《3》

Buat yang nanya FF ini GS/BXB, aku serahkan ke imajinasi kalian ya, walaupun sebenernya aku lebih suka BXB daripada GS hehe.

--

Renjun tidak yakin apa yang membuatnya mau untuk membuat janji kembali dengan 'Lee Foundation'. Tadi malam ia dihubungi Tuan Park mengenai jawabannya untuk bertemu dengan anak semata wayang Tuan Lee. Dan, tanpa penuh pertimbangan, Renjun langsung mengiyakan.

Karenanya, di sinilah ia sekarang, duduk menunggu kehadiran si Tuan Muda yang membuat jantungnya berdebar tak karuan.

Ia sudah menunggu kurang dari dua puluh menit, dan semakin lama ia merasa lega, hingga akhirnya ia berharap bahwa pertemuan ini tak terjadi, setidaknya untuk hari ini atau bahkan tidak sama sekali.

"Hallo, maaf jika Aku membuatmu menunggu lama."

Tapi harapan serta kelegaannya hancur saat pintu kafe di depannya itu terbuka dan menampilkan seorang pria dengan pakaian kasualnya, duduk di depannya sembari mengangkat tangan ke salah seorang barista yang langsung menyambutnya.

"Coffee Latte dengan tambahan dua shoot espresso tanpa gula."

Setelah menerima pesanannya, si barista langsung kembali dan meninggalkan mereka berdua yang menarik bibir dengan canggung. Kalau boleh jujur mengenai sosok di depannya, Renjun sedikit terkesima. Ada banyak lelaki tampan yang pernah ia temui selama ini, tapi sosok di depannya, jika harus dijelaskan secara 'filosofis', semuanya lebih dari hanya tampan. Lee Jeno memiliki rahang dan mata yang tajam, juga bibir yang tipis dan kecil. Rambutnya yang hitam legam dan kulitnya yang pucat mengingatkan Renjun pada suasana malam di musim dingin bersalju. Malam yang semakin memperjelas eksistensi bintang-bintang yang berkedip-kedip di langit.

"Hallo, Aku Lee Jeno. Senang bertemu denganmu."

Tapi malam yang memenuhi bayangan Renjun saat ini hancur seketika saat mata tajam itu melengkung cantik, menghancurkan kesan tajamnya yang sekelam malam.

Kini mata yang tersenyum itu mengingatkan Renjun pada sebuah malam di musim dingin dengan suasana hangat di dalamnya. Sebuah paradoks yang mulai membuat Renjun mencocok-cocokkan sosok di depannya ini dengan apa saja yang dirasanya cocok pada pendeskripsian 'dingin namun hangat'. 

"Aku Huang Renjun. Terima kasih untuk waktumu, Jeno-ssi."

"Harusnya aku yang berterima kasih kan? Kau yang dibutuhkan di sini."

"Anda juga dibutuhkan, setidaknya oleh Tuan Lee."

"Iya, karena kita bertemu seperti ini atas kehendaknya."

Senyum di wajah Renjun perlahan hilang, terganti menjadi raut gugup yang mati-matian ia sembunyikan, "Aku bisa mempersingkat pertemuan ini jika Anda mau, Jenos-ssi."

"Tidak, bukan begitu...." Jeno menanggapi dengan cepat sembari menyesap latte hangatnya yang masih sedikit mengepulkan asap, "Setidaknya Aku harus mengetahui Anda lebih jauh sebelum menentukan apakah perlu kita memperpanjang pertemuan ini atau tidak."

"Aku juga berpikir begitu...."

Ya, Renjun setuju dengan Jeno. Meski tanpa pernyataan langsung, namun keduanya tahu bahwa mereka tengah berada dalam situasi percobaan 'perjodohan'. Daripada menolak mentah-mentah tanpa alasan yang belum ia dapatkan, maka Renjun mencoba langkah awal ini. Ia berharap setelah bertemu Jeno sekarang, ia bisa memutuskan secepatnya.

"Mungkin kita bisa mengawali perkenalan diri kita masing-masing? Meski aku tahu bahwa kau adalah Huang Renjun, seorang psikolog klinis yang juga terjun sebagai aktivis pemerhati anak."

Renjun mengangguk malu-malu, merasa tak menyangka bahwa Jeno mengetahui satu bagian dari dirinya dengan cukup spesifik, "Aku tahu Anda hanya sebagai anak dari Tuan Lee Donghae, tapi Aku tahu bahwa Anda pasti juga seperti Ayah Anda, seorang penerus yayasan yang kalian miliki."

Jeno tersenyum tipis, "Mengapa Anda tidak mencari tahu soal diriku selayaknya aku yang mencoba mencari informasimu?"

"Karena aku ingin mengetahuimu secara langsung lewat pengamatanku. Untuk itulah aku menyanggupi pertemuan kita sekarang."

Jeno menatap Renjun penuh arti, "Aku menghargai itu. Bisakah aku langsung memperkenalkan diriku secara langsung?"

Renjun mengangguk yakin, senyumnya terkembang lebar. Ia merasa Jeno memudahkan komunikasi dan interaksi di antara mereka tanpa perlu membuang banyak waktu.

"Namaku Lee Jeno. Umurku dua puluh sembilan. Aku seorang penderita distimia dan sudah lama tidak memimpikan sebuah pernikahan."
















Note:

Distimia (Depresi Kronis), adalah bentuk depresi ringan jangka panjang yang memengaruhi aktivitas sehari-hari (hilangnya minat terhadap hobi, merasa putus asa, gangguan nafsu makan, dan lain-lain).

Sumber: wikipedia




Hehe gimana? Masih seru tidack?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top