Part. 3 - Test drive

"Jadi, gimana kelanjutan hubungan lu sama Dimas? Berhasil, gak?" tanya Rayya sambil membubuhkan blush-on di pipinya.

Sierra yang juga sedang merias wajah tampak memakai eyeliner-nya. "Berhasil apanya? Orang baru nonton satu kali pas Sabtu kemarin."

"Yah, masa nggak ada progress, sih? Nonton sekali itu bukan kayak jual putus gitu, harus ada after sales-nya biar konsumen baru bisa jadi langganan" balas Rayya sambil menghentikan aktifitasnya untuk menoleh pada Sierra yang duduk di kubikel sebelah.

"Please deh, Ya! Perlu banget pake hukum penjualan di saat seperti ini? Gue tuh lagi galau," sahut Sierra sambil mendelik tajam pada Rayya.

"Galau apa? Jangan bilang kalo lu norak karena baru deket sama cowok setelah jomblo dua taon," hardik Rayya dengan mata menyipit.

Sierra memutar bola mata dan kini menatap Rayya dengan tajam. "Gue galau bukan karena norak, tapi karena bingung."

"Bingung kenapa?" tanya Rayya heran.

"Dimas itu masih piyik a.k.a berondong, Ya," jawab Sierra dengan nada berisik.

"Terus masalahnya apa?" tanya Rayya lagi.

"Ya masalah juga buat gue. Bayangin, pacaran sama orang seumuran aja, gue masih gagal. Apalagi sama cowok yang lebih muda dari gue? Okelah, katakan dia lebih muda, itu sebenarnya nggak masalah. Tapi, bedanya jauh, cuiy! Enam tahun, anjir!" jawab Sierra.

"So what? Kedewasaan itu nggak bisa dinilai dari umur, Ra. Tapi datang dari keberanian untuk mengambil keputusan sulit dalam hidup. Dan mantan lu udah jelas bukan cowok yang berani ambil keputusan karena nggak bisa tegas dalam memilih dan gagal dalam kasih kepastian buat lu," ujar Rayya sok bijak.

"Lagian, udah nggak zaman pilih jodoh dari segi umur. Tuh liat para Oppa muda yang di Korea, doyannya sama Noona yang selisih 10 tahun lebih tua dari mereka," lanjut Rayya.

Sierra menghela napas dan menatap Rayya jengah. "Jadi menurut lu, lebih baik gue lanjut aja?"

"Yah jangan nanya gue, Kisanak. Lu yang jalan dan ngerasain gimana rasanya jalan sama dia, kenapa malah tanya pendapat gue? Simple aja, lu seneng gak waktu jalan sama dia?"

"Seneng sih. Kita malah nyambung gitu," jawab Sierra tanpa ragu.

"Lanjutkan! Nggak ada kata terlambat untuk mencoba dan nggak ada masalah jika ada perbedaan, sekali pun itu cuma urusan umur. Positifnya aja, sama cowok seumuran kan lu dikadalin. Sekarang, giliran lu yang ngadalin cowok lebih muda," balas Rayya sambil terkekeh.

Sierra tidak lagi membalas ucapan Rayya karena kembali melanjutkan aktifitas merias diri sebelum menghadiri rapat mingguan. Meski demikian, Sierra mencerna semua ucapan Rayya dan berpikir jika memang tidak ada salahnya untuk tetap mengenal Dimas lebih jauh. Lagi pula, sikap Dimas sama sekali tidak terlihat mempermasalahkan perbedaan umur yang cukup jauh saat mereka mengobrol.

"Mas," panggil Sierra manja di suatu hari.

"Ya?" balas Dimas kalem.

"Kamu bisa nyetir, gak?" tanya Sierra dengan tatapan penuh arti.

Dimas tersenyum sambil menggeleng. "Nggak."

"Lho, kenapa nggak bisa?" tanya Sierra heran.

"Saya nggak punya mobil," jawab Dimas.

Mata Sierra melebar dan langsung antusias mendapat celah yang diinginkan. "Mau belajar, gak? Tenang aja, nanti aku yang ajarin."

Seperti biasanya, Dimas akan terdiam selama beberapa saat untuk berpikir. Kening berkerut, alis yang bertautan, dan bibir yang terkatup rapat adalah kombinasi ekspresi dari Dimas saat serius. Sierra cukup heran dengan kerumitan yang terpampang di hadapannya. Haruskah sesulit itu dengan hanya memberi jawaban antara ya dan tidak? Etdah.

"Mmm, oke," jawab Dimas singkat.

Sierra menghela napas lega dan memamerkan cengirannya, merasa senang dengan respon Dimas yang selalu positif dan tidak pernah menolak ajakannya. Hal itu semakin melambungkan perasaan Sierra, juga menarik minatnya dalam rasa penasaran yang kian melonjak tinggi. Niatnya untuk mengenal Dimas lebih banyak, masih menjadi pilihannya saat ini. Sekali lagi, Sierra pantang menyerah sebelum kalah.

Jadilah sesi modus kedua dari kencan ala Sierra, yaitu mengajar Dimas untuk menyetir. Terlihat cantik adalah nomor pertama dalam to-do list versi Sierra saat bersama gebetan, tapi tidak berarti harus berlebihan. Yang terpenting adalah tampil menarik, percaya diri, dan tidak canggung. Ibarat on-air radio, Sierra akan menjadi penyiarnya, sedangkan Dimas yang menjadi pendengar setia.

"Kenapa kamu mau ajarin saya nyetir, Ra?" tanya Dimas sambil membelokkan kemudi, mengikuti arahan yang diberikan Sierra.

"Kalau kamu bisa nyetir, nanti kan bisa gantian sama aku. Kamu jadi pangeran yang bawa kemudinya, aku jadi princess-nya yang tinggal duduk cantik kayak gini," jawab Sierra riang.

