1. アケミ
Akemi (アケミ ) dapat diartikan secara harfiah sebagai "matahari terbit yang cantik", atau "fajar". Untuk pemberian nama, Akemi juga berarti "cantik", atau "cerah". Situasi yang begitu dinantikan orang banyak, sebagai tanda bergantinya hari dan terbuangnya masa lalu yang buruk. Sayang, tidak banyak dari mereka yang memahami kalau keindahan itu berasal dari awal yang gelap.
.
.
April 2014
"Hebat, lagi-lagi Akemi juara satu!"
"Lihat, lihat! Total nilainya juga mendekati sempurna!"
"Astaga—aku kalah lagi dari Akemi-san!"
"Seharusnya aku dapat nilai sempurna kalau aku tidak lupa menuliskan caranya."
Seperti biasanya, papan pengumuman yang memuat nilai adalah salah satu cara untuk menarik perhatian hampir seisi sekolah. Baik siswa-siswa yang sudah pasti menempati deretan tertinggi, atau siswa yang secara konsisten berada di baris terbawah daftar, semuanya berjubel menjadi satu di sepanjang lorong untuk melihat peringkat mereka—atau membandingkan skor satu dengan yang lain.
Tak terkecuali Kasumi Mikage dan sahabatnya—yang sejak tadi menjadi sumber huru-hara—Akemi Eri.
"Peringkat satu lagi, ya?" Akemi terkekeh, sesekali mengusap hidung. "Padahal aku tidak seyakin biasanya. Tahu tidak—aku malah ketiduran saat seharusnya mengulas materi biologi."
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ia sendiri mengagumi deretan nilai itu—memangnya siapa yang tidak?—Kilat bangga terlihat jelas di matanya.
"Yang benar saja," keluh Kasumi. Ia menghindar ketika seorang siswa kelas satu nyaris melesat menubruknya. "Kau tetap brilian seperti biasa. Buktinya, peringkat pertama selalu dimonopoli olehmu sejak kau datang ke sini."
"Brilian sepertinya terlalu berlebihan," kekeh Akemi lagi. Rona merah kali ini sedikit merambati wajah.
"Aku ingin sekali mendapat peringkat setinggi itu sekali-sekali." Ekspresi mendamba bercampur iri terpeta jelas di wajah temannya itu. "Biar Eri-chan tidak melulu jadi pusat perhatian."
Akemi tersenyum manis ketika menjawab, "Setidaknya peringkat 30 dari 200 orang tidak buruk." Ia menepuk pundak Mikage. "Lihat, nilaimu meningkat jauh dibandingkan dengan semester lalu."
"Itu karena Eri-chan mengajariku." Raut kesal itu cepat sekali tergantikan dengan cengiran bangga. "Tapi luar biasa ya—biasanya aku tidak pernah lulus pelajaran matematika, dan lihat nilaiku sekarang. Astaga—"
"Akemi-san?"
Kedua gadis itu otomatis menoleh—pundak Kasumi lagi-lagi tersenggol rombongan siswa. Akemi tersenyum lebar ketika mengenali sosok yang berjarak beberapa meter di depannya. Seorang laki-laki berkacamata melambai ke arahnya. "Tetsu-san? Tunggu sebentar—" ia tersenyum minta maaf pada Kasumi. "Maaf, Kage-chan, aku akan segera kembali."
Kasumi mengangguk, mengawasi temannya melesat di antara kerumunan.
Senyum Akemi tidak hilang ketika menyapa ketua kelasnya itu. "Jadi, ada apa?"
"Hanya ingin mengucapkan selamat karena sudah meraih ranking satu lagi," ujar Tetsuya ramah. Benar-benar tipikal pemimpin yang menyenangkan.
"Trims." Ia melirik sekilas ke arah papan pengumuman, lalu balik bertanya, "Tetsu-san sendiri peringkat dua, kan? Sayang sekali."
Tetsuya mengangkat bahunya, separuh bercanda. "Mau bagaimana lagi? Bukannya laki-laki harus mengalah pada perempuan?"
Akemi tergelak mendengarnya. "Yang benar saja. Lain kali kau harus berusaha lebih keras lagi, Tetsu-san." Ia mengerling ke arah Kasumi yang masih menunggunya dengan sabar. Selama beberapa detik, senyumnya memudar. "Kutinggal sekarang tidak apa-apa, kan? Kage-chan sudah menunggu di sana—"
"Tidak apa-apa," jawab Tetsuya cepat. "Tidak usah sungkan begitu."
Ekspresi Akemi kembali cerah. "Kalau begitu sampai nanti, Tetsu-san!"
Tetsuya hanya memandangi Akemi yang dengan gesit melewati 'lautan siswa' sambil tertawa tertahan.
Bukan rahasia lagi kalau Akemi adalah sosok idola semua siswa. Dia pintar, cantik, dan berhasil menarik perhatian semua orang sejak hari pertama kepindahannya di awal semester.
