The Goat Who Bring a Soup

(Agak throwback sama cerita-cerita yang pernah saya tulis ketika masih SMA, enjoy!).

            Seumur hidupnya Reno Artanto baru merasakan satu hal yang paling membuat dirinya penasaran sekaligus gugup. Suatu rentangan waktu di mana ia harus menghadapi lingkungan baru. Tantangan untuk beradaptasi dari seorang pelajar menjadi mahasiswa, merubah tingkah laku kekanak-kanakan menuju kedewasaan.

            Perkuliahan.

            Reno menatap keramaian di lorong itu dari tempatnya duduk. Sembari menunggu kedua sahabatnya datang yang bukan kebetulan satu kampus dengannya, Reno mencoba untuk menyibukkan diri menonton film streaming yang ia unduh secara ilegal dari salah satu website. Kebiasaan Reno yang tak akan pernah hilang. Menonton film secara terus menerus kapanpun di manapun, setiap hari Reno bisa menghabiskan waktunya dengan menonton film, membuat review pendek setelahnya dan mempelajari cerita dari film yang ia tonton.

            Menurutnya seusai menonton film. Reno merasa bahwa dia adalah salah satu karakter dari film itu, menganggap bahwa dirinya adalah tokoh penting baik dalam dunia fantasinya maupun kenyataan.

            Reno berhenti menonton film Hard Candy yang baru berjalan 4 menit setelah ada seseorang yang menepuk bahunya dan memberikan sapaan hangat baginya. Dia adalah sahabat Reno. Namanya Yura, cewek berambut panjang diikat kuda yang memiliki mata hitam menawan dibalik lensa minus itu. Yura tidak sendirian karena di sampingnya berdiri seorang cowok gendut mengenakan baju kaus Atlanta Hawks yang di belakangnya tertulis nama Kyle Korver pemain basket NBA favortinya.

            “Kalian lama datengnya,” kata Reno dingin sambil melepas headset-nya.

            “Sori Ren, aku ngerti kamu udah kangen sama kita,” balas Yura kemudian tertawa setelahnya.

            Reno tidak menggubris. Di tengah keramaian yang semakin padat dan mentari mulai berjalan menuju khatulistiwa. Ia mengambil sebuah poster dari tas ranselnya, poster yang bisa membuat Reno tersenyum lebar dan membuat heran kedua sahabatnya. Ini aneh karena Reno bukan cowok yang ramah apalagi murah senyum.

            “Lomba film pendek untuk mahasiswa umum,” ucap Yura dan Faisal bersamaan.

            Reno kembali menampilkan senyumnya. Ia mulai membayangkan alur dari film pendek yang akan digarapnya, tidak perlu mengeluarkan biaya ataupun mengajak orang lain menjadi aktor. Reno telah menunjuk Yura dan Faisal untuk terlibat dalam film ini, hanya mereka berdua karena Reno mempunyai satu rencana hebat.

            “Setelah jam kuliah selesai, kalian ikut gue untuk pembagian peran karena sejujurnya gue udah mengerjakan naskah jauh sebelum ada lomba ini. Lo nggak perlu bertanya ‘kok bisa?’ karena udah kebiasaan gue menulis,” jelasnya lalu melipat kembali posternya dan berjalan meninggalkan dua orang itu.

            Yura dan Faisal mengikuti langkah Reno dari belakang. Dalam hatinya, Yura senang melihat cowok itu sangat antusias untuk mengerjakan sesuatu, sebenarnya Reno adalah orang yang independen dan ambisius. Awalnya Yura heran dengan semua ini, namun sekarang ia paham alasannya.

            Reno orang serius yang tidak suka diajak bercanda. Banyak orang tidak suka dengannya, namun tidak bagi Yura dan Faisal. Walaupun Reno adalah orang yang menyebalkan dan monoton, bagi mereka Reno adalah sosok sahabat yang tulus dan setia. Apalagi Yura telah mengenal Reno sejak mereka berdua masih duduk di bangku SD. Banyak yang berubah dari cowok keriting itu, namun ada satu perasaan yang tersimpan di hati Yura yang tak akan pernah berubah. Perasaan yang timbul kapanpun bertemu dengannya. Sebuah perasaan yang makin lama berubah menjadi harapan untuk memiliki satu sama lain.

