Part. 2 - New step

Hello, Genks!
Sehubungan dengan permintaan dari si Jodoh, maka nama tokohnya diganti dari Januar menjadi Dimas 😊

Happy Reading 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Sierra adalah orang yang periang dan selalu berhasil mencairkan suasana dengan topik pembicaraan apa saja. Termasuk ramah dan pandai memikat hati bagi siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Untuk itulah, posisi marketing sangat cocok dilakukan Sierra yang kesehariannya adalah memasarkan produk agar dapat dikenal dan diminati. Itu adalah tentang menjual produk, tapi soal jodoh atau menarik perhatian? Sierra masih berusaha.

Seperti hari ini misalnya, hari dimana Sierra berjumpa dengan Dimas karena sudah janjian untuk menonton film superhero yang paling dinanti. Persiapan Sierra? Totalitas. Dia memakai pakaian terbaik, memberi riasan natural di wajah agar tetap terlihat cantik, dan meyakinkan diri bahwa tidak ada yang salah dengan persiapannya.

Gebetan berhasil diajak, tiket sudah didapat, dan saatnya maju untuk memikat.

Sebagai seorang marketing, Sierra tahu cara-cara untuk berhasil dalam menarik minat atau perhatian. Strategi dan target sudah dibuat, makanya Dimas berhasil diajaknya untuk menonton hari ini. Kini, tugas Sierra adalah menguasai diri sendiri agar tidak terkesan mudah, sembari memahami perilaku dari targetnya, yang artinya mengenal Dimas lebih banyak.

Sikap Sierra yang selalu optimis dan pantang menyerah demi mendapatkan respon dari teman kencannya hari ini, nyatanya kurang berhasil pada Dimas yang memberi respon biasa saja meski dirinya sudah begitu antusias.

"Kenapa Iron Man harus mati kayak gitu? Kan jadi nggak seru," keluh Sierra setelah film itu sudah selesai.

Mereka berdua berjalan berdampingan untuk mengantri keluar dari teater dengan keramaian yang sudah tidak perlu dijelaskan. Sierra sibuk berbicara panjang lebar tentang isi cerita film, sementara Dimas terlihat sibuk mengarahkan jalan agar tidak berdesakan dengan orang banyak.

"Terus juga, kenapa si Black Widow harus mati juga? Udah satu-satunya cewek yang ada di situ, pake dimatiin segala. Nggak adil memang," lanjut Sierra.

Sebenarnya, film itu sangatlah keren, masih dengan ciri khas dari Marvel yang pandai dalam memainkan efek gambar, kualitas akting dari para pemain, dan alur cerita yang terbungkus dalam aksi yang super keren. Tapiiii... kenapa superhero favorit Sierra harus mati?

"Udah gitu, si Thanos gampang banget dimatiin di awal film. Ugh, tahu gitu mah, waktu episode sebelumnya yang Infinity War tuh bisa banget dimatiin kayak gitu," sewot Sierra saat mereka sudah berhasil keluar dari teater dan menyusuri aula bioskop untuk menuju ke mall.

"Hm," balas Dimas singkat.

"Jadi, sekarang kita mau makan apa dan dimana?" tanya Sierra antusias.

"Terserah," jawab Dimas.

"Makan di food court aja, gimana? Mau makan apa aja, di sana banyak pilihan," usul Sierra yang langsung dijawab Dimas dengan anggukan kepala.

Keduanya berjalan menuju food court yang berada di lantai atas, yang sudah pasti ramai dan dipenuhi oleh banyak anak muda yang sedang kasmaran. Sepertinya mereka juga habis nonton seperti Sierra yang hanya mendesah pasrah melihat antrian panjang di semua tenant makanan.

"Kenapa yah harus rame kayak gini? Kenapa juga malam minggu harus jadi hari keramat buat orang pacaran? Padahal dalam satu minggu itu ada 7 hari, tapi kenapa harus Sabtu?" tanya Sierra sambil berckck ria.

Selama setengah jam, mereka baru mendapat sebuah meja dengan 2 kursi, itu pun letaknya paling sudut dan tersembunyi dari balik pilar. Bisa jadi, orang-orang tidak melihat jika ada sebuah meja karena letaknya yang tersembunyi. Belum lagi, ada tray yang berisi bekas makanan orang yang belum dibereskan.

Dimas yang sedaritadi diam hanya tersenyum menanggapi, memintanya untuk duduk saja demi mempertahankan sebuah meja yang dicarinya dengan susah payah, sedangkan dia pergi mencari makanan. Sembari menunggu, selfie is a must for Sierra. Apalagi, dirinya merasa cantik hari ini dan patut di-apresiasi lewat beberapa selfie yang diambilnya.

Tak lama kemudian, Dimas kembali membawa sebuah tray yang berisikan dua mangkuk mie ayam bakso dan dua gelas lemon tea.

"Maaf kalo cuma beliin mie ayam, soalnya cuma tenant itu yang agak sepi," ucap Dimas sopan sambil menaruh tray itu.

"Nggak apa-apa," balas Sierra senang, langsung membantu untuk mengangkat makanan dari tray.

"Saya takut nanti kamu kelaparan, jadi makan mie ayam dulu. Nanti kalau kurang, bisa beli lagi yang lain," tambah Dimas menjelaskan.

"Ih, aku tuh makannya dikit banget tahu! Makan mie ayam semangkok aja nggak habis," celetuk Sierra riang.

