1 - Far East

𓆩༺♡༻𓆪

LANGIT masih sama birunya seperti sekarang. Awan sirus membumbung tinggi setipis bulu burung. Berserat bagai gula-gula kapas yang terhampar di luasnya angkasa.

Di jazirah yang bergunung-gunung di ujung selatan Balkan, dari timur Pulau Sisilia hingga ke pesisir barat Asia Minor, lalu utara Makedonia hingga ke selatan Laut Mediterania yang luas. Terbentanglah tanah para dewa yang begitu luas, Yunani.

Tersusun atas gunung-gunung tinggi yang mencakar langit. Memahat relief bumi dengan teluk dan cekungan yang tanahnya dengan aliran sungai yang jernih. Pegunungan landai dan lembah terukir sebagai batas antar polis yang seringkali memicu friksi. Merajut peradaban besar dunia pada masa keemasan mereka.

Meskipun begitu, tanah mereka telah melahirkan banyak sekali legenda besar. Berbagai kisah kepahlawanan telah ditatah dalam kegemilangan sejarah mereka. Namun, ada satu cerita yang tak kalah heroik dari para pahlawan maupun dewa, yakni sebuah kisah tentang hati dan jiwa dalam tenunan benang merah.

Deburan ombak terdengar kasar ketika menghantam batuan karang. Birunya lautan lepas yang beriak, menjadi tempat bermainnya lumba-lumba. Mereka berenang gembira dan melompat tinggi ke permukaan, menikmati kebebasan sembari menghirup udara khas laut yang tercium menyegarkan dada.

Kota terkaya dan terbesar di Ionia, Miletus, berdiri kokoh di pesisir barat Semenanjung Anatolia. Mereka telah merangkul sebagian besar wilayah Yunani Timur di bawah kepemimpinannya. Menjaga rakyat serta pesisirnya dalam kesejahteraan dan kemakmuran.

Raja Miletus, Adrasius, telah memimpin kota itu selama hampir 20 tahun. Bersama dengan Ratu Ianthe, mereka memiliki 3 orang putri yang dikatakan telah dianugerahi oleh Venus. Meskipun telah disentuh oleh kesempurnaan tangan sang dewi, tetapi kehidupan mereka ternyata tidak selalu sempurna.

"Lihat gelang ini! Leandros memberiku hadiah ini!" seru Korina, putri kedua Raja Adrasius dan Ratu Ianthe.

"Luar biasa cantiknya! Apa dia akan segera melamarmu?" tanya Crysanthe, kakak sulungnya.

"Tentu saja harus! Jika tidak, aku akan mendesaknya untuk segera menghadap Ayahanda," jawab Korina sembari mengibaskan rambutnya.

Crysanthe tersenyum lebar. "Kalau begitu, kau harus segera menyusulku ke pelaminan, Korina," ujarnya yang kemudian menggeser duduknya untuk menghadap gadis yang masih sibuk menyulam di pojokan.

"Lalu bagaimana denganmu, Psyche? Apakah masih belum ada yang tertarik padamu?" tanyanya menyeringai kepada adik bungsu mereka.

Psyche menghentikan kegiatannya. Dia meletakkan alat sulamnya ke atas paha. Matanya yang berwarna madu memandangi kedua kakaknya secara bergantian.

Mereka pasti ingin mengejeknya lagi dengan halus.

Psyche pun menegakkan duduknya. "Aku yang belum tertarik kepada mereka," jawabnya yang sontak membuat kedua kakaknya tergelak.

"Oh! Benarkah begitu? Aku tidak menyangkanya," ledek Korina dengan ekspresi kaget yang dibuat-buat.

Tepukan tangan Crysanthe terdengar meriah. "Sebaiknya kau jangan terlalu delusional, Psyche. Nanti tidak ada laki-laki yang mau dekat-dekat denganmu," cemoohnya.

"Biar Korina dulu yang menikah. Aku akan menyusul jika giliranku sudah tiba," balas Psyche dengan suara yang tenang.

Korina mencebik lalu berkomentar, "Kau itu yang paling cantik, tetapi terlalu keras hati dan kaku. Pantas saja para pemuda lari darimu."

"Lihat Korina, kerja kerasnya untuk mendapatkan laki-laki yang dia inginkan sudah membuahkan hasil. Sebaiknya kau mencontohnya agar tidak menjadi perawan tua," timpal Crysanthe sarkas.

Wajah Psyche seketika memerah. Dia mengembuskan napasnya kasar lalu mengemasi peralatannya dengan cepat. Lengan kecilnya yang nyaris bergetar itu mendekap mereka erat-erat.

"Sepertinya, aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku," ujar Psyche dengan menarik ujung bibirnya yang kaku. Menyamarkan rasa tidak mengenakkan yang tengah melandanya. "Jadi aku pergi dulu ya, Adelfi."

Psyche melangkah pergi dengan tergesa-gesa. Chiton putihnya yang mengayun tak karuan hampir menyerempet langkahnya. Setelah memastikan bahwa dia sudah jauh dari sumber yang menyesakkan, dia pun berhenti sejenak untuk menarik napas dan melonggarkan keketatan yang membuat dadanya sesak. 

Semua orang di Miletus percaya bahwa keluarga kerajaan Miletus telah diberkahi oleh dewa. Jika tidak, bagaimana bisa raja dan ratu mereka menghasilkan putri-putri yang jelita? Crysanthe, Korina, dan Psyche adalah bukti nyata dari karunia dewa. Tidak ada yang meragukan hal tersebut, apalagi jika mereka melihatnya dengan mata dan kepala sendiri.

