[21] Broken Home

#NP: 5 Seconds Of Summer - Broken Home

"Who's wrong? Who's right? Who really cares?"--Broken Home by 5SOS

#

Louis menatap pantulan dirinya di depan cermin, kemudian setelah memastikan penampilannya sudah layak, ia berjalan keluar dari kamar dan menuruni satu per satu anak tangga. Dari anak tangga terakhir ia bisa mendengar kegaduhan yang dibuat adik-adiknya, asalnya dari ruang makan, maka buru-buru pemuda itu berjalan ke ruang makan.

Benar saja, adik-adiknya sedang sibuk berkelakar sambil menikmati segelas susu vanilla dan roti isi buatan Hannah. Louis segera duduk setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk mencium pipi ibunya.

"Dimana dad?" tanya Louis sebelum mengambil roti isi dan mengunyahnya.

"Sudah berangkat. Entah ini hanya perasaanku atau tidak tapi rasanya Marc sedikit berubah."

"Jangan seperti itu, mum, barang kali dad memang sedang sibuk. Apalagi sekarang perusahaan tempatnya bekerja sedang sibuk-sibuknya. Dad sempat berkata bahwa banyak investor yang menanamkan sahamnya di perusahaan itu," ujar Louis, mencoba menenangkan Hannah dengan senyuman manisnya.

Hannah terlihat duduk dengan tidak tenang. Louis bisa merasakan bahwa semua keraguan dan ketakutan tengah membelenggu ibunya. Memang tak bisa dipungkiri, Louis sendiri sangat merasakan bagaimana Marc banyak berubah, dimulai pulang larut malam bahkan terkadang tidak pulang sampai selalu berangkat pagi-pagi sekali hingga melewatkan sarapan.

Namun Louis mencoba berpikir positif, apa jadinya jika ia ikut panik dan berpikir hal-hal negatif seperti yang Hannah lakukan?

"Bagaimana tugas akhirmu?" tanya Hannah, mengganti topik pembicaraan.

Louis meminum kopi yang sudah Hannah siapkan sebelum berkata, "berjalan cukup baik. Aku akan menyerahkannya pada dosen nanti, mungkin masih perlu revisi."

"Baguslah. Cepatlah lulus, oke?" ujar Hannah sambil tersenyum membuat Louis ikut mengembangkan senyumnya. Ia merasa beruntung memiliki orang tua yang mendukung betul studinya meski pilihannya untuk masuk kuliah jurusan psikologi sempat ditentang namun secara perlahan kedua orang tuanya mengerti.

#

Louis mematikan mesin mobilnya dan keluar. Pemuda itu berlari-lari kecil untuk sampai di depan pintu rumahnya dan bersiap masuk saat sayup-sayup terdengar suara dari dalam.

"Ah, definisi rapat perusahaan di kamusmu adalah bertemu dengan seorang wanita, huh?!"

"Shut up! Kau tidak tau apa-apa!"

"Oh, jadi kau pikir aku ini anak kecil yang tidak tau apa-apa soal perselingkuhan?!"

"Hannah, diam!"

"Kau yang diam! Aku tidak menyangka jika kau sangat brengsek!"

Plak!

"Shit!"

Louis hanya bisa terpaku di depan pintu rumahnya. Meski ia tidak tahu jelas tapi ia bisa menarik kesimpulan dari semua yang ia dengar. Tubuh pemuda itu bergetar dan tanpa bisa ia cegah, air mata menuruni pipinya menciptkan aliran sungai kecil di sana.

#

Hidup dalam kenestapaan adalah hal terakhir yang semua orang inginkan, begitu pula dengan Louis. Ia tidak menyangka jika hal ini terjadi pada dirinya, pada rumahnya.

Sejak dulu, ia mengidolakan sosok Marc yang selalu mengajarinya untuk menghormati perempuan, memperlakukan perempuan bak sebuah kaca porselen yang mudah pecah. Marc juga berulang kali mengatakan pada Louis bahwa membuat seorang perempuan menangis bukanlah hal yang dilakukan pria sejati.

Tapi nyatanya kini Marc mengingkari aturannya, di depan mata semua anak-anaknya Marc menampar pipi Hannah. Dari tempatnya berdiri, Louis bisa melihat bagaimana tubuh Hannah bergetar dan Marc menatap wanita itu dengan amarah yang meluap-luap.

