《14》
Haiiii buna-buna kesayangan Lele! Sabal yah nunggu Lele lahil<3🐬
-
-
Haechan menatap tak percaya ruangan sepi yang biasanya ia nikmati sendirian itu. Biasanya, di jam dua belas siang seperti ini, ia pasti akan duduk berleha-leha di sofa setelah mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi kali ini dia harus rela duduk dengan canggung di antara tiga orang lainnya yang tengah berbincang dengan seru dan akrab. Ia merasa menjadi begitu asing dengan apartemen Renjun sekarang.
Satu jam yang lalu saat ia baru saja selesai mandi, Renjun datang bersama dua orang dewasa dan satu gadis balita yang asing di mata Haechan. Tidak benar-benar asing karena di antara dua orang dewasa itu ada Lucas, sepupu Renjun yang ditemuinya di pemberkatan pernikahan satu minggu yang lalu, serta satu orang dengan wajah dingin namun cantik yang menuntun seorang bocah cantik berambut panjang yang juga mencuri perhatiannya dulu di acara yang sama, kakaknya Lucas dan sang anak.
"Haechanie kenapa diam saja? Sini ikut makan, nanti keburu dihabiskan oleh Lucas."
Lamunannya buyar oleh suara berat yang memanggilnya dengan lembut. Kak Winwin--begitu Haechan menirunya dari Lucas--menyerahkannya semangkuk ramen pedas yang ia paruhkan dari mangkuk besar di dekat pria atletis yang kini sibuk menjahili keponakan cantiknya itu. Haechan yang kehabisan akal untuk menolak dengan halus akhirnya memilih untuk mendekat dengan senyum hangat andalannya.
"Kamu tidak suka ramen ya? Ah, harusnya tadi kita pesan pizza saja!"
"Tidak suka apanya! Dia ini suka semua makanan tahu!"
Renjun datang dengan nampan berisi botol arak dan empat buah gelas kecil. Sahabatnya yang sedari tadi bergulat di dapur untuk menyiapkan berbagai kudapan itu datang dengan mulut pedasnya yang menyebalkan namun tetap Haechan syukuri karena itu artinya ia ada teman sekarang. Dengan sengaja, dimakannya lahap-lahap ramen yang masih sedikit mengepul itu untuk mendramatisir ucapan Renjun.
"Benar sekali. Aku ini hobi sekali makan dan Renjun dengan baik hatinya selalu memasak apapun untukku."
"Serius? Wah, harusnya aku tinggal di sini saja supaya dimasakkan makanan setiap harinya."
Lucas menanggapi ucapan Haechan dengan heboh dan mulai bergeser mendekati satu-satunya orang Korea di antara mereka itu, "Kak Winwin, habis ini aku mau mengemasi barangku ke sini. Apartemenmu aku jual saja ya. Hera-ya, mau ikut Paman tinggal di sini? Nanti kita makan enak terus setiap hari."
"Hei memang kamu kira aku dan Jaehyun tidak suka memberinya makanan enak? Kami bahkan mementingkan asupan gizinya, tahu!"
Winwin berkata sebal sembari memandangi adiknya yang masih asyik memangku Hera, anak semata wayangnya dan Jaehyun. Tapi kekesalannya ia redam karena tahu ada wajah lain yang sedari tadi berusaha mati-matian untuk terlihat nyaman di antara mereka.
"Ide bagus. Lucas Ge bisa tinggal di sini sambil menemani Haechan."
Muka Haechan memerah seketika. Ia tatap tajam Renjun yang kini sedang berusaha mengambil alih Hera dari pangkuan Lucas. Andai saja hanya ada mereka berdua, ia pasti sudah menyumpal mulut sahabatnya itu dengan lakban.
"Hera-ya, memang Hera mau tinggal di sini dengan Paman Lucas dan Bibi Haechan hm? Ah, harusnya Hera bersamaku saja dan Jeno."
Bahkan sekarang Renjun berani memanggilnya Bibi! Ya Tuhan, Haechan rasanya ingin menendang bokong si penyandang marga Lee tersebut kalau tidak ingat bahwa di sini ada orang asing, termasuk Lucas yang tahu-tahu sudah berada di sampingnya.
"Buat saja sendiri dengan Jeno! Hera itu hanya milikku kalau kalian lupa."
Renjun yang akhirnya berhasil memangku keponakan menggemaskannya itu hanya tersenyum kecil mendengar penuturan kakak sepupunya. Ia pandangi bocah perempuan di pangkuannya itu dengan pandangan berbinar saat mendengar mulut kecilnya terus mengoceh soal mainan boneka barbie yang akan dibelikan sang papa.
"Hera suka barbie?"
