2 - Blinding


𓆩༺♡༻𓆪

KOLOM-kolom marmer yang besar, berdiri tegak menyangga atap bangunan itu. Langit-langitnya yang tinggi menunjukkan kemegahan. Sirkulasi udara yang lancar membawa hawa sejuk ke seluruh penjuru ruangan.

Meja besar yang terbuat dari kayu oak dijajarkan dengan rapi. Permukaannya yang dilapisi oleh beludru merah dipenuhi dengan berbagai hidangan lezat. Mereka bisa menggugah selera siapa saja hanya dengan aroma harumnya yang menguar sedap.

Makan malam keluarga kerajaan selalu terasa mewah. Masakan yang disajikan untuk mereka akan dibuat dari bahan makanan berkualitas. Setiap cita rasa yang memanjakan lidah itu merupakan bukti nyata dari kemakmuran Miletus yang bergelimangan.

Psyche duduk di kursinya dengan tenang, memandangi roti dan salad sayuran yang ada di piringnya. Dia beralih ke daging panggang dan berbagai hidangan lain yang memenuhi meja makan mereka. Mendadak merasa penuh hanya dengan melihat banyaknya hidangan yang tidak sanggup lagi ia telan.

Tawa nyaring kedua kakaknya memenuhi ruangan. Mereka sedang menghibur hati kedua orang tuanya dengan cerita yang dibumbui. Meja makan pasti akan terasa hambar jika mereka berdua pergi setelah memperoleh suami.

"Ayahanda dan Ibunda pasti akan merasa kehilangan," pikir Psyche sembari menyendok makanannya dengan malas.

Andaikata dia yang pergi, kedua orang tuanya pasti merasa senang. Mereka tidak perlu menyediakan ruang tambahan untuk menyimpan persembahan dan patung-patung baru. Atau menjamu para peziarah yang saling berdesakan di istana mereka lagi. Semuanya akan terasa damai dan tentram seperti yang keluarganya harapkan jika dia pergi.

"Psyche," panggil Ratu Ianthe ketika melihatnya melamun.

"Ya, Ibunda?"

"Apa kau tidak mau mengobrol dengan kakakmu?"

Psyche menatap Korina dan Crysanthe yang duduk di sebrangnya. Mereka tampak tersenyum kecil kepadanya yang tampak bingung dengan keadaan. Seakan saling berbisik satu sama lain tanpa sepengetahuannya.

"Aku hanya ingin makan saja."

Ibunya menghela napas. "Kapan kau akan berhenti fokus kepada dirimu sendiri? Jika seperti ini terus, Ibunda tidak tahu kapan kau akan mendapatkan suami."

Bibir Psyche tidak sengaja tergigit saat mengunyah makanannya. Dia berhenti sejenak lalu melanjutkan makannya meskipun rasa nyeri itu belum mereda. Menelan semua ekspektasi yang dilimpahkan itu ternyata sangat susah karena lambungnya sudah tidak muat untuk menampungnya.

Raja Adrasius terkekeh pelan. "Psyche kita pasti akan segera mendapatkan jodohnya, istriku."

"Aku tahu. Hanya saja, Crysanthe akan segera menikah dan Korina juga hampir menyusulnya. Hal ini semakin membuatku gelisah karena Psyche belum kunjung tertarik kepada satu pun pemuda di Miletus," papar Ianthe dengan dahi yang berkerut.

"Jangan terlalu mengkhawatirkan hal yang belum pasti." Raja Adrasius kemudian mengangkat kylix yang berisi anggur. "Siapa yang tidak ingin memperistri gadis tercantik di seluruh Yunani seperti Psyche kita? Orang-orang bahkan rela berbondong-bondong ke Miletus untuk melihat kecantikannya."

Adrasius lalu meneguk anggurnya sambil menatap putri bungsunya dengan senyum lembut. "Psyche telah membawa keberkahan bagi kerajaan kita. Banyak orang yang memberikan persembahan yang berharga, bahkan mereka juga memahat patungnya dengan detail yang sempurna."

Sekali lagi, telinga Psyche kembali memanas ketika teringat dengan patung-patung yang bersliweran masuk ke istananya. Patung-patung yang dipahat menyerupai wajah dan tubuhnya, bukannya wajah atau tubuh suci para Dewa Olympia seperti yang dipuja oleh orang Yunani kebanyakan. Kenapa mereka bisa bangga oleh tubuh manusia yang diabadikan menjadi arca?

"Patung-patung tadi memang luar biasa," gumam ibunya berdecak kagum.

"Mungkin kita harus membangun kuil untuk Psyche saja, Ayahanda?" usul Korina dengan seringai kecil.

"Itu ide yang bagus! Semua orang pasti akan terpusat ke sana," jawab Adrasius cerah.

"Tidak!" tolak Psyche spontan.