Louis menolehkan kepalanya saat ia merasakan bajunya tertarik. Rupanya Daisy dan Phoebe yang melakukannya. Mereka berdua menangis sama seperti yang terjadi pada Lottie dan Félicité maka, buru-buru pemuda itu menyuruh semua adiknya untuk ke atas, ke kamarya, menunggu sampai pertengkaran yang terjadi di lantai bawah rumahnya yang hancur selesai.

#

"Louis, Félicité dan Lottie belum pulang. Kapan mereka pulang?" tanya Daisy dengan wajah mengantuk dan suara parau yang semakin menunjukkan betapa mengantuknya bocah itu.

"Kalian ke atas, tidurlah, biar aku saja yang menunggu mereka."

"Apa tidak apa-apa?"

"Ya, tidurlah."

Daisy dan Phoebe dengan kompak mengangguk. Dua bocah itu kemudian menaiki anak tangga menuju kamar mereka, meninggalkan Louis--yang sebenarnya juga merasa sangat mengantuk--sendirian di ruang tamu, menunggu Félicité dan Lottie pulang dengan kecemasan yang mungkin jika ada alat pengukur kecemasan, kecemasan Louis sudah mencapai level teratas.

Louis menggeram sesaat setelah ia melihat jam yang tertempel manis pada dinding. Ia sangat kesal pada kebiasaan pulang malam yang dilakukan oleh Félicité dan Lottie serta kesal pada orang tuanya yang seolah tak acuh pada keadaan kelima anaknya.

Mereka egois, batin Louis sambil menatap tajam ke pintu kamar yang digunakan oleh Marc kemudian menatap tajam ke pintu kamar kedua orang tuanya yang dikuasai oleh Hannah seorang diri. Kedua orang tua Louis memang berakhir pisah ranjang dan Louis berharap mereka berdua menyadari kesalahan masing-masing dan memulai kehidupan yang lebih baik lagi, melupakan badai yang sempat menghantam mereka dengan keras.

Suara pintu berdecit terdengar membuat Louis secara refleks menoleh. Félicité dan Lottie terlihat memasuki rumah dengan santai seolah pulang tengah malam sama seperti saat mereka pulang sore.

Louis menggeram, "hey, apa-apaan kalian?! Kenapa kalian pulang tengah malam seerti ini?! Kalian ini seorang gadis! Kupikir kalian sudah tahu soal batasan pulang!"

Lottie berhenti berjalan sedangkan Félicité masih terus berjalan, enggan mendengarkan ucapan Louis yang sarat akan kekhawatiran sekaligus kekesalan.

"Untuk apa kau peduli, bahkan mum dan dad saja tidak peduli. Sudahlah, aku mengantuk," kata Lottie tanpa berbalik menghadap Louis dan tanpa merasa perlu mendengar ucapan Louis lagi, gadis itu kembali berjalan.

Louis

"Earth to Louis!"

Aku terkesiap begitu bisa merasakan suara teriakan Eleanor dan tubuhku yang terguncang. Saat aku mendapatkan kesadaran secara penuh, aku bisa melihat Eleanor menatapku penuh dengan kekhawatiran.

"Kau membuatku ketakutan Louis! Kau melamun terlalu lama!" kata Eleanor, ia menarik sebuah tisu dari dalam tas jinjing yang ia bawa dan setelah mengatakan maaf, ia mengusap pipiku, dan saat itu aku tersadar bahwa aku melamun terlalu lama bahkan sampai menangis.

Shit! Lagipula, bagaimana bisa aku melamun semua kejadian saat pertama kali mum mengetahui kebusukan dad sampai seperti ini?!

"You okay? Kau benar-benar membuatku khawatir," ujar Eleanor sambil menaruh tisu yang ia gunakan untuk menghapus air mataku ke atas meja, berdampingan dengan cup kopiku.

Aku jadi bertanya-tanya seberapa lama aku melamun sampai kopi yang tadi masih mengepulkan uap panas kini terlihat dingin.

"Aku baik-baik saja, terima kasih dan maaf sudah membuatmu khawatir serta takut."

"Lupakan! Ponselmu tadi bergetar, ada pesan masuk," kata Eleanor, menunjuk ponselku yang tadi teronggok di atas meja.

Aku langsung meraih ponselku. Setelah memasukan passcode yang sudah sangat kuhafal, aku langsung membuka pesan yang ada. Ada 4 pesan, dan semuanya berasal dari Félicité.

