CHAPTER 13
DISCLAIMER :
Animasi Boboiboy dan semua karakternya adalah milik Monsta Studios.
Seluruh alur cerita ini merupakan imajinasi Author dan tidak berkaitan dengan cerita sebenarnya pada animasi Boboiboy.
WARNING!!!
Original character, out of chatacter, typo dan kesalahan kata dalam ejaan.
Mohon maaf jika ada kesamaan dengan cerita lain.
RECOMENDED SONG :
Victory - Two Steps From Hill
Memory Reboot - Narvent and VØJ
Everything Works Out in the End - Kodaline
Round and Round - Heize
Sumpah dan Cinta Matiku - Nidji
.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°
Satu bulan setelah acara anniversary TAPOPS, Kaizo mendapat pesan video dari Komandan Kokoci.
Komandan Kokoci berkata, "Kapten Kaizo, Tuan Theodoor menginginkanmu datang ke istananya. Tapi beliau ingin kamu menggunakan penyamaran untuk menemuinya."
Fang datang untuk melaporkan sesuatu sore ini, ia duduk di depan meja kerja kakaknya.
"Ada apa kamu kemari?" tanya Kaizo.
"Aku dengar, Abang tetap ingin meneruskan misi konflik bangsa Airo dan Euro?" Fang bertanya balik.
"Ya, memangnya kenapa? Ingin mencegahku karena melanggar perjanjian yang dibuat Emma?"
Fang menggeleng, "Hanya saja, itu sedikit berbahaya untuk Abang. Mereka mengetahui sinyal komunikasi dari alatku kemarin. Itu yang membuat timku dikepung tentara Euro."
"Kalau begitu, aku akan memutus komunikasi." balas Kaizo.
"Kenapa Abang begitu menginginkan misi ini selesai? Padahal misi ini dapat membahayakan nyawa Abang." tanya Fang, ia tak mengerti lagi dengan jalan pikiran kakaknya.
Padahal jika dipikir kembali, dari kesekian musuh mereka yang lebih dulu menyerang TAPOPS, bangsa Euro sama sekali tidak mengganggu TAPOPS, bahkan tak punya masalah sama sekali sejak dulu. Mereka tak pernah terlibat kasus penangkapan Powers Sphera.
"Kamu tidak akan mengerti, Fang. Ayah pernah berpesan padaku untuk terus maju dan melawan siapapun yang menghalangi niat baikku."
"Apa kamu tidak merasa senasib dengan bangsa Airo?" Kaizo mengepalkan tangannya di meja, matanya berkaca-kaca menatap marah pada adiknya.
Ya, Fang ingat dulu planetnya pernah dijajah oleh Borara, namun hanya sebentar. Tapi peristiwa singkat yang menewaskan kedua orang tua mereka itu memberikan trauma pada Kaizo. Fang tak terlalu paham karena saat itu ia masih kecil, Kaizo lah yang mengetahui segalanya.
Fang menunduk, posisi Fang memang berat, tapi posisi Kaizo jauh lebih berat. Dia adalah anak sulung yang memiliki adik kecil, Kaizo harus mengasuh adiknya di usia yang masih tergolong anak-anak. Kaizo harus memerankan sosok orang tua di usia muda yang dia juga membutuhkan sosok orang tua.
Kaizo sudah tumbuh dewasa sebelum waktunya, dia telah memikul banyak beban dan trauma semasa hidupnya.
"Ya, aku mengerti maksud Abang."
"Kamu baru mengerti setelah aku mengatakannya."
Kaizo meninggalkan Fang sendirian, ia memutuskan untuk ke padang rumput yang tak jauh dai markasnya, tempat favorit Kaizo sejak ia membangun markas di planet ini.
Laki-laki itu berteriak sekencang-kencangnya menghadap gunung salju yang berada di depan matanya. Rasanya lega setelah berteriak seperti itu, setidaknya kepala Kaizo sudah merasa membaik.
Kaizo berbalik badan, ia ingin kembali ke markas karena langit sudah mulai gelap. Saat ia membalikkan badan, ia melihat Emma yang sedang berdiri tak jauh di belakangnya sambil membawa gerobak taman di belakangnya.
Seketika Kaizo merasa dirinya canggung, ia mendekat untuk melihat apa yang Emma bawa di gerobak taman itu.
"Kamu membawa apa?" tanyanya.
"Tenda camping, futon, bahan makanan dan kompor portable."
Kaizo mengangguk-angguk, pasti gadis ini mau camping di sini, karena besok hari minggu. Semua anggota libur latihan dan bebas melakukan apapun jika tidak ada misi.
"Kapten sedang apa di sini?" Emma bertanya balik.
"Hanya mencari angin saja, kalau begitu aku pergi dulu." ujar Kaizo, ia hendak pergi namun Emma langsung menyahut.
"Pasti Kapten sangat stress, bergabunglah denganku." ucap Emma, Kaizo menoleh.
"Kamu tidak ingin menghabiskan waktu sendiri?"
Emma menggelang, "Bukannya lebih menyenangkan kalau kita berbagi kesenangan?"
"Baiklah, aku akan mendirikan tenda. Bisakah kamu mengambilkan futon untukku?" Kaizo mengambil pegangan gerobak taman itu dari tangan Emma.
Dengan senang hati Emma mengangguk.
.•°.•°.•°
Emma sudah selesai menyiapkan futon untuk mereka tidur. Tenda camping yang Emma bawa lumayan besar, muat untuk empat sampai enam orang.
Emma mendekat pada Kaizo yang sedang membakar barbeque di samping tenda mereka. Bau bumbu barbeque yang enak membuat Emma merasa lapar.
