[Bonus Chapter-1] Our Wedding

Eleanor

"Kau gugup?" Tasha mempertanyakan pertanyaan retoris seraya menyeringai pada pantulan diriku di kaca.

Aku hanya mendengus. Seharusnya tanpa bertanyapun ia tahu bahwa aku sangat gugup. Terlalu banyak hal-hal negatif yang berputar dalam kepalaku, tidak membantu untuk menghilangkan rasa gugupku namun memperparahnya.

Bagaimana jika aku tiba-tiba jatuh karena gaun putih sialan ini dan semua orang tertawa? Bagaimana jika tiba-tiba kami salah mengucapkan janji suci kami? Bagaimana jika tiba-tiba sesuatu terjadi pada Louis? Dan bagaimana-bagaimana lainnya yang berhasil membuat perutku mulas.

"Tarik napas, tenangkan dirimu Eleanor, everything gonna be alright, trust me," kata Tasha, ia mulai berjalan mendekat dan meletakkan tangannya di atas bahuku. Ia mengusap bahuku dengan lembut, membuat sedikit dari rasa gugupku menghilang.

Suara pintu berderit membuatku dan Tasha sontak menoleh. Rupanya London tengah berdiri di ambang pintu dengan dress warna merah muda pastel, sepatu berwarna putih dan rambut yang dikuncir dua. Ia nampak lucu, membuatku tak dapat menahan diri untuk tidak mencubit kedua pipinya ketika ia mendekatiku.

"Bibi!" protesnya kemudian menepuk keras tanganku.

Aku hanya bisa terkekeh melihatnya.

"Bibi sangat cantik," celetuk London, bisa kulihat matanya berbinar saat melihat gaun yang membungkus tubuhku dengan sempurna.

Aku tersenyum, "thank you London. Kau juga sangat cantik."

London tersenyum. Pipinya nampak memerah membuatku kembali mencubit pipinya yang tambun. Setidaknya kehadiran London berhasil membuatku lupa akan rasa gugup sialan yang menyerangku di detik-detik sebelum upacara pernikahanku dimulai.

#

So far, segala hal berjalan dengan sangat baik. Aku dan Louis bertukar janji suci dengan baik tanpa kesalahan, kami juga menyematkan cincin dengan baik dan benar kemudian ciuman kami juga berjalan dengan semestinya. Aku bersyukur bahwa semua gambaran negatif yang sempat menghantui pikiranku hanya sebuah imajinasi.

Aku merasakan bibirku sedikit kram harus terus melemparkan senyum pada para tamu. Selain itu aku juga sudah sangat lelah dan mulai memimpikan kasur empuk di kamar hotel yang merupakan hadiah pernikahan dari perusahaan tempat Louis bekerja.

"Mereka datang," bisik Louis di telingaku.

Aku mengangkat alis, tidak mengerti dengan yang ia maksud 'mereka'. Louis kemudian menunjuk sesuatu dengan mata birunya, ketika kuikuti tatapannya, aku mendapati sosok Harry dalam balutan tux tengah berdiri berdampingan bersama Allison yang menggunakan little black dress.

Aku segera mamerkan senyuman super lebarku begitu Harry dan Allison berjalan mendekat. Aku memang sempat mengundang keduanya melalui akun sosial media Harry yang kutemukan secara kebetulan, dan kebetulan juga Allison dan Harry berniat liburan ke London saat aku sedang menikah. Jadilah di sini mereka, di pernikahanku. Aku sempat menertawakan Max yang berbincang dengan mantan kekasihnya saat pernikahannya bersama Candice namun justru aku yang sekarang terjebak di sini.

"Hey, congratulation for you guys," kata Harry, ia tersenyum hingga kedua lesung pipinya muncul. Ia memberikan salam khas pria pada Louis. Setelahnya, Harry memeluk singkat diriku sambil berbisik betapa cantiknya aku sekarang dan betapa beruntungnya aku memilik Louis.

