[15] Senja di Kota London

#Np: Kelly Clarkson - Heartbeat Song

"Bukan taman Hyde yang menenangkan pikiranku, namun seorang laki-laki yang kini tidur dengan menjadikan lipatan tangannya sebagai bantal."

Eleanor

Kami sampai di taman Hyde tak lama kemudian. Di weekdays seperti ini, taman Hyde tidak begitu ramai hanya segelintir turis saja yang mungkin sedang berlibur. Kami duduk di salah satu kursi di bawah pohon, menatap danau Serpentine sambil menikmati sapuan angin yang menenangkan.

Kami sama-sama diam di tempat, menikmati yang ada dalam keheningan setidaknya sampai suara Louis berhasil memecah keheningan. "Bagaimana jika kita bersepeda atau naik sholarshuttle*?"

"Cycling."

Aku tidak begitu suka naik kapal maka dari itu aku lebih memilih naik sepeda. Membayangkan naik sepeda melalui rute yang ada di taman Hyde terdengar sangat mengasyikan apalagi sekarang aku sedang bersama Louis--wait, aku bilang apa tadi?

Kami menyewa dua sepeda, kemudian menaiki sepeda bersama dengan tempo pelan, menikmati pemandangan taman Hyde. Kami saling diam untuk detik-detik awal sampai akhirnya Louis membuka suara, ia membuat lelucon sepanjang rute bersepeda kami yang berhasil membuatku tertawa keras dan hampir membuatku kehilangan keseimbangan jika saja aku tidak memiliki reflek yang cepat.

"Hei, ayo kita berfoto!" celetuk Louis saat kulihat ia melirik ke arah pasangan yang bersepeda seperti kami tengah berfoto menggunakan kamera ponsel mereka.

Dengan cepat aku menggeleng. "Sudah seperti remaja saja."

"Memangnya hanya remaja saja yang boleh berfoto?"

"Tidak tapi 'bukankah--"

"Ssttt ... ayo kita berfoto."

Aku menghela napas, memilih mengalah pada Louis yang kemungkinan besar saat remajanya tidak pernah berfoto. Kami lebih dulu menghentikan laju sepeda dan menepi sebelum berdiri sejajar. Louis mengangkat ponselnya yang sudah menunjukkan aplikasi kamera.

Kami berfoto beberapa kali dalam berbagai pose sampai Louis menurunkan ponselnya. Ia tersenyum lebar, menampakkan deretan gigi putihnya membuatku merasa was-was, Louis pasti sedang merencanakan sesuatu.

"Ayo kita foto berdua."

"Bukankah tadi--"

"Kali ini berfoto satu badan."

Benar dugaanku. Louis meminta salah seorang yang sedang istirahat dari bersepeda untuk memfoto kami. Awalnya kupikir laki-laki itu tak mau karena ia terlihat tak ingin diganggu, namun sedikit mengejutkan karena faktnya laki-laki itu menerima ponsel yang disodorkan Louis dengan senyuman.

Kami kemudian kembali berdiri sejajar, kami bersama-sama menampilkan senyum terbaik.

"Lagi!" kata Louis, laki-laki itu mengangguk. Louis merangkul pundakku yang sedikit membuatku tersentak kaget, ia tersenyum ke arah kamera dan dengan bodohnya aku menatap Louis dengan ekspresi kaget yang kentara.

"Lagi!" kata Louis (lagi) yang mana membuatku menggeram. Louis memaksaku untuk melingkarkan tangan di pinggangnya sedangkan ia masih merangkul pundakku. Kami sama-sama tersenyum walau aku yakin hasilnya akan menampakkan bahwa senyumanku sangat kaku. Jelas saja, aku masih kaget dengan semua ini dan jantungku berdetak cepat dengan alasan yang aku sendiri tidak tau.

"Terima kasih," kata Louis, ia menghampiri laki-laki itu dan meraih ponselnya. Setelah mendapatkannya, kami sama-sama melihat hasilnya. Aku tersenyum malu menyadari bahwa dugaanku bahwa senyumku akan terlihat kaku ternyata benar.

"Aku suka ini," celetuk Louis, menunjuk foto selfie kami di mana kami melirik satu sama lain dan tersenyum. Di situ memang Louis nampak sangat tampan, pantas dia menyukainya.

"Ayo, lanjut!" kataku, kembali menaiki sepeda.

Hari itu aku dan Louis bersama-sama menikmati taman Hyde, mulai dari bersepeda bersama, bercengkrama bersama di bawah pohon sambil menikmati pemandangan danau Serpentine yang dipenuhi orang-orang yang sedang boating juga angin musim semi yang menampar wajah kami.