Suaranya tanpa sadar mengalun begitu saja, membuat bocah di pangkuannya itu mendongak seketika dan dengan semangat mengangguk, "Suka!"
Senyum di wajah Renjun semakin melebar. Dengan sayang, ia elus surai panjang keponakannya, "Nanti kapan-kapan kita ke toko buku untuk beli buku cerita barbie bergambar, mau?"
"Mau! Aku mau! Nanti aku bilang Mama dulu...."
"Bilang apa, Princess?"
Keduanya sama-sama mengalihkan atensi saat suara baritone seorang pria muncul begitu saja. Jaehyun yang masih mengenakan setelan formalnya datang dengan senyum lebar saat putri tunggalnya itu langsung menghambur ke pelukannya.
"Papaaa...."
Renjun baru sadar bahwa kedatangan kakak iparnya itu juga diikuti oleh kedatangan Jeno yang kini duduk di sebelah Sicheng dengan canggung. Suaminya yang tadi pagi harus menghadiri rapat dadakan dan terpaksa membatalkan rencana berkumpulnya dengan para sepupu Renjun dari China itu terlihat lelah meski waktu bekerjanya kali ini tak selama biasanya. Buru-buru di dekati olehnya Jeno yang kini terlibat pembicaraan dengan Sicheng.
"Wah, kamu pulang dengan Jaehyun Hyung? Atau kalian bertemu di basement?"
"Bertemu di basement. Tadi kita mengobrol dulu sebentar di sana." Jawabnya sembari meneguk segelas air putih yang tersedia di depannya. Renjun yang melihat itu dengan cepat menyadari bahwa Jeno pasti kehausan karena tak biasanya ia asal meneguk minuman tanpa bertanya terlebih dahulu siapa pemilik gelasnya.
"Kalian mau minum? Biar kubuatkan sesuatu." Tawar Renjun pada Jeno dan Jaehyun. Mendengar itu, Jeno dengan semangat langsung mengangguk. Meski hal yang sama tak berlaku bagi Jaehyun yang langsung pamit setelahnya.
"Kami ada acara dengan Mama Jung sore ini, jadi tidak bisa lama-lama di sini." Jelas Sicheng dengan wajah menyesal. Renjun langsung bereskpresi lesu, merasa sedikit tak rela saat sepupu yang paling dekat dengannya itu harus mengakhiri pertemuan mereka secepat ini.
"Akhir minggu ini aku akan ke Paris, Sicheng dan Hera mungkin bisa kutitipkan padamu, Renjun." Kata Jaehyun saat Renjun mengantar keduanya sampai lobi. Terlihat jelas jika pria Jung itu tengah menggodanya karena ketidakrelaan Renjun melepas sang istri, "Aku akan minta izin pada Jeno nanti."
Renjun terkekeh kecil sembari mengacungkan jempolnya, "Jeno pasti mengizinkan. Dia kan suami idaman."
"Ya Tuhan, apa aku baru saja mendengar hal menggelikan dari mulut adikku yang biasanya kejam ini?"
Keempatnya benar-benar berpisah saat bocah dalam gendongan sang papa itu merengek ingin segera tidur siang. Renjun yang sadar bahwa ia meninggalkan Jeno yang akan dibuatkan minum olehnya itu buru-buru kembali ke apartemennya dan menemukan tiga orang dewasa yang saling terkekeh canggung satu sama lain. Hanya suara Lucas yang terdengar lantang di sana.
"Lucas Ge, kenapa tidak ikut pulang?"
Renjun sampai lupa untuk ingat bahwa Lucas juga seharusnya ikut pulang tadi, "Jangan bilang akan menginap di sini?"
Ia tatap Lucas dan Haechan secara bergantian dengan pandangan penuh selidik. Yang ditatap malah balik menatapnya polos, "Apa? Aku mau pergi keluar dengan Haechan-ssi sore ini. Iya kan?"
"Tapi nanti Lucas Ge akan langsung pulang kan?"
"Astaga Renjun, kamu mengusirku?!"
"Iya!"
Renjun beralih pada Haechan yang sedari tadi tak membuka suara, "Haechan-ah, serius?"
Pertanyaan singkat yang mewakili wajah kaget Renjun itu Haechan balas dengan anggukkan santai. Sahabatnya itu kini tengah asyik menghabiskan sisa ramen sembari sesekali menanggapi ocehan ribut Lucas.
"Nanti malam ada pasar malam di taman kota. Aku dan Haechan mau ke sana karena katanya ada festival makanan juga." Jelas Lucas, menggantikan posisi teman barunya yang dimintai keterangan oleh sepupunya, "Kau dan Jeno-ssi juga pergi saja. Apartemen biar aku yang bereskan."
