Chapter 05
Selama ini, aku berpikir setelah waktuku habis di dunia, rohku akan ikut berbaris di padang pasir untuk menunggu giliran perhitungan amal baik dan burukku. Namun, yang kulihat saat ini sangat berbeda. Aku melihat wajah-wajah antusias yang mensyukuri kembalinya kesadaranku.
Sebentar, apa sebenarnya aku belum mati karena tenggelam?
"Bagaimana yang kaurasakan, putraku? Apakah lukamu masih terasa sakit?" tanya seorang wanita dengan pakaian tradisional yang menatapku cemas. Jemarinya menggenggam tanganku erat.
Sontak aku menarik tanganku mundur.
"Siapa Anda?"
"Seja Joeha, aku ibumu. Apa yang kau katakan?"
Aku memperhatikan lagi rupa wanita itu yang semula tampak buram. Ia memang cantik dan bersahaja, tapi itu bukan wajah ibuku.
"Saya bukan putra Anda. Anda salah orang, Ahjumma*."
"Seja Joeha, kumohon jangan bercanda. Ini bukan waktunya untuk bermain-main."
"Aku tidak bercanda, Ahjumma. Sekali lagi aku bukan putra Anda yang sampai dipanggil ...," sergahku tak setuju, "... Seja Joeha?"
Aku mencoba berdiri, tapi kurasakan sakit di dada kananku. Kulihat ada perban yang dililitkan di dada dan lenganku. Sepertinya aku tertusuk benda tajam ketika tenggelam. Seorang pria dengan pakaian tradisional mencoba menopang tubuhku yang nyaris limbung, tapi kutepis tangannya. Tatapanku bergantian menuju kedua orang itu, sebelum kualihkan pada ruangan ini. Semakin banyak pertanyaan bertebaran dalam otakku dan ini membuat kepalaku pening.
"Seja Joeha, kau masih belum pulih."
Kuabaikan ucapan kedua orang itu yang mencoba menahanku. Tampaknya pria tadi tak berani menyentuhku lagi. Sementara itu, wanita yang mengaku sebagai ibuku, terpaku di tempatnya. Meskipun langkahku berat, aku tetap berusaha meninggalkan tempat ini menyusuri lorong yang sempit dan pendek.
Langkahku terhenti ketika kulihat sosok yang familiar.
"Seja Joeha, akhirnya Anda sudah sadar."
Namun, kalimat yang diucapkannya pertama kali membuatku bingung. Apakah kini ia sedang mengerjaiku? Ya, bukankah ini berlebihan untuk orang yang baru saja selamat dari kematian?
Walaupun kini ia juga mengenakan hanbok dengan bentuk mirip wanita tadi, aku yakin tidak salah orang.
"Mengapa Anda berjalan keluar? Apa luka Anda sudah pulih?"
Aku tertawa sumbang. Cara bicaranya membuatku curiga kalau ia dalang dari semua ini. Apakah kami sedang menjadi bagian dari variety show? Di mana letak kamera-kamera tersembunyi?
"Seja Joeha ...."
"Kau sedang berperan sebagai apa, tour guide cilik?"
Mata bocah itu membulat sempurna. Ia tampak terkejut dan aku senang bisa mengacaukan rencananya. Tapi, kenapa aku masih tak menemukan kru maupun kamera yang ingin menangkap ekspresi kami lebih dekat? Apakah kameranya tertanam di hiasan kepala bocah itu?
"..."
"Kenapa diam saja?"
Bocah itu menatap tubuhku tanpa berpaling. Ia maju selangkah dan menyentuh dadaku. Wah, perempuan zaman sekarang benar-benar gila dan agresif.
"Seja Joeha, luka Anda ...."
Pandanganku jatuh pada dada kananku dan kudapati noda merah yang mendominasi perbanku. Sepertinya aku terlalu banyak bergerak dan lukaku terbuka karena belum kering. Aku harus ke rumah sakit untuk mendapat jahitan lagi. Belum sempat aku mengatakannya, kepalaku kembali pening dan tubuhku semakin lemas.
Catatan kaki:
Ahjeomma: Bibi
Part-nya Sangmin kependekan, ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top