《22》
Saat pertama kali mendapat pesan dari Renjun mengenai kabar kehamilannya, Haechan terkejut bukan main.
Ia langsung berniat menyuruh sahabatnya itu untuk datang ke apartemen mereka, sekedar mengadakan pesta perayaan untuk kabar membahagiakan yang tanpa sadar sudah membuatnya berteriak heboh tadi. Bahkan kehebohannya ikut terbawa saat Lucas menghubunginya dengan tiba-tiba.
"RENJUN HAMIL!" Ujarnya tanpa sadar. Tak ada balasan selama beberapa saat sampai akhirnya Haechan menyadari bahwa ia sudah salah tempat dalam meluapkan kegembiraannya.
"Ah, ma--maaf. Aku kira ini bukan kamu hehe."
Tawa Lucas di seberang sana terdengar menggema, membuat Haechan menggigit bibir bawahnya, menahan malu.
"Tidak apa-apa. Aku agak kaget, sih. Tapi tidak masalah, aku suka teriakan senangmu tadi."
Pipi Haechan terasa panas, ujaran Lucas tadi semakin membuatnya malu.
"Uhm okay.... Jadi, ada apa kamu menelfonku?"
Haechan harus mengakhiri rasa malunya, dan satu-satunya jalan adalah dengan memastikan tujuan dari pria ini menghubunginya. Meski tak dapat dipungkiri bahwa ia juga tak merasa begitu keberatan dengan basa-basinya Lucas.
"Ah ya aku sampai lupa!"
"Nanti besok kamu ada waktu? Aku mau mengajakmu makan di restoran seafood terbaru, mungkin habis dari situ kita bisa sekalian pergi ke tempatnya Renjun."
-
-
Sejak mendengar kabar kehamilannya tadi malam, Jeno agak berubah di pagi harinya.
Renjun tak yakin apa yang berubah, tapi ia menyadari bahwa suaminya itu--meski bangun jauh lebih siang darinya--tak langsung melakukan rutinitas seperti biasanya; mandi dan bergegas dengan pakaian kantornya. Jeno dengan tampilan bangun tidur dan mata sipitnya yang masih mengantuk itu berdiri di sekitar Renjun yang tengah bertempur dengan masakannya, terlihat ingin melakukan sesuatu tapi juga bingung terhadap apa yang harus ia perbuat.
Di balik punggungnya Renjun tertawa kecil sebelum berbalik dan memandang lembut, "Ada apa hm? Tidak mandi?"
Jeno yang tertangkap basah sedikit berjengit kaget sebelum menggeleng polos, "Aku mau bantu kamu."
"Bantu apa?"
Mata Jeno mengedar menatap masakan yang telah selesai Renjun buat, dan tak mendapati bahan makanan apapun yang mungkin akan Renjun masak nantinya. Pria tampan itu meringis kecil menyadari tak ada yang bisa ia lakukan.
"Sudah selesai ya?"
Renjun mengangguk sembari tertawa, "Iya. Ini kan cuma sarapan biasa, tidak repot kok."
"Sekarang kamu mandi dulu saja ya. Sudah mau jam tujuh."
Si manis penyandang baru marga Lee itu berbalik hendak mengambil piring untuk masakan yang telah selesai ia buat. Saat kembali, Jeno masih mematung di sana sembari menatapnya malu-malu.
"Renjun-ah...."
"Ya?"
Renjun masih sabar menghadapi Jeno yang aneh pagi ini dengan tingkah malu-malunya yang.... menggemaskan?
Ia hendak tertawa saat mengasumsikan suaminya sebelum suara Jeno kembali terdengar.
"Tidak ada.... ciuman untukku?"
Mata Renjun membulat tak percaya, menyergap Jeno dalam rasa malunya yang semakin menjadi. Si tunggal Lee itu semakin meringis malu dan kini menggaruk tengkuknya.
"Biasa--biasanya kamu suka menciumku."
Si pria pemilik kulit putih pucat itu menunjuk-nunjuk pipinya, "Kamu suka menciumku sembarangan. Tapi sekarang...."
Renjun kehabisan kata-kata, bibirnya terbuka tak percaya. Sesuatu menggelitik perutnya saat netranya kembali mendapati wajah polos sang suami. Ia mau tertawa, tapi rasa senang dan bahagianya lebih mendominasi sekarang.
Lagi, Jeno kembali membuatnya tersanjung dengan cara yang tak biasa.
"Astaga...."
Renjun terkekeh kecil sebelum menggapai wajah tampan suaminya, membuat Jeno sedikit menunduk untuk kemudian menadapat kecupan manis di bibirnya. Ia mengerjap kaget sebelum tersenyum lebar hingga menampilkan senyum bulan yang indah.
"Aku belum sikat gigi, Renjun."
Istrinya tergelak, "Tidak masalah. Aku tidak mau perhitungan dengan ayah dari bayiku."
Jeno tersenyum manis mendengar perkataan istrinya. Jantungnya berdetak halus dan perasaan bangga memenuhi dadanya, "Terima kasih."
Tangannya dengan hati-hati melingkari pinggang Renjun yang sedikit berisi untuk kemudian mengecup bibir sang istri dengan lembut. Keduanya menikmati tautan bibir mereka sebelum sama-sama melepasnya dengan senyum manis.