Dimas mengangguk kalem dan keduanya sama-sama menikmati makan malam bersama. Seperti biasa, sambil makan pun Sierra akan terus berbicara. Entah kenapa suasana hening membuat Sierra tidak nyaman dan seperti perlu mengangkat sebuah topik untuk diperbincangkan. Dan Dimas hanya terdiam menanggapi sambil mengangguk sebagai respon.

"Mie ayam tuh kesukaan aku, apalagi pake banyak sambal dan saos kayak gini. Terus, aku juga suka kopi, boba, atau jajanan kekinian gitu deh," lanjut Sierra dengan mulut penuh.

Entah karena memang lapar atau makan bersama dengan gebetan, mie ayam yang dinikmati Sierra adalah mie ayam terenak yang pernah dimakannya. Sampai habis. Bersih. Apa katanya tentang semangkuk mie ayam tidak akan habis olehnya? Tentu saja, Sierra hanya bersikap sopan sebagai pencitraan diri yang tidak disadarinya.

"Kamu tuh mesti cobain deh jajanan yang ada di Kota. Jajanan jadul tapi enak-enak. Banyak pilihan juga dan pasti pusing milihnya. Aku aja pusing waktu sama Rayya jalan-jalan ke sana buat kulineran," tukas Sierra sesudah menyelesaikan mie ayam, lalu menyedot es lemon tea-nya.

Dimas sudah menyelesaikan makanannya sedaritadi dan masih tersenyum menanggapi celotehan Sierra yang tidak ada habisnya.

"Kamu suka kulineran kayak gitu, gak?" tanya Sierra kemudian.

Dimas menggeleng. "Kurang."

"Kenapa? Padahal asik banget lho, kita jadi tahu banyak soal makanan dan memilih cita rasa baru dalam makanan yang berbeda," balas Sierra.

"Nggak kenapa-napa."

"Nggak ada yang temenin? Atau nggak ada yang ngajakin? Tenang aja, nanti kapan-kapan aku ajakin ke tempat makanan yang baru buka. Selain karena kita lebih ngehits udah cobain makanan di resto baru, biasanya ada diskon dan promo saat grand opening," lanjut Sierra.

"Hm."

"Hm itu maksudnya apa? Iya atau nggak? Atau pikir-pikir dulu?"

Dimas tertawa pelan. "Kamu nggak capek yah ngomong terus?"

"Nggak. Kenapa? Kamu capek dengerin aku?" balas Sierra sambil memamerkan cengiran lebarnya.

Dimas menggeleng. "Cuma heran."

"Heran kenapa?"

"Yah heran aja."

"Kenapa?"

"Nggak kenapa-napa."

Sierra diam-diam menghela napas dan tetap mempertahankan senyumannya saat ini. Mengobrol dengan Dimas sama seperti mengobrol dengan tembok yang berjalan. Sierra sudah mengucapkan banyak kata yang terdiri dari beberapa paragraph, tapi dibalas dengan satu atau dua kata. Yang lebih parah hanyalah 'hm' saja.

Tapi, kembali lagi dengan Sierra yang pantang menyerah, lagi-lagi itu tidak jadi masalah. Seperti setitik minyak, Dimas hanya membutuhkan sepercik api untuk menyala, demikian perumpamaan Sierra.

"Udah malam, lebih baik kita pulang," ucap Dimas setelah mereka meninggalkan food court.

"Baru kelar nonton dan makan, masa langsung pulang?" tanya Sierra dengan kening berkerut dan bibir yang menekuk cemberut.

Dimas tersenyum saja. "Rumah kamu jauh."

"Jauh dekat nggak masalah," balas Sierra.

"Buat saya masalah. Saya takut kamu kenapa-napa," sahut Dimas kalem.

Uuhhh, so sweet, pekik Sierra dalam hati. Meski pelit bicara, tapi sekalinya bicara, degup jantung Sierra melonjak kencang dua kali lipat dari sebelumnya. Okay, Sierra, fokus! batinnya mengingatkan.

"Ya udah deh, kalo begitu. Kita pulang sehabis ini," ucap Sierra akhirnya.

Balasan yang datang dari Dimas adalah senyuman tipis saja. See? Apa yang harus dilakukan Sierra jika tersenyum saja sudah membuatnya bahagia? Ini baru satu kali menonton bersama, bagaimana jika sudah beberapa kali?

"Dimas," panggil Sierra saat mereka sudah tiba di parkiran.

"Ya?" balas Dimas.

"Kamu tuh umurnya berapa?" tanya Sierra penasaran.

"Umur saya 24 tahun, Ra," jawabnya.

Shit! 24 tahun?

DUA PULUH EMPAT TAHUN?

Sierra terdiam dan bergeming cukup lama dengan kenyataan yang baru saja diketahuinya. Jika Dimas baru berumur 24 tahun, maka dirinya sudah genap berumur 30 tahun sekitar bulan lalu.

Damn! Inceran gue ternyata berondong, umpat Sierra dalam hati.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Kalo dihadapkan dengan cowok yang pelit ngomong dan cuma senyum tuh rasanya campur aduk 😔

Berapa banyak dari kalian yang punya pasangan atau gebetan kayak Dimas?
Eh eh.. biasanya sih mulut mereka lebih ahli buat hal lain lho.

Contohnya..... 🤣🤣🤣
(Jawab sendiri aja 😛)

P.S. Aku lagi dipaksa lanjut Estelle sama Babang, mudah2an bisa kelar malam ini.
Besok, kita akan balik untuk lanjutin kuartet songong yang masih on going.
Tian, Joel, Tan, dan Tristan.
Borahae 💜

07.07.2020 (19.48 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top