Ubah ke Mode Manusia?
Trigger warning: Konten dewasa
Aku terbangun setelah asyik mimpi yang hampir basah. Seperti biasa, Subuh kesiangan. Memang langit masih gelap, tapi di sini sudah jam setengah enam. Aku bergegas mandi lalu salat Subuh. Aku memang masih berlumur maksiat, tapi untuk yang wajib untungnya tidak pernah terlewatkan walaupun lalai. Sial, aku ingin tobat.
Namaku Pusing Kepala, biasa dipanggil Singla. Aku seorang penulis ala-ala yang ingin kerja tapi enggak juga cari kerja. Sebenarnya aku mantau lowongan kerja, tapi banyak penipuannya. Sewa nomor whatsapp sampai beli grup whatsapp dengan iming-iming harga yang lumayan. Ayolah, jangan termakan omong kosong. Nomor ponsel itu sifatnya pribadi, jangan mau dibeli. Grup lowongan kerja juga isinya banyak iklan judinya.
Seperti namaku, aku juga lagi pusing soal ekonomi. Namun, aku harus tetap mencoba. Untuk itu, aku biasa mencari uang di aplikasi menulis yang kutahu sekitar dua bulan lalu. Aplikasi itu cukup menerima banyak jenis tulisan, apalagi puisi di sana sangat ramai. Aku ingin jadi penyair yang kaya raya. Ah, kapan itu terjadi?
Seperti biasa, kuambil ponsel andalanku, hampir empat tahun dia bersamaku. Bertahan dari ketidakstabilan mental yang kuderita. Menyala, Abangku! Layar dengan gambar cewek anime tidak telanjang, tapi seksi. Ah, beginilah jomlo.
Sambil menyeka mataku yang berat dan mengantuk, aku mau buka aplikasi menulis. Namun, baru membuka layar tiba-tiba muncul tulisan di layar. Sebuah pertanyaan aneh yang baru kali ini aku lihat.
Ubah ke mode manusia?
Apa? Namun, karena masih mengantuk, aku sentuhlah pilihan itu. Tiba-tiba ponselku menjadi sangat panas seperti air mendidih dan aku melepaskannya, jatuh. Ponsel itu bergetar hebat. Aku merasa dia akan meledak, lalu menjauh sejauh mungkin. Ponselku berubah menjadi sebuah cahaya dan membentuk seorang wanita cantik dengan rambut hitam sebokong dan kostum yang aneh. Ya, tulisan tipe ponselku, Y15, bertebaran seperti tato yang ada di setiap anggota tubuhnya.
"Kamu siapa?" tanyaku heran sambil bawa sapu buat jaga-jaga, dengan sedikit perasaan takut juga setitik berahi. Pasalnya kalau dilihat, kostumnya itu seperti tidak pakai busana. Mungkin sejenis kostum robot.
"Aku ponselmu, Y15 namaku. Jadi, tadi kamu mau nulis ya? Seperti biasa, pakai laptop 'kan?" ucapnya seolah tahu segalanya.
"Iya sih, memang biasa nulisnya dari laptop dulu baru postingnya dari kamu." Aku mengiakan, agak canggung sih ya, bicara dengan cewek begini.
"Oke, aku bangunkan si laptop pemalas ini dulu," ucapnya. Dia pun mendekati laptop dan berteriak, "Woi, bangun, Singla mau nulis tuh!" ucap Y15. Laptopku pun hidup dengan sendirinya.
"Silakan, kode masuknya, Singlaku yang rajin," lanjutnya.
Wah, gila! Dipanggil rajin dong.
"Ah, ya, terima kasih. Kamu, dipanggilnya berarti Y15 aja ya?" tanyaku memastikan.
"Mau dipanggil 'sayang' juga boleh." Y15 tersenyum. Ah, fokus, fokus!
Aku kembali ke laptop dan membuka situs biasa aku menulis, lalu ke Ms. Word, menyalin tulisan yang sudah siap posting. Beberapa ada yang aku masukkan ke whatsapp, untuk kemudian diposting dari ponsel, yang sudah berubah jadi cewek berkostum dominan biru itu. Percis seperti warna ponselku. Bedanya dia bening, dalam artian lain.
"Mau aku posting yang barusan kamu kirim?" tanya Y15.
"Boleh banget!" jawabku tegas.
"Puisimu seperti biasa ya, ada nakal-nakalnya." Dia tertawa.
"Ya, belakangan ini memang begitu sih kebanyakan." Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Canggung rasanya bicara seperti ini depan cewek.
"Pikiranmu lagi mesum ya? Semesum grup whatsapp kamu ini. Mau kamu lihat apa yang mereka kirim?" Y15 seolah akan membuka bajunya, di bagian dada. Seperti akan merobeknya. Aku memejamkan mata. Dia tertawa, menyuruhku membuka mata. Aku melihat layar besar di tengah dadanya. Ada-ada saja dia ini.