Sempat terjadi sedikit kecanggungan. Harry menepuk pundak Allison, mengisyratkan gadis itu untuk memberikanku dan Louis selamat. Dengan terlihat enggan, Allison memelukku dan mengucapkan selamat kemudian ia berganti memeluk Louis tidak kalah singkat dengan pelukan yang ia berikan padaku.

Aku meringis. Allison yang sebelumnya adalah sahabat baikku sekarang sudah tampak asing, kami memang benar-benar tidak bisa kembali seperti dulu. Ironisnya ini karena seorang laki-laki.

"Sekali lagi, selamat ya. Saat tahu kalian akan menikah, aku sama sekali tidak terkejut, aku sudah menduganya sebelumnya," ujar Harry.

"Semoga pernikahan kalian akan abadi," kata Allison setelah ditepuk oleh Harry.

Aku hanya tersenyum menanggapi itu semua, begitupula dengan Louis. Ini benar-benar terasa canggung ketika mantan kekasihmu datang ke pernikahanmu dan mengatakan sesuatu seperti 'selamat atas pernikahanmu'.

Setelah percakapan yang sangat canggung, kami kemudian berpisah ketika Elle dan yang lainnya menghampiriku dan Louis. Aku bersyukur penderitaan kecanggungan itu telah berakhir dan aku berhasil melaluinya tanpa melakukan hal konyol.

#

"Shit! Make up ini terlalu tebal padahal aku sudah bilang untuk biasa-biasa saja!" aku menggerutu seiring dengan tanganku yang menggerakan kapas untuk menyapu wajahku yang penuh make up.

Sekarang pesta pernikahan telah selesai. Aku sedang sibuk membersihkan make up-ku sedangkan Louis sedang mandi singkat berhubung ini sudah malam dan ia tidak ingin menyakiti dirinya sendiri dengan mandi terlalu lama.

Setelah menghabiskan beberapa lembar kapas, make up-ku berhasil menghilang dan Louis juga sudah keluar dari kamar mandi. Aku langsung masuk ke dalam, ini adalah giliranku untuk mandi. Aku menghabiskan cukup banyak waktu berendam di dalam air panas.

Aku benar-benar tidak menyangka bahwa datang waktu dimana aku benar-benar resmi menjadi istri seorang Louis Tomlinson. Namaku tidak lagi Eleanor Calder, melainkan Eleanor Tomlinson. Aku tidak lagi sendiri, sekarang seorang pria mau menemaniku. Padahal aku dan Louis tidak melalui fase sebagai sepasang kekasih, dulunya kami hanyalah dua orang yang dekat yang bingung jika ditanya mengenai status kami.

Aku menarik napas sebelum menyelesaikan mandiku. Aku mengganti dress putih dengan ekor panjang yang tadi kugunakan dengan sebuah kaos putih serta celana pendek berwarna hitam.

Aku baru saja keluar dari kamar mandi hotel yang merupakan hadiah perusahaan tempat Louis bekerja, ketika tiba-tiba saja Louis menutup kasar pintu kamar mandi dan menciumku, ia mendorong tubuhku ke pintu kamar mandi, menekan punggungku dengan pintu.

Ciumannya selalu sama. Terasa memabukkan hingga membuatku ingin lebih. Aku teringat ciuman pertama kami, di atas walkway jembatan Tower saat kami berdua tengah menikmati mentari yang secara perlahan turun dari perpaduannya.

Louis melepaskan ciumannya. Secara perlahan kubuka mataku yang tadinya menutup dan sontak kutemukan mata birunya yang menggelap. Louis menatapku dengan intens sampai akhirnya aku langsung mengecup bibirnya singkat. Seolah tidak puas, Louis meraih tengkukku dan kembali menciumku dengan tengkukku yang ia tekan membuat ciuman kami lebih dalam.

Malam itu aku kembali melakukan sesuatu yang sudah lama tak kulakukan. Namun kali ini berbeda karena aku dan dia akan bersama selamanya, kami sudah terikat dalam sebuah hukum pernikahan, disaksikan oleh Jesus Christ, para tamu dan para pendeta.

⚫⚫⚫⚫

masih ada satu bonus chapter untuk kalian setelah ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top