From: Félicité

Where r u? Lottie sudah sadar, dia sudah pindah ke bangsal dan sekarang tidur lagi. Kemarilah.

From: Félicité

Where r u? Dad datang bersama keluarga barunya, dia ingin bertemu denganmu. Jangan coba-coba pergi! Percayalah, dad masih dad yang sama. Dia sering datang ke rumah waktu kau menghilang ke London.

From: Félicite

Louis?

From: Félicité

It's okay kalau kau tidak mau bertemu dengan dad. Setidaknya, pikirkan perasaan mum dan dad. Kau hanya tidak tahu betapa mereka sedih ketika kau pergi tanpa meninggalkan pesan apapun.

#

Aku menarik napas dalam-dalam dan membuka bangsal tempat Lottie dirawat. Dan benar saja, aku melihat sosok Dad di sana bersama seorang wanita yang mengelus lembut rambut Lottie, aku menduga bahwa dia adalah Jenny. Tidak hanya mereka, seorang bocah juga terlihat tengah memainkan playstation portable dengan serius di atas kursi.

"Dad? Di mana mum dan yang lain?" kataku, aku bisa merasakan kecanggungan luar biasa ketika mengatakannya, kemudian memasuki bangsal bersama Eleanor yang mengekoriku.

Aku sebenarnya sudah menyuruh Eleanor untuk pulang namun dia tidak mengindahkanku dan terus mengikutiku. Pada akhirnya aku menyerah, membiarkannya mengokirku lagipula mungkin keberadaan Eleanor membuat semuanya menjadi lebih baik.

"Mereka makan di kantin. Oh, Louis, kenakalan ini Jenny, istri baruku dan ini anaknya, Zach."

Aku mengusap tengkukku. Sedikit bingung harus menjawab apa, serta rasanya sangat canggung setelah sekian lama tidak berhubungan bersama dad bahkan sempat membencinya dengan sangat karena ia telah mematahkan aturannya sendiri, memukul mum.

Aku bisa merasakan tangan Eleanor pada tanganku. Aku menoleh dan ia tersenyum lebar seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan aku tidak seharusnya secanggung ini dengan ayah kandungku sendiri.

"Ugh, ya, dan dad kenalkan ini Eleanor, dia tetanggaku kebetulan dia bersama Lottie saat kecelakaan itu."

Dari sudut mataku aku bisa melihat Eleanor melemparkan senyum pada Lottie dan dad. Dad kemudian memberikanku kode untuk bicara berdua. Setelah mengatakan pada Eleanor bahwa aku harus berbicara dengan dad, aku kemudian keluar dari bangsal diikuti dad.

Dad tidak mengatakan apapun, dia hanya diam sambil menatapku begitu pula denganku. Kecanggung luar biasa kami rasakan dan rasanya aku ingin pergi dari suasana ini.

"Louis, maafkan aku," kata dad, matanya menyiratkan penuh penyesalan. Aku tidak tau apa dia seorang aktor yang baik tapi kuharap ia mengatakannya dengan sepenuh hati.

"Kau seharusnya minta maaf pada mum."

"Aku sudah mengatakannya."

"Bagaimana responnya?"

"Bagus. Dia menganggap ini bagian dari takdir. Ia menyadari bahwa mungkin sedari awal kami seharusnya tidak bersama."

Aku menarik napas kemudian kami kembali sama-sama diam. Dad masih menatapku dan aku hanya menatap ke bawah tepat pada sepasang sepatuku.

"Dad benar-benar minta maaf. Jangan sampai kau memukul seorang perempuan seperti yang dad lakukan saat itu."

"Hmm ... aku akan memastikan bahwa tanganku tidak akan melayang pada seorang wanita."

Dad tiba-tiba memelukku membuatku langsung membalas pelukannya. Ini adalah langkah pertamaku untuk memaafkan segala hal yang terjadi di masa lalu. Kalau boleh jujur, sedikit susah sebenarnya untuk menahan diri tidak menonjok dad atau tidak marah-marah saat melihat Jenny dan anaknya ada di bangsal.

⚫⚫⚫⚫

Ugh, percayalah, bikin ceritanya Louis lebih susah dari yang Eleanor dulu. Aku harus dengerin lagunya 5SOS yg Broken Home berulang kali buat dpt feel, ademin otak dulu buat cari ide, dan baca buku ttg Mozart (pdhl gk ada hubungannya). Jd maaf banget kalo jatuhnya ceritanya jadi aneh dan maksa.

Bye!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top