"Jadi, mau kamu buka gambar dan videonya?" tanyanya meyakinkan.
"Ah, hapus saja. Ya, tolong hapus saja. Orang-orang edan itu biasa!" jawabku. Mana mungkin aku membukanya, teman-teman dari grup game pasti mengirim gambar dan video yang aneh-aneh. Tidak mungkin aku lihat di depan cewek ini.
"Baiklah, aku hapus ya. Yakin, enggak mau ngintip dikit?" tanyanya dengan wajah usil.
"Enggak, enggak, libur dulu!" ucapku tersenyum paksa.
"Oke satu cerbung sama satu puisi sudah kamu posting. Kalau lihat jadwal biasa, kamu akan makan 'kan? Lalu salat Duha, berak, dan kembali menulis di laptop. Silakan melakukannya seperti biasa," ucapnya santai.
"Anu, kalau mau scroll media sosial bagaimana?" tanyaku.
"Sentuh saja dadaku!" ucapnya tertawa. "Aku serius," lanjutnya.
Aku pun menyentuhnya, keringatku mengalir. Dia mendesah!
"Woi, kok begitu? Katanya suruh sentuh layar di dada?"
"Iseng, Bang." Dia tertawa. "Silakan lanjut saja, Singla," lanjutnya.
"Ah, ogah! Ogah!" Y15 semakin kencang tertawa.
Aku menjalankan aktivitasku seperti biasa dengan dibantu Y15 yang sudah berubah menjadi manusia. Aku juga sempat menciptakan puisi tentangnya. Ya, jelas, karena dia cantik. Y15 tersipu membacanya. Dia menjitak kepalaku, "Gombal!" ucapnya. Kami tertawa.
"Kamu tidak makan?" ucapku.
"Aku ini ponsel, kamu yang enggak peka dari tadi. Ini colokannya di layar bagian bawah dadaku," ucapnya.
"Lah kabelnya enggak nyampe, woi!" keluhku.
"Kamu pegangin lah! Yuk, sambil tidur. Nulis mulu, gila kamu nanti!" Aku merinding.
"Hah, tidur! Enggak, enggak. Ya, sudah aku duduk saja. Aku pegangin colokannya. Biar aku sambil baca tulisan di layarmu itu," ucapku.
"Ah, payah nih. Awas aku rusak loh, kalau dicas sambil dipakai begitu," ucapnya menggoda.
"Biasa juga begini," jawabku. Dia tersenyum, lalu memejamkan mata. Namun, membiarkan layar di dadanya hidup. Aku dengan canggung menyentuhnya untuk membaca tulisan-tulisan yang tersedia di aplikasi yang biasa kupakai.
"Hai, Singla. Kenapa kamu masih menulis? Bukannya menulis tidak ada hasilnya? Aku butuh pulsa loh," tanya Y15 pelan. Seolah dia tulus menanyakan itu.
"Seperti momen bersamamu saat ini. Begitu pula aku dengan menulis, aku bahagia ketika melakukannya. Seolah aku tidak ingin tidur untuk menemaninya," jawabku.
"Gombal lagi, dasar penyair buaya!" ucapnya. Aku tertawa.
"Ini pertama kalinya aku mengobrol intens seharian penuh dengan wanita. Tentu saja aku nyaman denganmu sekarang," ucapku. Y15 tertawa.
Aku menyelesaikan puisi terakhir untuk hari ini, dibantu dengan Y15. Selesai, sepertinya aku akan tidur.
"Kamu tidak bisa kembali ke wujud ponselmu?" tanyaku penasaran.
"Kamu yakin?" tanyanya.
"Aku tidak bisa membuat wanita terjaga menungguku tidur. Aku ini tidurnya lama loh. Aku juga bisa khilaf kalau tidur denganmu malam ini. Aku ini cowok tulen loh, punya nafsu," jelasku. Y15 tertawa, kali ini ada sedikit getir di wajahnya.
"Baiklah kalau itu maumu." Y15 membuka kembali layar di dadanya. Tertulis di sana.
Ubah ke mode ponsel?
Aku menyentuhnya. "Selamat istirahat, Y15. Ini yang biasa kulakukan setelah menggunakanmu seharian. Terima kasih untuk hari ini," ucapku.
"Terima kasih kembali, Singla. Semangat menulisnya." Y15 tersenyum, air matanya menetes sekilas, sampai cahaya menutupi seluruh tubuhnya. Dia mengecil dan kembali menjadi ponsel.
Aku mengambil ponsel itu dan meletakkannya di atas meja dekat laptop, lalu tidur. Keesokan harinya, aku kembali membuka ponsel. Tulisan itu tidak muncul lagi, ponselku tidak bisa menjadi manusia kembali. Semuanya selesai. Itu tinggal kenangan yang sangat tidak masuk akal. Aku pun melukisnya, dengan sekilas bayangan tentangnya yang masih tersisa.
Tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top