CHAPTER 21

DISCLAIMER :
Animasi Boboiboy dan semua karakternya adalah milik Monsta Studios.
Seluruh alur cerita ini merupakan imajinasi Author dan tidak berkaitan dengan cerita sebenarnya pada animasi Boboiboy.

WARNING!!!
Original character, out of chatacter, typo dan kesalahan kata dalam ejaan.
Mohon maaf jika ada kesamaan dengan cerita lain.

RECOMENDED SONG :
Victory - Two Steps From Hill
Memory Reboot - Narvent and VØJ
Everything Works Out in the End - Kodaline
Round and Round - Heize
Sumpah dan Cinta Matiku - Nidji

.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°

Lorong istana yang tadinya sepi, kini dilangkahi oleh dua pria paruh baya yang sama-sama memakai mantel laboratorium berwarna putih. Mereka berjalan cepat menuju ruangan presiden.

Salah satu dari mereka memutar gagang pintu setelah mengetuk pintu itu lalu terdengar suara yang meminta mereka untuk masuk. Mereka mendapati presiden sedang mengobrol dengan seorang Menteri Pertahanan.

"Ada apa?" tanya Presiden.

"Kami hendak menyampaiakan dua laporan yang bertolak belakang, Tuan." ucap salah satu dokter.

"Bertolak belakang? Apa itu?" Presiden bertanya lagi.

"Berita baiknya, hasil Sinar-X menyatakan bahwa Zhou Kai memang memiliki chip kecil di tengkuknya." dokter itu menunjukkan secarik kertas yang memaparkan gambar hasil rontgen pada tengkuk Kaizo.

"Sesuai arahan dari Tuan, kami sudah mengelurkan chip itu." sambungnya lalu meletakkan benda kecil yang berada di dalam plastik di atas meja, tepat di depan Alberto Moonstone.

Pria paruh baya itu mengambil chip kecil yang tadinya ada di tengkuk Kaizo. Chip ini berisi rincian penggelapan dana yang dilakukan oleh Alberto Moonstone yang di tulis oleh Gubernur Agam sebagai ancaman. Dulu Alberto mengancam Agam untuk menghapus data itu, Agam bilang sudah menghapusnya tapi rupanya ia memasukan data itu ke dalam chip kecil dan menanamnya di tengkuk putra sulungnya yang berusia dua tahun.

Sekarang chip itu sudah berada di genggamannya. Alberto bisa memusnahkannya kapan pun dia mau.

"Lalu, apa berita buruknya?" Alberto bertanya kembali.

"Saya memohon maaf, Tuan. Berita buruknya, tenaga yang dihasilkan dari jam kekuatan Zhou Kai masih belum cukup untuk mengisi tenaga lima giant cannon, bahkan jika ditambah dengan kristal litortik yang dihasilkan dari Planet Cambela saat ini masih belum cukup." jelas ilmuwan tersebut.

"Apa solusinya?"

"Hanya ada tiga solusi. Solusi pertama, menggunakan kekuatan voltra yang berasal dari power sphera sebagai sumber tenaga. Solusi kedua, menggunakan power sphera Mechabot untuk memekanisasi giant cannon. Dengan begitu, alat itu akan berfungsi lebih kuat. Tapi, saya rasa mendapatkan kedua power sphera itu akan jauh lebih sulit dari saat Tuan mendapatkan jam kekuatan Zhou Kai."

"Ya, aku tidak ingin berurusan lagi dengan TAPOPS." ucapnya.

"Lalu, apa solusi terakhir?"

"Solusi terakhir, kita harus mempercepat penambangan kristal litortik di Planet Cambela. Semakin lama kita mengumpulkan kristal, semakin lebih dekat orbit Planet Cambela." jelas Sang Ilmuwan.

"Tuan, kita hanya punya waktu maksimal tiga tahun untuk meledakkan planet itu. Jika lebih dari tiga tahun, mungkin orbit Planet Cambela sudah terlalu dekat dengan atmosfer Planet Reiss. Jika kita memaksakan untuk meledakkannya, serpihan Planet Cambela bisa berjatuhan ke Planet Reiss." ilmuwan itu menjelaskan lagi.

Apa yang dikatakannya memang benar. Jarak antara Planet Cambela dan Planet Reiss saat ini adalah 330.700 KM. Dua puluh tahun yang lalu, jarak Planet Cambela dan Planet Reiss adalah 530.000 KM. Itu pertama kalinya bangsa Euro menyadari bahwa orbit Planet Cambela semakin kecil. Mungkin dalam waktu kurang dari 50 tahun, Planet Cambela akan menabrak Planet Reiss.

Hal itu terbukti, setelah lima tahun berlalu. Jarak antara Planet Cambela dan Planet Reiss semakin dekat.

"Tak perlu khawatir, yang kita butuhkan hanya lebih banyak lagi kristal litortik."

"Menhan, terbangkan jet bom fosfor ke Kota Damroit dan Kota Tueqli untuk penambangan kristal berikutnya pada lusa esok." perintah Alberto.

"Tapi, lusa Kopasgat akan melakukan pembersihan di Kota Chidirn dan melakukan penambangan." jawab Jenderal Besar Hitter Jason.

"Oleh sebab itu, perbanyak pasukan dan penambang untuk mempercepat penambangan kristal." ucap Alberto.

Dokter dan ilmuwan itu pamit undur diri setelah tugas mereka selesai. Kini hanya Alberto dan Hitter yang berbicang tentang nasib Kaizo selanjutnya.

"Tentang Zhou Kai ...."

"Aku ingin dia dieksekusi secepatnya."

Sementara itu, Kaizo merasa kepalanya sangat pusing. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha mengingat kembali apa yang baru saja terjadi pada dirinya.

