《2》

Renjun menatap ruangan di sekitarnya dengan pandangan tak percaya. Ia bisa menebak bahwa ini adalah ruang meeting di salah satu hotel bintang 5 di Seoul. Tapi yang membuatnya tak habis pikir adalah bagaimana mungkin pertemuannya yang hanya dengan Tuan Lee harus dilaksanakan di ruangan luas dan tertutup seperti ini.

Di tengah ketertegunannya, pintu ruangan utama terbuka oleh seorang pelayan hotel, menampilkan seorang pria baya dengan tampilan jas formal dan sepatu yang mengkilat. Renjun meneguk ludahnya diam-diam, merasa bahwa orang yang ditemuinya saat ini pasti bukanlah orang sembarangan.

"Tuan Lee sudah datang." Bisik Tuan Park sembari bangkit dari duduknya. Renjun mengikuti gerakan itu kemudian membungkuk sopan saat orang yang dimaksud sudah berdiri tepat di depan mereka dan duduk dengan penuh wibawa.

"Selamat siang, Renjun-ssi."

"Selamat siang, Tuan Lee."

Renjun tersenyum canggung kemudian membiarkan Tuan Lee membuka suara. Tuan Park yang tadi duduk di sampingnya sudah berganti tempat di samping pria baya tersebut. Kini tinggal Renjun sendiri yang berhadapan dengan dua wajah asing di depannya.

"Senang rasanya bisa bertemu dengan sosok menginspirasi seperti Anda!"

Ucapan itu terdengar ramah di telinga Renjun, dan setidaknya berhasil membuat ia jauh lebih relax sekarang. Sebuah pengawalan yang tak ia sangka akan menciptakan situasi yang lebih baik.

"Saya jauh lebih merasa tersanjung karena diundang langsung oleh Anda." Balasnya sopan. Meski baru saja mencari tahu soal sosok di depannya setelah mendapat undangan resmi untuk pertemuan ini, namun Renjun sudah dapat menyimpulkan bahwa 'Lee Foundation' yang didirikan oleh orang di depannya ini adalah sebuah yayasan kemanusiaan yang selama ini banyak menyumbangkan donasi untuk kegiatan-kegiatan kemanusiaan, seperti beasiswa pendidikan, donasi dan sumbangan korban bencana, serta termasuk donasi bagi anak-anak terlantar.

Renjun tahu bahwa orang di depannya ini bukan orang sembarangan.

"Renjun-ssi, aku suka sekali dengan gagasan dan perhatian Anda terhadap anak terlantar. Lain kali mungkin kita bisa membicarakan itu?"

Mengapa harus lain kali? Batin Renjun. Akan sangat menyenangkan kalau pertemuannya sekarang adalah membahas gagasan itu.

"Karena sekarang aku tidak ingin berbasa-basi untuk menyampaikan tujuan utamaku mengundang Anda kemarin."

Renjun menghela napas diam-diam. Ia ingin tertawa keras menertawakan situasi saat ini. Orang di hadapannya benar-benar tak terduga. Mereka bahkan belum berbasa-basi sama sekali. Belum mengenal pribadi satu sama lain secara spesifik dan mendetail. Dan sekarang, pria ini akan langsung mengutarakan tujuan utamanya bertemu dengannya? Bertemu dengannya yang bahkan belum ia kenal dengan baik?

"Tuan Lee, bukankah akan lebih baik kalau kita saling memperkenalkan diri terlebih dahulu? Meski saya sudah mengetahui profil Anda dan yayasan Anda, tapi saya yakin bahwa Anda pasti belum mengenal saya."

Tuan Lee tampak menimbang sembari menyesap teh hangatnya, "Saya juga sudah mencari tahu profil Anda, Renjun-ssi."

"Dari acara TV itu?"

"Tidak hanya itu. Aku bahkan sudah mengetahui sedikit banyak soal riwayat pendidikan dan pekerjaan Anda."

Renjun sedikit terkejut dengan itu, meski kemudian ia memakluminya. Tuan Lee bukanlah orang biasa yang akan mengajak seseorang 'bekerja sama' secara sembarangan. Ia pasti sudah melakukan pertimbangan penuh sebelum mengajaknya bertemu hari ini. Salah satunya mungkin dengan mencari tahu sosok Renjun terlebih dahulu lewat orang suruhannya?

"Anda keberatan dengan itu, Renjun-ssi?"

Renjun tersadar dari lamunan singkatnya dan langsung menggeleng yakin, "Tidak, tentu saja. Saya dapat memakluminya dan tetap merasa tersanjung karena sosok saya yang bukan apa-apa ini diketahui oleh Anda."

Ia sedikit berbohong. Tentu saja ia akan lebih senang jika dapat memperkenalkan dirinya sendiri sekarang sehingga orang di depannya ini bisa mengetahui sosoknya tanpa perantara siapapun.

"Baiklah, sebuah kebijaksanaan yang saya dengar dari mulut Anda."

"Aku tahu bahwa tindakanku tidak seharusnya dengan 'menyelidiki' sosok Anda secara diam-diam. Tapi Aku ingin Anda tahu bahwa apa yang kulakukan ini bukan tanpa alasan, dan alasan itulah yang menjadi tujuan utama pertemuan kita hari ini."

Tuan Lee menatap jam yang melingkari pergelangan tangannya kemudian tersenyum manis ke arah Renjun, "Waktuku hanya sekitar tiga puluh menit lagi. Bisa kita persingkat ini?"

Renjun mengangguk ragu dengan jantungnya yang semakin berdebar, "Ya, silakan."

"Renjun-ssi, jika Anda tidak keberatan, maukah Anda berkenalan dengan anakku? Aku akan mengatur jadwal pertemuan kalian jika Anda mau."

Jantung Renjun rasanya lepas saat itu juga. Selanjutnya ia hanya sadar bahwa Tuan Lee sudah menyerahkan sebuah kartu nama di hadapannya.

"Senang bertemu dengan Anda. Aku harap kita akan bertemu lagi untuk membicarakan gagasan-gagasan Anda soal anak-anak."

Tubuh yang masih terlihat bugar di umurnya yang sudah tak muda lagi itu berjalan menjauh darinya. Meninggalkannya bersama Tuan Park yang memberitahunya bahwa Renjun akan pulang diantar olehnya atas perintah Tuan Lee.

Renjun menatap kartu nama di genggamannya selama perjalanan pulang. Tuan Park yang saat pertama bertemu tadi terlihat kalem dan tenang, kini jauh lebih ceria dan sedikit banyak bicara. Renjun tak tahu mengapa, tapi mungkinkah ia menyadari kegugupannya sekarang.

Sekali lagi, Renjun mengeluarkan kartu nama itu dari dalam dompetnya. Nama yang tertera di sana menjadi orientasi dari atensinya sekarang.

Lee Jeno

Lee Jeno, anak satu-satunya dari Tuan Lee, Lee Donghae.











TBC?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top