Emma menyiapkan nasi dan air mineral. Mereka makan bersama malam itu, kebetulan bintang-bintang dan bulan di langit sedang menampakkan dirinya. Jadi Emma dan Kaizo menikmati malam bersama sambil menatap indahnya langit dan aurora borealis yang ada di atas gunung salju.
"Saya tidak menikmati hari anniversary TAPOPS kemarin, jadi saya memutuskan untuk bercamping malam ini." ujar Emma tiba-tiba.
"Aku juga merasa lebih baik, dan itu berkat kamu, terima kasih Emma." balas Kaizo sambil menatap Emma, gadis itu tersenyum.
"Apa yang membuat Kapten merasa stress?" tanya Emma.
"Hanya berdebat kecil dengan Fang." jawab Kaizo, Emma mengangguk-angguk. Ia tak berani berkomentar, ia takut Kaizo merasa dihakimi.
"Emma, apa kamu mau menemaniku ke Planet Cambela?" tanya Kaizo.
"Untuk apa Kapten kesana lagi?"
"Untuk menemui Tuan Theodoor."
Emma menghela nafas, "Meskipun saya sudah menanda tangani perjanjian itu?"
"Aku tidak peduli."
"Baiklah, saya memang harus melindungi Kapten."
Keduanya kembali terdiam, hanya suara serangga malam yang mengisi keheningan.
"Apa ayahmu tidak memintamu pulang setelah kematian ibumu?" tanya Kaizo.
"Pria tua kurang ajar itu tidak punya hati, Kapten. Dia tak menganggap saya sebagai anaknya, hingga membuat ibu saya gila sampai akhir hidupnya." jawab Emma.
"Untuk apa saya pulang, saya sudah merasa seperti tidak punya keluarga." sambung Emma.
"Maaf, aku bertanya sesuatu yang menyakitkan bagimu." ucap Kaizo.
"Tidak apa-apa, Kapten. Itu hal yang biasa bagi saya."
"Ngomong-ngomong, kapan kita akan pergi ke Planet Cambela?" tanya Emma.
"Minggu sore, tapi kita harus menyamar. Jadi besok pagi kita harus memodifikasi pesawat." jawab Kaizo.
"Memodifikasi? Bukannya kita akan menyamar sebagai clening service?"
Kaizo menggeleng, "Tidak lagi, kita membutuhkan penyamaran yang langsung menghadap target."
"Langsung menghadap target? Kalau begitu designer jas saja, kita harus mengukur badan target kan."
Ide yang cemerlang, Kaizo tau Emma memang bisa diandalkan.
.•°.•°.•°
Malam sudah larut, Kaizo dan Emma memutuskan untuk tidur. Lampu tenda sengaja mereka matikan untuk menghindari perhatian dari hewan-hewan buas. Tapi sinar dari rembulan samar-samar masuk ke dalam tenda mereka.
Kaizo tidak bisa tidur, ia menoleh pada Emma yang sudah tertidur pulas. Jangan lupa, Emma bukan perempuan yang pendiam. Kaki kananya sekarang sudah berada di atas perut Kaizo, padahal mereka sudah tidur dengan jarak satu meter jauhnya. Tapi memang dasarnya Emma yang tidurnya tidak bisa diam.
Kaizo mendudukkan badannya dan menarik kaki Emma kembali seperti semula, ia menyelimuti gadis itu agar tidak masuk angin.
Kaizo melihat wajah tenang gadis itu, tingkah lakunya saat tidur, mengingatkannya pada Fang saat masih kecil dulu. Fang kecil suka tidur berguling-guling tanpa sadar, bahkan pernah sampai jatuh dari ranjang.
Emma tiba-tiba menarik tengkuknya hingga ia terjatuh di atas tubuh gadis itu. Merasa tertindihi, Emma baru sadar. Ia melepaskan kedua tangannya dan mendorong Kaizo agar menjauh darinya.
"Ma—maafkan saya, Kapten." Emma menunduk dengan canggung.
Kaizo tak membalas, ia langsung membaringkan badannya membelakangi Emma, begitu juga dengan Emma yang membelakangi Kaizo.
Pagi dini hari, Kaizo kembali terjaga. Ia merasa seseorang memeluk tubuhnya dari belakang, Kaizo membalikkan badannya dan melihat Emma yang sudah berada di futonnya.
Kaizo menghela nafas kesal, ia berdiri dengan perlahan agar tak membangunkan Emma dan menyelimutinya. Kaizo pindah ke futon Emma lalu menyelimuti dirinya.
Belum sampai satu jam, Emma berguling dan memeluknya lagi. Kaizo menoleh ke belakang, ia membalikkan badannya menghadap Emma yang masih memeluknya dengan erat.
Kaizo menarik selimut Emma dan membenarkannya agar gadis itu tetap merasa hangat. Sekarang Kaizo menyesal mau tidur setenda dengan Emma.
Tapi entah kenapa jantungnya terasa berdetak dengan cepat, tak seperti biasanya. Ah, mungkin karena kondisi tenda yang minim oksigen jadi jantungnya berdetak kencang, pikir Kaizo.
Lama kelamaan Kaizo nyaman hingga tertidur. Dekapan Emma sama hangatnya dengan dekapan ibunya saat menidurkannya dulu.
Jika diingat kembali, dulu Ibu Zhou bertanya pada anak sulungnya. "Wanita seperti apa yang kamu inginkan, Kai?"
"Seperti Ibu! Yang memberikan pelukan hangat seperti Ibu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top