tidak berhenti, tidak bahkan untuk meluangkan waktu menunjukkan sedikit empati. Ia masih punya banyak daftar untuk diumumkan.
"Lalu Sandra Gisella, Luis Situmorang, Putra Vano Arya..."
"Tunggu!" Seseorang tampak berdiri protes. Pria itu cukup tua, berusia sekitar lima puluhan engan rambut tipis dan berkacamata, garis rahangnya tegas dan ia tampak terganggu sekali dengan Levant. Sambil bersandar di kursinya, Levant masih bisa membaca nametag yang disemat di jas pria itu. Doni Komarudin.
"Kamu tidak berhak memecat kami begitu saja, anak muda!"
Levant menaikkan satu alis. "Kenapa tidak?"
"Kami sudah bekerja di sini bertahun-tahun! Kami sudah mengabdikan separuh hidup kami di sini!"
"Mengabdi?" Kali ini, Levant mendengkuskan tawa. "Sungguh? Memangnya sudah berapa lama Anda bekerja? Sepuluh tahun? Lima belas?"
Pria yang merah padam wajahnya itu membuka mulut, bermaksud akan menjawab ketika Levant melanjutkan kembali kalimatnya. "Kalau ya, berarti sudah lima belas tahun juga Anda mengambil uang perusahaan?"
Doni Komarudin, bahkan semua orang di ruangan itu terpaku saat itu juga. Sebagian bahkan ada yang terbuka rahangnya dan lupa untuk menutupnya kembali. Remy sendiri melebarkan matanya, menatap lurus-lurus pada Levant, namun tidak mengatakan apa-apa. Levant memutar-mutar kursinya, memamerkan senyum mengejek pada orang-orang yang barusan ia sebut namanya.
"Saya sudah menyelidiki pemasukan dan pengeluaran perusahaan, ada kejanggalan di sana. Dan itu terjadi setiap bulannya. Saya juga sudah memeriksa rekening pribadi kalian. Wah, gaji kalian besar sekali ya, lebih besar daripada gaji saya," ujarnya dengan nada kagum dibuat-buat.
Orang-orang itu hanya merah padam. Mereka skak mat, tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.
"Tenang saja. Saya tidak mau repot-repot mengatakan bagaimana kalian mendapatkannya, kalian lebih tahu jawabannya. Saya sudah mentransfer gaji berikut bonus kalian untuk bulan ini, dan mulai besok kalian sudah mulai bisa liburan beberapa hari. Saya baik, kan?" senyumnya. Lalu, ia melanjutkan. "Saya tidak tahu apakah persoalan ini akan berlanjut ke hukum atau bagaimana, itu urusan bos kalian. Tuan Remy Adrianata, bagaimana kebijakan Anda?"
Remy diam saja, entah bagaimana, wajahnya ikut-ikutan merah. Ia tidak tahu harus marah pada siapa, orang-orang kepercayaannya yang ternyata koruptor, atau Levant yang sok dan menyebalkan.
"Dan untuk mengisi kekosongan jabatan, untuk sementara mungkin A-One akan menggunakan outsourcing, saya juga akan mengirimkan beberapa orang-orang kepercayaan saya dari MSD ke sini. Jangan khawatir, mereka memiliki rekam jejak yang jelas," ia tersenyum miring. "Ah, saya juga memiliki beberapa rekomendasi pegawai A-One yang berkompeten, dan benar-benar mengabdi untuk A-One. That is, kamu seharusnya mempekerjakan orang yang loyal dan cakap, bukan hanya salah satunya," manik matanya menatap tajam Remy, yang berusaha diabaikan pria itu.
***
Angel Investor/ Investor Malaikat: (Juga disebut sebagai pemodal malaikat, pemodal mulia dan malaikat bisnis) adalah individu kaya-raya yang memberikan modal untuk bisnis perusahaan rintisan atau yang sedang bertumbuh, biasanya dengan imbalan obligasi konversi atau ekuitas kepemilikan.
Bootstrap: Pendanaan mandiri, bisa dilakukan dengan mengumpulkan modal dari pinjaman keluarga, teman, dll.
Outsourcing: Praktik bisnis yang umum, outsourcing adalah ketika perusahaan mempekerjakan orang dari luar perusahaan untuk melakukan tugas-tugas seperti produksi, manufaktur, penyediaan dll yang bisa dilakukan di dalam lokasi juga.
Anyway...
DOUBLE UPDATE, NGGAK, NIH?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top