            Perasaan cinta.

***

Mereka bertiga berdiri di dekat danau dan ada sebuah pohon besar yang menutupi sinar matahari tepat di belakang mereka. Reno dan Yura sedang berdiskusi mengenai pengambilan gambar serta adegan yang akan diperankan. Tiupan angin silir pada siang hari membuat dahan itu saling bergesekkan lalu meninggalkan irama damai tersendiri. Danau ini bisa dikatakan tempat paling sunyi dan dapat membuat hati tenang setelah seharian berhadapan dengan hiruk pikuk Ibukota.

            Reno secara saksama mendengarkan ide yang dilontarkan oleh Yura sementara salah satu tangannya masih memegang story board. Suaranya lembut terbawa angin, Reno sangat menyukai cara Yura menjelaskan pendapatnya.

            “Yura, kalau gue boleh jujur film ini sebenarnya cuman diperankan sama satu orang dan itu lo,” kata Reno terlihat dia masih sibuk mengatur kameranya.

            Sejenak Yura diam mengolah kembali kata-kata yang baru saja disampaikan oleh Reno. Jika hanya untuk Yura saja, bagaimana nasib Faisal?

            “Tapi Faisal gimana?” tanya Yura sedikit menekan.

            Reno menghela napas panjang seraya mengalihkan pandangannya ke mata Yura. Sekali lagi Reno mencoba untuk menata kembali kalimatnya agar tidak ada kesalah pahaman di antara mereka.

            “Sori sebelumnya bukan maksud gue untuk meremehkan tapi lihat dia.” Reno menunjuk ke tempat di mana Faisal sedang berlatih dan menganggap bahwa pohon adalah lawan mainnya. “Fisik dia nggak tepat untuk berperan dalam film The Goat Who Bring A Soup ini karena-“

            “Karena dia gendut? Karena dia hitam?” Yura menyela, tatapannya tajam menusuk Reno.

            Seketika suasana menjadi hening hanya terdengar suara cipratan air yang mencuat ke udara karena ada ikan yang melompat dan monolog Faisal dari kejauhan. Reno tidak tahu harus menjawab apa dan memutuskan untuk kembali menyibukkan diri dengan kameranya. Sementara Yura mencoba meluruskan alasan Reno yang tidak ingin memberikan peran bagi Faisal.

            “Kalau alasannya begitu, kamu sama aja meremehkan dia. Reno, kasih dia kesempatan, sebuah peran bukan cuman tergantung dengan penampilan luar aja tapi kualitas juga. Lihat dia.” Kali ini giliran Yura yang menunjuk Faisal. “Dia seneng banget ketika dikasih peran sama kamu. Sekarang dia nggak berhenti memainkan perannya dan terus berlatih, tolong beri dia kesempatan Reno. Aku tahu kalau Faisal nggak akan mengecewakan film ini.”

            Reno masih diam seribu bahasa. Dia melihat gelang Star Wars hasil custom Faisal yang sama dengan miliknya juga Yura. Bagaimana bisa Reno berpikiran untuk meremehkan sahabatnya. Sekali lagi ia menghela napas panjang dan dengan berat hati ia akan memberikan kesempatan bagi Faisal.

            “Ok, gue kasih dia kesempatan,” kata Reno tersenyum tipis ke arah Yura.

            Yura mengangguk senang namun raut wajahnya kembali datar. Yura curiga Reno sedang merencanakan sesuatu untuk Faisal. Ada yang salah dari tatapan dan senyum Reno. Apakah mungkin? Ah tidak, Reno adalah sahabat mereka.

            ‘Sahabat mereka’

***

             Sudah 3 hari lamanya mereka menggarap film ini dan Reno menepati janjinya. Faisal menjadi pemeran utama dalam film itu, bukan sebuah kebetulan bahwa ternyata semuanya berjalan sesuai rencana dan prediksi Yura tidak meleset.

            Mereka bertiga kembali ke danau itu. Reno memberikan arahan singkat sebelum Faisal masuk ke adegannya. Hari semakin gelap karena awan kumulonimbus muali bergerak ke arah mereka. Udara lembab membuat keringat membasahi baju kaus mereka, namun semua ini tidak mengehntikan tekad Faisal untuk menyelesaikan adegannya.