Renjun menimbang saran yang diberikan Lucas sembari menatap Jeno yang diam-diam sibuk menghabiskan sepiring kue yang tadi turut dihidangkan dalam perkumpulan kecil-kecilan mereka. Ia tertawa kecil dan mendekati suaminya yang agak kaget saat tertangkap basah, "Kamu lapar hm?"
Jeno mengerjap bingung sembari menelan kunyahannya, "Hm?"
Si manis yang baru menyandang marga Lee itu tersenyum geli sembari membawa piring kosong bekas kue yang dimakan suaminya, "Aku masakkan sesuatu ya. Kamu mau makan apa?"
"Mau kimchi dengan tambahan daging sapi!"
Lucas menyahut dengan semangat, lalu tersenyum kikuk saat mendapat tatapan tajam Renjun, "Sekalian untukku juga ya Renjunie hehe...."
Renjun mendengus sebal kemudian kembali mengalihkan tatapannya pada Jeno yang seperti mehanan tawa, "Aku mau buat kimchi, kamu mau?"
Jeno mengangguk manis, "Apapun itu. Soalnya aku sudah lapar."
Ia lalu bangkit dari duduknya sembari memunguti mangkuk-mangkuk kotor di sana, "Aku temani sekalian cuci piring."
"Aku bantu masak juga ya. Renjun-ah, biar aku yang mengolah dagingnya."
Lucas yang ditinggalkan sendiri di sana mulai menatap sekelilingnya. Haechan dan Jeno sudah pergi ke dapur untuk melibatkan diri dalam membantu Renjun. Tinggal ia sendiri yang duduk di sini tanpa mengerjakan apa-apa.
Dengan malas, pria tinggi itu bangkit dari duduknya dan dengan terpaksa melangkah gontai ke dapur.
"Jeno-ssi, aku bantu cuci piringnya ya!"
-
-
"Kamu dengar tidak waktu mereka bilang soal pasar malam?"
Setelah makan siang tadi, Jeno dan Renjun langsung meninggalkan apartemen Renjun. Alasan yang pertama, karena memang agenda mereka di apartemen itu hanya sampai acara perkumpulan tadi selesai. Meski pada akhirnya mereka paham mengapa mereka harus buru-buru pergi dari sana; memberi ruang cukup untuk Lucas dan Haechan yang sepertinya mulai menjalin hubungan pertemanan yang dekat.
Renjun bukannya tak ingin membuat Jeno dan dua kerabatnya itu dekat, tapi ia sadar bahwa moment saat tadi tak tepat untuk itu. Lucas dan sahabatnya, Haechan, sepertinya lebih butuh waktu untuk mereka berdua. Toh Jeno juga sepertinya tak keberatan untuk itu. Biarlah nanti ia atur ulang pertemuan kerabatnya dan Jeno.
"Pasar malam di taman kota?"
Ia mengangguk dengan semangat untuk pertanyaan retoris suaminya, "Mau ke sana? Aku rasa kita butuh refreshing setelah menghadapi gangguan pekerjaan di sisa cuti kita."
Tawa Jeno meledak setelahnya. Pria tampan yang tengah sibuk mengemudikan mobilnya itu diam-diam melirik sang istri yang terlihat bersemangat mengemukakan ide dan keinginanya, "Boleh. Sudah lama aku tidak jalan-jalan malam seperti itu."
Mobil berhenti saat lampu lalu lintas menampilkan warna merah yang kontras dengan langit yang cukup cerah siang ini, tak semendung biasanya. Mata Renjun langsung menjelajah pada pemandangan di luar mobil, kemudian terpaku pada satu bangunan dengan dominasi warna biru langit yang lembut dan cantik.
Toko mainan anak-anak.
Senyumnya terkembang seketika, "Jeno...."
"Ya?"
"Ayo kapan-kapan kita ke sana!"
Mata tajam Jeno yang fokus pada jalanan padat di depannya itu teralih pada apa yang ditunjuk oleh istrinya. Pria itu sedikit mengerut tak mengerti, "Toko mainan? Untuk anak-anak?"
Renjun mengangguk semangat kemudian mengalihkan netranya pada tatapan bingung suaminya. Senyumnya yang perlahan terkembang lebar mulai hilang sejalan dengan mata sang suami yang masih menunjukkan kebingungan tanpa minat.
Menyadari Jeno yang semakin bingung karena ia penjelasan yang tak kunjung keluar dari mulutnya, si manis itu menggigit bibir bawahnya kemudian tersenyum tipis.
"Bukan apa-apa. Lupakan saja."
Aku yakin kayanya part ini votenya bakal sedikit soalnya aku ngerasa ga puas sama apa yang aku tulis di bagian ini hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top