Kaizo ingat saat dokter dan ilmuwan itu baru saja selesai mengoperasinya. Saat itu Kaizo masih setengah sadar dan masih bisa mendengar pembicaraan mereka.

"Beruntungnya aku sudah menduplikat isi chip itu." ucap si dokter.

"Memang apa isinya?" tanya si ilmuwan. Si dokter langsung membisikan sesuatu pada teman ilmuwannya.

Kaizo tidak tahu pasti apa yang dokter itu bisikkan, yang jelas dari suara ilmuwan itu tersengar sangat terkejut. "Itu bisa menjadi kartu AS kita." ucapnya.

Kaizo paham, mungkin saja isi chip yang baru saja dikeluarkan dari tengkuknya adalah rahasia atau kelemahan Alberto Moonstone.

.•°.•°.•°

Sebuah mobil hitam baru saja memasuki garasi dari rumah bertingkat dua dengan gaya modern berwarna putih. Pintu mobil Theo dan Shiloh langsung dibukakan oleh dua Paspampres yang selalu mengantar mereka kemana pun.

Jangan lupa, mereka berdua adalah anak dari Presiden Euro. Setiap mereka pergi ke luar rumah, selalu ada dua paspampres yang ikut. Jika sesuai protokol, satu orang memiliki lima paspampres, namun Theo menolaknya. biasanya empat dari mereka akan berjaga di rumah dan empat lagi dari mereka akan menjaga Theo dan Shiloh dari jarak jauh.

Shiloh dan Theo meletakkan beberapa paper bag berisi barang belanjaan mereka di samping sofa bed depan TV. Keduanya membaringkan diri di sofa tersebut.

"Tadi itu menyenangkan sekali." ucap Shiloh.

"Terima kasih sudah membuatkan gaun-gaun ini untukku."

Theo tersenyum, "Aku memang berencana ingin membuatkannya untukmu sejak aku merancang gaun-gaun ini. Itulah sebabnya gaun-gaun ini sangat menggambarkan karaktermu." balas Theo.

"Aku tidak sabar ingin memakainya." gumam Shiloh. Setidaknya hari ini dia sudah bersenang-senang bersama Theo dan melupakan pesan singkatnya yang belum dibalas oleh Niccolo.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, itu panggilan dari Gutta. Shiloh segera mendudukkan badannya dan menerima panggilan itu. "Selamat malam Kolonel, ada yang bisa saya bantu?" sapaan pertama dari Shiloh.

"Selamat malam Letda Shiloh, aku hanya ingin memberi kabar bahwa besok ada tugas yang harus dilaksanakan olehmu." ucap Gutta dari seberang.

"Tugas apa?"

"Kita diminta oleh Presiden untuk mengawal mobil dinas yang membawa Kapten Kaizo." jawab Gutta.

Shiloh mengerutkan dahinya, "Kapten Kaizo? Dia akan dipindahkan kemana?"

"Ke Markas Besar Militer, Presiden menginginkannya untuk dieksekusi secepatnya."

Shiloh membulatkan matanya, badannya terasa kaku, bibirnya juga kelu untuk berbicara. "Dieksekusi?"

"Ya, Kita tidak merapatkannya sekarang, sebaiknya besok kamu berangkat lebih awal ke markas angkatan udara untuk briefing sebentar. Besok hanya operasi pengawalan kecil, jadi kita hanya memantau dari drone."

Setelah Kolonel Gutta mematikan sambungan, Shiloh menatap Theo dengan tatapan khawatir. Tatapan itu membuat Theo bertanya-tanya. "Ada apa?"

"Aku sudah berkata pada Kapten Kaizo ingin membantunya, dan besok dia akan dipindahkan ke Markas Besar Militer untuk dieksekusi." ucap Shiloh.

Theo membulatkan matanya, "Kalau sudah di Markar Besar, pasti penjagaannya lebih ketat."

"Kamu harus memanfaatkan situasi ini. Kalau tidak, bisa saja kedepannya akan lebih sulit dari ini." ujar Theo.

Shiloh kembali membaringkan tubuhnya di sofa. "Masalahnya aku hanya punya waktu semalam. Dan aku tidak bisa berpikir apa pun."

Mereka berdua larut pada pikiran masing-masing. Theo membuka ponselnya dan menelusuri rute perjalanan dari Istana Presiden ke Markas Besar Militer. Laki-laki itu menunjukkan layar ponselnya pada Shiloh.

"Biasanya menggunakan rute yang mana?" tanya Theo.

"Yang ini, yang tidak terlalu ramai. Malasalahnya, bagaimana caranya aku mengelurkan Kaizo? Aku bahkan bertugas di drone." Shiloh menghela nafas frustasi.

Mereka berdua tampak berpikir lagi, "Apa sebaiknya aku menyewa pembunuh bayaran untuk mencelakai para tentara yang mengawal Kaizo?" lirih Shiloh.

Theo menyentik dahi kakaknya, gadis itu mendesis sakit. "Kamu gila!"

Shiloh terdiam, ia melirik Maa Theo. Laki-laki itu merasa risih ketika sang kakak meliriknya dengan tatapan tak nyaman. Theo merasa ada yang salah pada dirinya.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?!" tanyanya kesal.

"Kamu tidak akan mengadukanku pada Ayah kan?" lirih Shiloh.

"Tenang saja, semuanya aman terkendali."

"Kamu pikir, hanya kamu yang ingin keluar dari sini?" balas Theo.

"Baiklah, hal ini hanya kita berdua yang tahu. Aku percaya padamu." Shiloh berdiri lalu mengambil barang-barangnya.

"Istirahatlah di kamarmu, aku akan membuat rencana untuk hari besok." pinta Shiloh, ia berjalan ke kamarnya untuk meletakkan barang-barangnya serta mengganti pakaian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top