            “Mungkin ditunda dulu adegan yang ini, aku takut hujannya deres,” kata Yura yang terlihat cemas.

            Reno menaruh helaian rambut hitam Yura di balik telinganya. Dia tersenyum tipis agar meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

            “Waktu kita nggak banyak, Faisal juga udah siap,” jawabnya datar.

            “Iya Yur, tenang aja gue kan penggantinya Denzel Washington besok,” tambah Faisal.

            Karena Yura kalah suara dia menyetujui adegan ini tetap berlanjut. Reno menyuruh Yura untuk berdiri di belakang kamera sementara Faisal telah bersiap untuk berenang di danau itu. Jarum cair mulai turun membasahi bumi meninggalkan bau yang khas ketika membasahi tanah.

            Raut wajah Faisal terlihat khawatir namun ia tutupi dengan tekad bulatnya. Yura memejamkan mata membiarkan air membasahi rambutnya, ada yang tidak beres dari semua ini. Yura tidak yakin jika Faisal bisa berenang.

            “Rolling … Action!”

            Faisal berjalan perlahan ke bibir danau. Hujan semakin deras mengguyur tetapi tidak menghentikan Reno untuk menunda adegan ini, menurutnya dengan turunnya hujan membuat film garapannya nampak semakin asli. Yura ingin sekali menggerakan kakinya yang terasa berat dan menarik Faisal dari sana.

            Semua itu terjadi begitu cepat. Faisal berusaha untuk mengangkat kepalanya di atas air, tangannya berulang kali mencuat ke atas seakan memberi isyarat bahwa dirinya sedang dalam bahaya. Yura menyadari itu, ia berteriak ke arah Reno yang masih sibuk dengan kamerannya. Derasnya air hujan membuat suara Yura samar, ia kembali berteriak dengan intonasi lebih menekan.

            “Reno! Dia tenggelam! Reno … Reno!!!” Yura menjerit ketakutan.

            Cipratan air itu semakin menghilang. Yura berlari ke bibir danau tidak peduli dengan garis perintah yang diberikan oleh Reno. Ambisi brengseknya mencelakakan nyawa orang lain. Yura telah basah kuyup namun matanya terus meneliti danau, tidak ada tanda-tanda darinya. Udara semakin dingin menusuk tulang punggung mereka. Yura berteriak terus-menerus memanggil nama sahabatnya tak peduli walaupun suaranya habis.

            Faisal benar-benar tenggelam.

            Dari arah belakang Reno berlari dan melompat menyelam ke danau itu. Yura telah duduk bersimpuh menangis diiringi hujan yang semakin deras. Pikiran buruk itu mulai menghantui benaknya. Bagaimana jika asmanya kambuh di dasar sana? Bagaimana jika Faisal kehabisan oksigen untuk bernapas? Bagaimana jika Faisal MATI!?

            Yura tidak pernah merasa setakut ini. Dia menggaruk tanah basah yang lembek itu, membiarkan dirinya mengalah pada rasa takut yang menguasai dirinya.

            Reno berhasil mencapai permukaan bersama Faisal kemudian ia langsung menghirup oksigen dengan rakus seolah tidak ada lagi udara di sekitar. Reno berenang ke pinggir danau dengan segenap tenaga yang ia miliki. Yura berlari dan menolong kedua sahabatnya keluar dari danau, Reno sempat terpeleset karena tangan Yura yang licin akibat air hujan dan lumpur.

            “Pembunuh! Kamu pembunuh, Reno!” seru Yura seraya melempar jari telunjuk ke wajah Reno.

            “Tapi gue udah-“

            “Kamu sengaja memanfaatkan kepolosannya untuk memberikan peran ekstrem walaupun dia tahu nggak bisa berenang!?” Reno menunduk dan membiarkan Yura melampiaskan amarahnya. “Kamu pembunuh Reno, kamu nggak tahu setiap hari dia selalu berlatih demi film kamu, dia rela mengorbankan nyawa demi film sahabatnya, namun ternyata dia baru saja membantu pembunuh.”