Kurasa, Max benar saat dia berkata taman Hyde sangat pas untuk menjernihkan pikiran. Namun, setelah kupikir-pikir lagi mungkin bukan taman Hyde yang berhasil menjernihkan pikiranku, melainkan laki-laki yang sedang tidur diatas rerumputan sambil menjadikan lipatan tangannya sebagai bantal. Louis Tomlinson.

"Hei, apa kau tidak lapar?"

Aku mengangguk.

"Ayo kita makan, kemudian kita pergi ke bioskop, menonton Deadpool."

Aku sedikit tidak setuju dengan ide menonton Deadpool namun kurasa pergi kemanapun asal bersama Louis akan menjadi baik.

Eh, wait, bicara apa aku ini?

"Oke."

#

Louis benar-benar mengajakku menonton Deadpool setelah kita menikmati masakan cina. Seperti yang kukatakan, aku kurang setuju dengan ide menonton Deadpool sebenarnya membuatku tidur setelah film baru bermain selama 5 menit dan bangun setelah credit film muncul dengan Louis yang berusaha membangunkanku.

Saat aku bangun, hal pertama yang kulihat adalah senyuman Louis yang nampak manis sebelum akhirnya aku mengalihkan tatapanku kearah layar lebar dihadapanku yang memunculkan nama pemain.

Setelah menonton Deadpool, Louis mengajakku ke Tower Bridge. Ia mengajakku berjalan melewati walkway yang menghubungkan dua tower di jembatan ini. Hari sudah petang saat kami berdiri bersama di tengah-tengah walkway.

Aku menutup mataku sejenak, menikmati terpaan angin yang mengenai wajahku dengan halus kemudian menatap bagaimana sungai Thames nampak sangat menakjubkan dari atas sini. Saat mendongak, langit sudah memunculkan semburat merah, mentari sudah bersiap-siap menghilang di balik pandangan manusia.

Wow, sunset. Ternyata pemandangan ini terlihat indah dari atas jembatan Tower. Membuat tubuhku merinding karena terlalu menikmati semua ini.

Aku menoleh ke arah Louis, ia memandangku dengan mata birunya yang indah dan hampir menenggelamkanku. Kami saling menatap dengan intens sampai tanpa sadar bibirnya sudah menemukan bibirku. Aku terlena dengan kecupan manis bibirnya sampai rasanya tidak rela ketika Louis secara perlahan melepaskan tautan kami.

"Terima kasih untuk hari ini," bisik Louis, bibirnya yang indah melungkungkan senyuman.

Harusnya aku yang mengatakannya.

#

Sedari tadi aku tidak merasakan pegal namun, saat tubuhku sudah menemukan kasur, aku menyadari betapa pegalnya tubuhku. Kupejemkan mata, dan kurasakan perutku yang melilit seperti dipenuhi sebuah kupu-kupu atau bahkan seluruh penghuni kebun binatang saat mengingat bagaimana hari ini aku dan Louis menghabiskan waktu bersama sampai pada ciuman itu.

Aku menyadari bahwa sudah lama semua ini tidak kurasakan. Hatiku mati bersamaan dengan menghilangnya sosok Harry dalam diriku. Setelah empat tahun, detakan jantung itu, sensasi kupu-kupu itu kembali datang.

Jangan katakan bahwa aku mencintainya. Aku masih belum berani mengatakannya. Bagiku cinta adalah sesuatu yang besar dan aku masih belum berani mengatakan bahwa perasaan yang entah bagaimana bisa tumbuh ini adalah perasaan cinta.

Getaran ponselku membuat mataku sontak terbuka. Saat aku mengambil ponsel dan membuka pesan yang masuk aku tidak bisa menahan senyumku.

Louis mengirimiku pesan gambar, sebuah foto yang tidak begitu jelas. Ada aku di sana, tertidur di bioskop saat terlalu bosan menonton Deadpool. Sebenarnya ini sedikit memalukan dan aku hampir melayangkan protes pada Louis jika saja ia tidak mengirimiku sebuah pesan berisi kata-kata yang menurutku manis.

Louis: good night sleeping beauty. Thanks for today, thank u for made my day xx

⚫⚫⚫⚫⚫

Footnote:

*sholarshuttle: kapal bertenaga surya, meluncur tanpa suara, bisa menampung 40 orang melewati danau Serpentine. Fasilitas di Hyde Park.

Sorry. Scene romance-nya gk dpt feel-nya. Aku bener2 buruk soal adegan romance. Dan ... ini pendek .-.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top