"Kenapa tidak, Psyche? Mereka pasti akan suka kalau disediakan tempat khusus untuk mengagumimu," tanggap Crysanthe dengan alis yang terangkat sebelah.

"Dewa pasti merestuinya, Psyche. Mereka akan senang karena orang-orang memuja ciptaan-Nya yang paling indah sepertimu," imbuh Ianthe dengan tatapan heran.

Psyche mengepalkan tangannya. Tenggorokannya tiba-tiba menjadi kering. Ruangan yang luas itu seketika berubah menjadi kecil dan menyudutkan penglihatannya.

Korina menyandarkan punggungnya ke kursi. "Seharusnya kau bersyukur, Psyche. Aku dan Crysanthe saja hanya dicintai oleh satu laki-laki, sedangkan kau bisa dicintai oleh banyak laki-laki sekaligus di seluruh Yunani," ujarnya yang membuat ruangan itu terdengar riuh oleh kekehan.

"Itu benar, kau bahkan hanya tinggal menunjuk siapa laki-laki yang mau kau nikahi. Kau punya lebih banyak pilihan daripada kami," timpal Crysanthe tersenyum miring.

"Lihat, putriku! Kedua saudarimu saja sampai cemburu dengan keberuntunganmu," tanggap Adrasius yang masih menghiasi atmosfer dengan tawanya. "Secepatnya, aku akan memerintahkan pembangunan kuil sebagai hadiah ulang tahunmu, Psyche."

"Kenapa harus aku? Kenapa bukan Crysanthe atau Korina saja yang dibuatkan kuil?" tanya Psyche gamblang.

"Karena orang-orang hanya menginginkanmu, bukan yang lain. Apa kau belum mengerti juga?" balas Ianthe.

"Mengingat semua orang dari seluruh Yunani akan datang ke sini untuk melihatnya, sepertinya kita juga harus memperluas perbendaharaan lagi untuk menampung semua persembahan mereka," gumam ayahnya sambil mengelus jenggotnya.

Mata Psyche melebar dalam keheningan. Makanan yang tersisa itu sekarang terasa hambar dan dingin. Dia seketika kehilangan nafsu makannya dalam kepelikan.

❃❃❃

Suara bising kembali merambah biliknya. Tidurnya yang tidak nyenyak membuat Psyche mendorong selimutnya dengan malas. Dia pun mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. Menyadari bahwa ia harus segera beranjak dari kasur meskipun ia tidak mau meninggalkan kenyamanan itu.

"Tidak enak dan melelahkan," batinnya.

Psyche berhenti sebentar di depan cermin. Dia mengamati rambut karamelnya yang masih terlihat acak-acakan dan kusut. Apakah semua orang masih akan mengaguminya jika dia tampil dengan rambut singa seperti itu?

"Mungkin ya," gumamnya lesu karena mengingat beberapa orang sudah benar-benar kehilangan akalnya.

Dia kemudian menoleh kepada salah satu dayangnya. "Tolong siapkan air mandiku."

"Baik, Putri."

Uap hangat mulai menyentuh kulitnya. Wangi harum dari kelopak mawar dan minyak esensial pun tercium menyegarkan. Dia berharap bisa berdiam diri di sana lebih lama daripada harus pergi keluar. Namun, para dayang itu bergegas mengeringkan tubuhnya ketika dia sudah keluar dari kolam pemandian.

Minyak zaitun mulai dioleskan untuk melembabkan kulitnya. Uap pemanas digunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Ketika surainya sudah mulai kering, mereka mulai menyisirnya dengan hati-hati lalu mengepang rambutnya dan menghiasinya dengan jepitan perak dan mahkota laurel kecil.

Tubuhnya yang ramping dibalut dengan chiton sutra bercorak Ionia. Berhiaskan sulaman benang emas di setiap ujung putih gadingnya. Chiton itu semakin memancarkan kulit kuning langsatnya yang sehat. 

Hari ini, halaman istana mereka sudah dipenuhi dengan dekorasi luar biasa. Pita-pita berwarna cerah digantungkan di atas mereka bersama sulur ivy. Setiap sudut area dan kolom-kolom marmer dihiasi dengan karangan bunga warna-warni. Terlihat meriah dengan berbagai persembahan besar dan mahar berharga yang memenuhi altar kuil. 

Pernikahan Crysanthe dengan Eunor, salah satu pejabat tinggi Miletus yang usianya 15 tahun lebih tua dari kakaknya itu, sekarang tengah digelar dengan ingar-bingar. Namun, bukan hanya itu saja yang sedang mereka rayakan hari ini, melainkan juga pertunangan antara Korina dengan Leandros, anak bungsu saudagar kaya-raya, ikut dilakukan secara bersamaan. Tidak mengherankan kalau rakyat Miletus ikut merayakan kedua kebahagiaan ini dengan sukacita dan senandung riang.