Ketiga putri raja itu sudah terbukti terlahir dengan kecantikan dan bakat yang luar biasa. Crysanthe yang semampai dapat menari dengan lemah gemulai. Sementara Korina yang bersuara halus, dapat bernyanyi dengan merdu. Tidak mengherankan kalau kedua putri tertua raja dan ratu Miletus menjadi rebutan laki-laki di Miletus dan begitu diidamkan untuk dijadikan istri. Namun, sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi putri bungsunya.

Psyche, namanya berasal dari kata bernapas dan jiwa. Sama seperti namanya yang terdengar seperti bisikan, kelahirannya di dunia terasa seperti embusan udara lembut yang damai. Dialah putri terakhir raja dan ratu Miletus yang juga mendapatkan berkat yang sama, tetapi tidak pernah merasakan hal serupa karena orang-orang memandangnya dari sudut yang berbeda.

Psyche yang terdiam di samping kolom marmer mulai kembali kepada realita. Bahunya sedikit merosot ketika menangkap beberapa prajurit yang berlalu-lalang di depan sana. Napasnya kembali tertahan setelah melihat mereka yang sedang menggotong beberapa patung baru ke kuil istana.

"Putri," sapa seseorang yang membuat gadis itu berjingkat.

Psyche sontak menoleh ke belakang. Dia menyipitkan matanya kepada orang berjubah goni yang sedang membungkuk hormat padanya. "Tuan Aegeus? Kau sudah kembali rupanya!" sapa balik Psyche dengan senyuman cerah.

"Berkat restu dari Dewa, aku bisa pulang ke Miletus dengan selamat," jawabnya penuh syukur. "Untung saja pelayaran kami tidak memiliki hambatan yang berarti."

Aegeus adalah salah satu komandan angkatan laut mereka yang handal. Dia sudah memimpin berbagai ekspedisi ke luar Miletus dengan keahlian navigasinya yang mumpuni. Dia dan awaknya sudah berhasil mengarungi Laut Aegea dan Mediterania untuk berlayar ke berbagai daratan di Yunani.

"Lautan ini memang begitu luas, aku bersyukur kalau semuanya sudah kembali dengan selamat," tanggap Psyche yang sama sekali belum pernah keluar dari Miletus untuk melihat dunia luar barang sekali saja. "Bagaimana dengan kabar dari daratan utama Yunani?" tanyanya penasaran.

"Kota-kota mereka dibangun dengan luar biasa, Putri. Ada yang membangun bentengnya dengan banyak gerbang, ada pula yang membangun istana dan kuilnya di dataran yang tinggi. Banyak sekali festival meriah yang diselenggarakan di sana untuk menghormati para dewa," jawab Aegeus menerawang kembali ingatannya.

"Aku ingin sekali melihatnya sendiri," gumam Psyche berandai.

"Tapi, tetap tidak ada yang dapat mengalahkan armada laut kita," ujar Aegeus.

"Itu benar," kekeh kecil Psyche yang kembali menatap kuil istananya dari kejauhan.

"Sepertinya raja mendapatkan banyak patung baru hari ini."

"Lama-lama istana ini akan dipenuhi dengan batu," hela gadis itu.

Aegeus tertawa pelan. "Itu artinya, rakyat Miletus semakin mencintai dan menghormatimu, Putri. Kaulah kecantikan paling sempurna yang ada di Yunani. Hadiah luar biasa yang mereka berikan merupakan bentuk penghormatan yang layak untukmu."

"Kecantikan yang paling sempurna hanya milik para dewa, Tuan Aegeus," jawabnya tersenyum kaku.

"Dan itulah kau, ciptaan Dewa yang paling menawan," balas Aegeus seraya membungkukkan badannya. "Senang sekali bisa bertemu dengan Putri di sini, aku permisi dulu."

Psyche mengangguk pelan. Pemberat itu sekali lagi menekan bahunya. Setiap kali dia bertukar kata dengan orang lain, entah itu bangsawan maupun rakyat biasa, pembicaraan mereka pasti selalu berakhir ke arah yang sama.

'Kau adalah ciptaan Dewa yang paling sempurna dan indah.'

Mereka akan selalu mengutarakan kalimat tersebut dengan berbagai versi. Sahut-menyahut bagai deru ombak yang memburu lautan lepas. Menenggelamkan dirinya ke pusaran air yang tidak tahu seberapa dalamnya.

Psyche merasa jenuh mendengarnya. Dia tidak bermaksud untuk tidak menghargai pujian yang mereka haturkan. Hanya saja, semua itu sudah terasa berlebihan jika diukur melalui wadah logikanya.

Andai saja dia bisa mengarungi lautan yang luas, apakah orang-orang yang ada di luar sana juga akan memandangnya dengan sisi yang sama, seperti yang dilihat oleh rakyat Miletus? Ataukah dia akan dianggap sebagai wanita biasa sebagaimana layaknya?

𓆩༺♥༻𓆪

Terminologi:

- Chiton: adalah pakaian dasar Yunani kuno biasanya dikenakan selutut oleh pria dan dikenakan panjang oleh wanita.

- Adelfi: adalah panggilan kepada saudara perempuan.

Halo teman-teman! Akhirnya, bagian pertama sudah diunggah! Mulai dari sini kita akan ditemani oleh Psyche ^^

See you soon!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top