            Yura membantu Faisal berdiri di atas kakinya. Mereka berdua kemudian pergi dari danau itu meninggalkan Reno dan ambisinya untuk memenangkan lomba film pendek yang berujung pada percobaan pembunuhan. Mereka baru saja terlibat pada kesalah pahaman.

            “Yura, maafin gue,” kata Reno lirih.

            Isak tangis masih terdengar dari tempat Yura berdiri. Dia berhenti tanpa menoleh ke belakang di mana Reno sedang berdiri. Hujan turun semakin deras membuat mereka menggigil kedinginan. Yura sangat menyayanginya. Yura rela memberikan segalanya untuk Reno. Namun dia tidak lebih dari serigala berbulu domba.

            “Reno, aku keluar dari projek film ini. Maaf udah mengecewakan kamu, tapi aku berpikir jika kita melanjutkan, kamu cuman menyia-nyiakan waktu aja. Semoga berhasil, Reno.”

            Bukan ini yang ingin Yura sampaikan untuk Reno. Bukan perpisahan yang diinginkannya. Yura hanya ingin menyampaikan perasaannya yang telah ia simpan sejak lama. Pada akhirnya, waktu yang akan mengobati rasa sakit ini.

            Penyesalan itu akhirnya menusuk benak dan pikiran Reno. Terakhir kali setelah mereka sampai permukaan, Faisal berkata dengan lirih nyaris tak terdengar di telinganya. ‘Maaf gue gagal’.

***

Sepuluh tahun berlalu nama Reno telah melambung karena film-film garapannya menjadi penantian jutaan pasang mata. Reno berhasil menggapai mimpinya, dia menikmati setiap detik puncak karirnya dengan terus berkarya.

            Namun satu yang tidak bisa ia lupakan adalah kabar Yura dan Faisal. Hampir setiap saat ketika dia membuka ponselnya, Reno langsung pergi ke News Feed untuk melihat update terkini dua sahabatnya. Faisal yang sekarang meneruskan bisnis minyak Ayahnya di Iran dan Yura menjadi penulis novel romance terkenal pada era ini. Reno nggak bisa berhenti tersenyum sewaktu memikirkan mereka termasuk kenangan-kenangan yang telah berlalu.

            Reno menyesap kopi hitamnya dan membiarkan dirinya bersantai sejenak di tengah hiruk pikuk perkotaan. Sembari menunggu rekan kerja barunya untuk penggarapan projek film selanjutnya, ada satu kepingan puzzle yang belum terselesaikan oleh Reno yakni perasaannya kepada Yura. Wanita satu itu terus menghantui pikirannya, banyak dari film Reno terinspirasi dari kisah novelnya. Andaikan ia dapat memutar waktu dan mengubah segalanya termasuk menyampaikan perasaannya yang telah lama terpendam untuk Yura.

            “Mas Reno, apa kabar?” suara berat itu menyadarkan Reno dari lamunannya.

            Dia adalah rekan baru Reno namnya Ari. Seorang penulis naskah film action terbaik seluruh Indonesia. Setelah menjabat tangan, Reno mempersilahkan pria dengan wajah tegas ditumbuhi berewok itu duduk. Pagi yang cerah dengan aroma kopi menemani bisnis mereka.

            “Jadi, saya punya ide mau buat projek film yang berbau romance.” Hampir saja Reno memuncratkan kopi yang ada di mulutnya.

            “Romance? Mas Ari yakin?” Ari mengangguk seraya tersenyum lebar.

            “Iya, saya mau mencoba sesuatu yang berbeda. Saya mau buat film romance yang diambil dari novel. Saya juga mengajak penulis novelnya, itu orangnya baru aja dateng.”

            Reno menoleh ke belakang di mana terlihat seorang wanita dengan syal dan pakaian cardigan lengan panjang berwarna krem serta celana wide katun menutupi kaki indahnya. Namun bukan semua itu yang membuat Reno tersipu malu hingga jantungnya berdegup cepat, tetapi rambut kuncir kuda dan mata hitam menawan dibalik kacamata minus yang berhasil mengalihkan dunia Reno. Wanita itu juga diam terpaku menunjukkan wajah canggungnya.

            Reno dan Yura. Mereka akhirnya bertemu lagi.   

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top