Sierre terkekeh melihat ekspresi Dimas yang tampak jengah. Bagi Sierra, Dimas adalah satu dari sejuta pria yang lucu dan menggemaskan. Baru kali ini, Sierra menemukan seseorang yang polos dan bersikap apa adanya. Tanpa perlu menjadi orang lain, Dimas sudah menarik perhatian Sierra dengan menjadi dirinya sendiri.

Sesi mengajar sudah selesai dan lebih cepat dari waktu yang ditentukan, karena Dimas adalah orang yang cepat belajar. Sebagai seorang yang sedang berusaha, tentunya kecepatan Dimas dalam belajar membuat Sierra sedikit kecewa lantaran kebersamaan itu menjadi singkat.

"Eh, eh, di sana ada bakmi ayam abang. Makan dulu, yuk!" ajak Sierra saat melihat ada penyelamat berupa tukang bakmi ayam yang sedang berjualan di pinggir jalan raya itu.

"Oke," balas Dimas sambil mengangguk dan melajukan kemudi.

Dengan meja kayu sederhana yang terdiri dari 4 buah bangku plastik, Sierra dan Dimas duduk bersebrangan. Untungnya, hanya mereka berdua saja yang duduk di sana.

"Nggak apa-apa makan di pinggiran kayak gini?" tanya Dimas memastikan.

"Nggak apa-apa lha. Mau makan dimana aja, asal sama kamu, aku senang aja," jawab Sierra santai.

Dimas hanya tersenyum tipis dan memesan dua mangkuk bakmi ayam pada penjual.

"Kamu doyan bakmi, gak?" tanya Sierra kemudian.

"Doyan," jawab Dimas.

"Suka banget?"

"Suka."

"Lebih suka mana sama aku?"

Dimas tertegun dan menatap Sierra bingung. Sementara itu, Sierra hanya terkekeh geli melihat ekspresi Dimas yang dinilai sangat lucu.

"Becanda," balas Sierra kemudian dan Dimas menghela napas lega.

"Aku tuh suka bakmi, juga suka pempek. Eh, nggak deh. Aku doyan makan sayur karena bergizi dan sehat. Kandungan dalam sayur itu banyak serat yang bisa membantu untuk melancarkan pencernaan, sekaligus bikin kurus," cerita Sierra panjang lebar.

Dimas mengangguk sebagai respon.

"Kamu suka sayur, gak?" tanya Sierra dan Dimas mengangguk.

"Aku juga jago masak lho. Nanti kapan-kapan, aku bawain yah kalo masak. Cuma kalo makan masakan itu harus hati-hati," lanjut Sierra.

"Hati-hati kenapa?" tanya Dimas dengan alis terangkat.

"Hati-hati jadi nagih," jawab Sierra sambil tersenyum geli.

Dimas mengembangkan senyuman dan mengangguk saja. Pesanan bakmi ayam sudah dibawa dan disajikan di meja untuk keduanya, lalu makan bersama. Tentu saja, celotehan Sierra tidak berhenti meski dengan mulut penuh. Dimas masih setia mendengarkan apa saja yang diceritakan Sierra.

"Kamu pernah ke Kota Tua, gak?" tanya Sierra.

Dimas menggeleng.

"Katanya di sana keren. Banyak tempat bersejarah, banyak musium, dan banyak spot buat foto-foto. Juga ada banyak jajanan jadulnya, jadi banyak pilihan buat kita jajan," lanjut Sierra.

Dimas mengangguk.

"Udah gitu, tempat itu sering dipake buat pre-wedding lho. Nah, aku penasaran mau ke sana buat buktiin apa yang orang ceritain ke aku," tambah Sierra.

Dimas mengangguk lagi.

"Kamu mau temenin aku ke Kota Tua, gak? Sekalian jalan-jalan. Bosen juga kalo nggak ngapa-ngapain di rumah pas weekend," tanya Sierra.

Dimas mengunyah sambil berpikir. Astaga! Perlu banget yah kalo tiap kali ditanya, harus mikir kayak gitu? keluh Sierra dalam hati.

Beberapa detik kemudian, jawaban itu diucapkan dalam satu kata dengan tiga huruf saja. "Mau."

Senyuman Sierra melebar, tampak senang dan puas karena Dimas selalu menerima semua ajakannya, Entah karena Dimas hanya bersikap sopan padanya, tapi Sierra menganggap jika Dimas mungkin saja memiliki rasa tertarik yang sama seperti dirinya.

"Mas, aku antar kamu pulang, yah," ucap Sierra setelah mereka sudah selesai makan.

"Mmm, nggak apa-apa? Mendingan saya pulang naik..."

"Nggak apa-apa!" sela Sierra cepat. "Kan hari ini masih sesi belajar mobil. Kamu bisa bawa mobilnya sampe ke rumah kamu, nanti pas balik, aku yang bawa."

Dimas kembali berpikir dan terlihat canggung, mungkin merasa tidak enak pada Sierra. Tapi hal itu tidak menjadi soal bagi Sierra karena dirinya sedang berusaha dan ingin tahu lebih banyak tentang Dimas.

"Oke," jawab Dimas akhirnya.

Sierra pun melebarkan senyuman dan tampak begitu senang. Pergi ke rumah gebetan? Siapa takut! Mungkin nanti akan ada sesuatu yang baru bisa diketahui Sierra tentang pria yang pelit bicara dan terlalu sopan yang sudah semakin menarik perhatian Sierra saat ini.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Buat kamu pecinta Babang, nantikan bukunya, yah.
Aku akan post di salah satu lapak untuk promote 💜

Aku kasih teasernya dulu deh.


14.07.2020 (20.11 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top