Meskipun demikian, Psyche yang duduk di bilik khusus wanita itu sedari tadi tidak beralih dari tempatnya. Dia memperhatikan para gadis yang tengah berkerumun dan menari bersama kakaknya dalam diam. Dia Berusaha keras agar tidak terlihat di keramaian dan berniat keluar dari sana tanpa terlihat.

"Oh, Psyche! Kenapa hanya diam di situ?" seru Crysanthe yang merusak rencananya.

Psyche tersenyum kecil lalu menjawab, "Aku nyaman di sini, Adelfi."

"Kemarilah, kau harus ikut bersenang-senang di pesta ini," ajaknya agar Psyche ikut menari bersama yang lain.

"Biarkan Psyche. Sepertinya dia ingin meresapi bagaimana rasanya menjadi patung," celetuk Korina yang membuat seisi ruangan tergelak.

Psyche mengetatkan bibirnya. "Meskipun seperti patung, lebih banyak orang yang memujiku," jawabnya yang terdengar sedikit angkuh, tetapi juga putus asa.

"Kau pasti sangat bangga dengan altar yang dibuatkan untukmu, Psyche," balas Korina mendesis.

Batin Psyche tertampar keras. Dia menghela napasnya panjang untuk melonggarkan emosinya. Sekarang dia justru merasa kasihan dengan Leandros karena akan memperistri wanita yang tidak bisa menjaga mulut manisnya.

"Hari ini adalah hari yang bahagia, bisakah kalian tidak bersitegang?" tegur Ianthe yang baru saja memasuki ruangan.

"Maaf, Ibunda," jawab mereka berbarengan.

Ratu Ianthe kemudian mendekati Crysanthe. "Prosesi ekdosis akan segera dimulai. Kau harus bersiap-siap, putriku," ujarnya sembari mencium pipi mempelai wanita dengan lembut sebelum memakaikan tudung pengantin itu padanya.

"Kalian juga harus bersiap-siap."

"Baik, Ibunda," jawab mereka.

Prosesi terakhir hari ini akan segera dimulai. Mereka akan turut mengantarkan Crysanthe kepada keluarga barunya. Menyerahkan tanggung jawab terakhir ayah mereka kepada suami barunya.

Ketika mempelai wanita melangkah di lorong pernikahan, orang-orang menyambutnya dengan hamburan kelopak bunga. Balutan pakaian pernikahan dan perhiasan yang mewah itu membuat Crysanthe tampak sempurna. Dia menjadi pengantin paling cantik yang pernah mereka lihat hingga Eunor pun ikut terpana oleh penampilan istri barunya.

Sementara Psyche yang ikut mengiringinya di barisan belakang, mulai meremas karangan bunga yang ia pegang di depan dadanya. Dia melangkah sepelan mungkin dengan wajah yang tertunduk agar tidak diperhatikan oleh banyak orang. Namun, ketika dia mulai memasuki pelataran utama, kerumunan orang yang berdiri di pinggir lorong itu mulai berbisik satu sama lain bagai deru angin yang kasar.

"Lihat, itu Putri Psyche," bisik mereka dengan binar takjub.

"Bukankah dia cantik sekali?"

"Dia bahkan jauh lebih cantik daripada mempelai wanita," timpal orang lainnya lagi yang membuat Korina berdecak pelan setelah ikut mendengarnya.

"Dia benar-benar seperti dewi yang turun dari langit. Lihatlah wajah sucinya yang bersinar itu."

Psyche seketika membeku. Tangannya yang mulai berkeringat dingin sekarang terasa kaku. Perutnya yang tadinya kosong mulai terasa bergumul akibat degup jantung yang meningkat. Kesadarannya mulai mengabur oleh awan tebal yang menyelubungi benaknya. Mengikat jiwa dan raganya yang berusaha memberontak dari keadaan yang menyudutkan.

Semua mata kini sudah tertuju padanya. Mereka seakan terbutakan oleh kehadirannya yang begitu menyilaukan, jatuh terpana dalam pesona yang tak terbantahkan. Sementara itu, saudarinya pun kini mulai memicingkan mata mereka penuh kegusaran. Tatapan tajam itu seolah mengatakan agar Psyche segera enyah dan menghilang dari sana, membuat gadis itu merasa merinding dan ketakutan.

Oh, Dewi Hera. Apakah dia telah berdosa karena merusak acara pernikahan yang sakral?

𓆩༺♥༻𓆪

Terminologi:

- Kylix adalah cangkir minum bermangkuk lebar dengan gagang horizontal.

- Ekdosis adalah proses pemindahan mempelai wanita ke rumah barunya.

❃❃❃

Halo semua! Jumpa lagi dengan penulis dicerita ini ^^

Seperti biasa, jika kalian suka dengan cerita ini tolong dukung dengan vote di bawah ya. Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar juga.

Sampai jumpa lagi di bagian berikutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top