Ia pindah dari perfektur Osaka ke Tokyo, dan tidak ada yang berani menanyakan penyebabnya walaupun Akemi terlihat begitu terbuka. Walaupun cerdas, para siswa biasanya menolak pindah sekolah saat mereka sudah menduduki kelas 3 SMA. Alasannya rata-rata sama: akan sulit sekali menyesuaikan kurikulum di sekolah baru. Kecanggungan ala siswa baru biasanya akan mempengaruhi performa belajarnya.
Untungnya, karakter Akemi menyelamatkannya dari 'sindrom-siswa-baru' yang menjadi momok selama ini. Ia ceria, mudah bergaul, dan sangat inisiatif membantu teman-temannya. Ia adalah sosok yang sangat penuh semangat—tipikal protagonist kesukaan orang-orang.
Banyak gosip yang mengatakan bahwa Akemi tidak terlalu suka terlihat menonjol, sehingga memilih seorang teman yang sama sekali tidak menarik seperti Kasumi. Ada pula yang mengatakan bahwa Akemi ingin menunjukkan kekuatannya membuat orang yang tidak populer menjadi sorotan semua orang. Banyak kasak-kusuk memperdebatkan latar belakang anak baru itu—dan tidak sedikit yang berusaha mengejar informasi itu langsung dari pemiliknya.
Tapi untuk kebenarannya, tidak ada yang tahu. Akemi sendiri tidak pernah mengklarifikasi apa-apa, sehingga orang lain dibiarkannya menebak-nebak dalam kegelapan.
Lagipula, siapa saja berhak menyimpan rahasia, bukan?
.
.
Kakinya berderap tergesa menghampiri Kasumi.
"Maaf, Kage-chan—kau jadi harus menunggu." Akemi menangkupkan kedua tangannya di depan wajah dan memasang wajah menyesal. "Kerumunan ini pasti sangat mengganggumu, ya?"
Permintaan maafnya ditepis dengan lembut. "Tidak apa-apa, kok. Bukan salah Eri-chan."
"Benar-benar maaf, ya. Untung saja aku punya teman sesabar Kage-chan."
Kasumi mengusap lehernya malu-malu selagi terkekeh. "Justru aku yang beruntung punya teman sehebat Eri-chan, padahal aku sama sekali tidak ada apa-apanya—"
"Hei, hei," Akemi menyela. "Jangan pesimis begitu, dong. Kita sudah pernah membicarakan hal ini, kan—jangan menganggap dirimu serendah itu."
"Maaf, maaf," ujar Kasumi. Ia langung membelokkan topik. "Omong-omong, Takahiro-san masih belum menelepon?"
Alis Akemi bertaut ketika nama itu disebut.
"Eiji-kun?" ia mengetuk-ngetukkan dagunya dengan jari. "Kalau tidak salah dia bilang kalau dia akan mematikan ponsel karena harus pergi dengan teman-temannya. Mungkin nanti malam dia baru menelepon." Ia menoleh ke arah Kasumi. "Memangnya kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa, kok. Aku hanya heran," ujar Kasumi. Dalam hati merasa salah tingkah karena sudah mengangkat topik yang sedikit sensitif. "Soalnya kalian jarang pergi berdua akhir-akhir ini. Eri-chan juga jadi tidak pernah bicara soal Takahiro-san, jadi kukira kalian punya masalah atau semacamnya."
Akemi menghela napas panjang. "Benar juga, sih. Pacaran jarak jauh memang sulit—walaupun tidak terlalu jauh juga sih," keluhnya. Wajahnya berubah serius ketika berkata, "Kage-chan, pokoknya kau tidak boleh punya pacar jarak jauh. Atau jangan punya pacar kalau aku tidak menyukainya."
Kasumi terkikik. "Kakakku saja tidak seprotektif itu. Kau ini benar-benar protektif, ya, Eri-chan."
"Mana mungkin akau mengorbankan temanku yang berharga, kan?" Akemi ikut terkekeh, namun terdiam ketika satu kemungkinan buruk menyita otaknya. "Tapi, bicara soal teman, teman-teman Eiji-kun itu—" tanpa sadar ia bergumam.
"Apa?"
Ia cepat-cepat mengibaskan tangan. "Ah, Tidak. Tidak apa-apa kok, tidak usah dipikirkan."
Sebaiknya, apa yang tidak terucap tetap dipendam dalam hati. Ini demi kebaikan bersama.
For your information
-san: Panggilan formal untuk seseorang yang tidak begitu akrab, panggilan untuk orang yang lebih tua.
-chan: Panggilan informal untuk seseorang yang sudah akrab/panggilan untuk orang yang lebih muda (biasanya untuk perempuan)
Di sistem Jepang, kata prefektur digunakan untuk menerjemahkan wilayah administrasi, ken (県), yang kurang lebih seperti sebuah negara bagian.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top