"Sekarang kamu mandi dulu. Aku akan menunggumu untuk sarapan bersama."
Jeno mengangguk, tangannya tanpa sadar sudah bertengger di perut sang istri. Tatapan keduanya bertemu saat Renjun merasakan usapan halus tangan Jeno di perutnya.
"Sarapan bersama...."
-
-
"Kamu belum siap-siap? Atau tidak ada jadwal jaga hari ini?"
"Ada, nanti jam sebelas siang."
Jeno memandang jam yang melingkari pergelangan tangannya kemudian mengangguk, "Oke. Jam sepuluh nanti aku jemput kamu di sini."
Renjun yang baru saja akan memakan sarapannya itu memandang Jeno dengan tatapan bingung, "Buat apa?"
"Mengantarmu ke klinik."
Pria itu meminum kopinya dengan santai, mengabaikan wajah terkejut istrinya saat mendengar kata-katanya tadi.
"Ya ampun, tidak usah, Jeno-ya! Aku akan berangkat sendiri seperti biasa."
"Pakai mobil? Menyeti sendiri?"
Renjun mengangguk sebelum tersenyum geli mendapati wajah aneh suaminya yang kini sudah mengerutkan alisnya, "Ada apa hm?"
Jeno menghela napas pelan, "Sedang berpikir apakah akan aman untukmu mengendarai mobil sendiri? Maksudku--"
Tatapan tajam itu beralih ke perut Renjun. Ringisannya tak dapat ia sembunyikan saat menyadari bahwa ada makhluk mungil di dalam perut sang istri yang mungkin akan terancam kalau istrinya itu mengendarai mobil sendiri.
"O-oh oke-- lagipula, perutmu belum besar...."
Renjun tertawa geli saat menyadari wajah meringis Jeno yang semakin menjadi-jadi. Ia ikut menatap perutnya yang berisi kemudian mengelusnya lembut, mencoba memberitahu sang buah hati bahwa papanya tengah mengkhawatirkan kondisinya sekarang.
"Kalau memang nanti perutku sudah besar juga aku tetap memungkinkan untuk mengendarai mobil sendiri, Jeno."
Ia tatap Jeno dengan pandangan jahil saat mata suaminya itu membulat tak percaya.
"Serius? Tapi kalau perutmu sudah besar, kamu tidak mungkin bekerja kan?" Ujar Jeno penuh keyakinan. Ia tatap istrinya dengan pandangan menuntut.
"Memang bayinya kapan sih akan membesar? Dia pasti akan menonjol dan membuatmu diam di rumah kan?"
Renjun semakin tertawa lebar mendengar penuturan polos suaminya. Jeno terlihat seperti anak kecil yang dipenuhi rasa keingin tahuan sekarang.
"Mungkin saat usianya lima bulan, atau lebih cepat lagi mungkin, empat bulan? Karena--"
Renjun menghentikan ucapannya sembari mengelus perutnya, "--sekarang saja sudah cukup menonjol. Aku makan banyak seminggu ini, jadi mungkin bayinya juga akan tumbuh lebih besar."
Mendengar penuturan renyah itu membuat Jeno perlahan menerbitkan senyumnya. Kekhawatirannya sirna dan ia merasa seperti diberkati saat Renjun berkata bahwa nafsu makannya cukup baik untuk membuat bayinya tumbuh dengan sehat di dalam sana.
Euforia kembali menyergapnya dalam letupan-letupan perasaan bahagia.
"Tidak apa-apa. Makanlah yang banyak. Aku suka bayi yang gemuk."
Tangannya ikut terulur untuk mengelus perut berisi sang istri, merasakan permukaan keras itu dalam bayang-bayang seorang bayi lucu yang menggemaskan.
Senyumnya terbit semakin lebar.
"Kalau aku ikut gemuk, bagaimana?"
Euforianya buyar sesaat oleh suara Renjun yang mengintrupsi kegiatannya. Saat mendongak, istrinya itu sudah memberinya tatapan jahil yang ia balas dengan senyuman manis.
"Aku malah bersyukur kalau seperti itu. Ingatkan kalau pahamu itu bantal favoritku? Aku jadi lebih nyaman tidur di pangkuanmu nanti kalau tubuhmu berisi."
Pandangan keduanya bertemu, menghadirkan ribuan kupu-kupu tak kasat mata di antara mereka. Waktu seolah terhenti saat keduanya menyadari letupan di dalam dada yang mewakili berbagai perasaan yang begitu memabukkan.
Bahagia, haru, dan penuh suka cita.
Renjun tersenyum manis dan mengecup lembut dahi suaminya, "Tentu. Aku akan selalu menjadi tempat ternyaman untuk kau peluk."
Tempat ternyaman. Jeno mengeja itu dalam hatinya, mengukirinya dalam diam dan menguntai harapan bahwa itu akan menjadi janji yang mengikat Renjun untuk selalu berada di sisinya.
Selalu di sisinya, tanpa bayang-bayang perpisahan yang sepanjang hidupnya selalu menjadi mimpi buruk mengerikan.
Selamat bermalam minggu bunda-bunda onlinennya Lele🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top