Who's The Wings Maker? *4
Setelah memandangi surat itu hampir selama semenit, tulisan disana masih saja belum berubah. Aku menerjapkan mataku bingung. Yang benar saja, aku seorang Magacal? Bahkan aku belum lulus dari middle!
Kulihat sapuku tak menunjukan reaksi heboh seperti tadi lagi, yang membuatku mulai panik. Aku menendang tongkat sapuku, berharap sapuku bereaksi kembali, tapi harapanku tidak terkabul.
Aku makin panik. Jangan bilang aku jadi tidak bisa terbang dengan sapu karena sapuku rusak? Banyak dugaan negatif yang datang, tapi disaat kepanikan itulah, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu.
TOK TOK TOK,
Aku langsung membuka pintuku cepat. Sonic disana, berdiri dengan senyuman tipis sebelum melihat ekspresiku yang gelisah.
"Piya? Ada apa?"
"Bisa bantu aku?" Aku langsung menariknya masuk ke kamarku tanpa meminta persetujuannya. Aku bahkan tak menutup pintu saking paniknya.
Ruanganku penuh dengan ramuan dan buku sihir, bukan seperti ruangan gadis pada umumnya. Aku langsung menunjuk keberadaan sapuku yang sudah tergeletak seperti benda mati--maksudku, sapu memang benda mati.
"Kau harus membuat Health Lotion." Jelasnya begitu melihat keadaan sapuku.
Tubuhku langsung melemas mendengar perkataannya. Kalau aku bisa membuat Health Lotion, tentu saja aku tidak perlu berlama-lama di Middle, kan?
"Sebaiknya kau buat sendiri," tolak Sonic bahkan sebelum aku meminta pertolongannya. "Bendamu akan lebih mempan jika kau yang membuatnya."
Apa Sonic tidak lihat keadaan kamarku yang sudah mirip dengan tempat pembuangan sampah ini? Apa dia tidak tahu aku sudah berusaha keras dan gagal berulang-ulang?
"Ayolah, kau pasti bisa." Sonic menyemangatiku dan kulihat ia mengambil buku sihir secara acak dari rakku, "Kau pakai ramuan yang mana?" tanyanya mengerutkan keningnya.
Aku menggelengkan kepalaku, "...Lupa."
"Yasudah, lupakan ramuan ini, segera buat Health Lotion." usulnya menyadarkanku.
"Aku...akan berusaha!"
Setelah mengikuti prosedur pembuatan Health lotion yang ada dibuku sihir ramuan dasar, akhirnya Health Lotion selesai! Tidak ada suara ledakan tanda gagal sama sekali, bahkan hasil ramuannya berwarna kuning keemasan jernih tanpa keruh. Sempurna sekali. Aku dan Sonic sampai melongo panjang melihat cairan itu.
"Aku yang membuat ini?" Tanyaku, tepatnya kepada diriku sendiri.
"Aku saksinya," jawab Sonic tanpa ragu. "Cepat, teteskan Health Lotionnya ke sapumu."
Aku pun meneteskan setetes health lotion tanpa menakarnya terlebih dahulu, aku sudah tidak sempat lagi melakukannya. Begitu setetes ramuan itu terkena sapuku, sapuku kembali bergerak agresif, memukul-mukul kepalaku berulang kali seperti tadi. Kali ini aku tak berani menyentuh sapuku lagi, aku lebih cenderung menghindarinya.
"Kenapa datang?" tanyaku setelah berhasil menjauhkan sapu dari kepalaku.
"Erm, kita bicara diluar saja, sekalian jalan sore." usulnya, aku hanya mengangguk setuju dengan usulnya yang tidak terdengar buruk itu.
Kami terbang dengan sapu terbang kami masing-masing. Pemandangan senja di depanku membuatku menyipitkan mata.
"Piya, kau mau kubantu agar cepat sampai di tingkat Senior?"
Aku tersentak kaget, tapi aku mencoba menolak tawarannya dengan lembut. "Tidak perlu, mungkin lebih baik pelan-pelan sampai tingkat itu. Lagipula-"
"Tapi kekuatanmu ini di incar BlackMix." Potong Sonic dengan sedikit keras.
"Aku bukan dewa terbang, aku sama seperti manusia...penyihir-penyihir lain disini." bantahku.
"Kau ini Wings Maker! Aku positif yakin." sahut Sonic, "Kau harus bilang padamu apa kekuatanmu nanti! Aku akan menjadi tamengmu!"
Aku terdiam. Apa benar surat tadi itu. Aku ini Wings Maker? Tapi aku kurang yakin, lagipula tidak ada yang bisa membuktikan siapa Wings Maker sebenarnya.
"Ucapanmu terdengar seperti sedang melamarku, tahu." sahutku datar.
Padahal, dalam komik-komik Shoujo yang sering kubaca, jika lelaki mengatakan begitu, Heroine-nya akan berdebar-debar, wajahnya memerah dan mengatakan hal-hal yang manis di dalam hatinya, tapi tidak. Komik-komik itu pasti salah.
"Eh, benarkah?"
"Enggak, bercanda." Jawabku datar, mengingat anak laki-laki tidak mungkin membaca komik sejenis itu.
Wajahnya langsung memerah, lalu dia melanjutkan, "Jangan lupa kabarkan apa kekuatanmu." Aku hanya bisa mengangguk enggan.
***
Sial, sial, sial! Kalian pasti mengerti kesialanku yang benar-benar sangat beruntun! Tadi aku kesiangan dan sapuku memukuli kepalaku hingga kami sempat bertengkar di kamarku. Inilah pertama kalinya aku merasa konyol karena bertengkar dengan benda mati. Setelah itu, aku mencari surat yang kemarin kudapatkan, dan ternyata surat itu hilang! Dan barusan, aku terjatuh dari kamarku karena aku masih belum terbiasa dengan letak kamarku yang mengantung tanpa teras, dari pinggang sampai kakiku ini pun merasakan sakit yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata!
BRUK! Aku tak sengaja menabrak seseorang, aku mengelus bahuku yang tak sengaja tersenggol dengan bahu penabrakku.
"Maaf!" seruku, "Eh, Tazu."
"Perhatikan jalanmu." sahutnya dingin, kesal dan tanpa basa-basi yang lain, dia meninggalkanku.
"Cuma gara-gara tidak sengaja nabrak dia saja, dia marah?" gumamku kesal, "Ah." Aku terjatuh karena mencoba mengejarnya, tetapi aku terpeleset, membuatku terjatuh tersembab di dataran yang kupijak. Lihatlah betapa sialnya aku hari ini!
"Kau tak apa?" tanyanya memandangku datar, mengulurkan tangannya dan membantuku naik.
"Thanks,"
"Kemarin..."
Aku langsung menaikan kepalaku, "Oh, kemarin aku membuat ramuan, lho! Terus..."
"Bukan itu. Kemarin sore kau..." Dia terdiam beberapa saat, aku memandang heran kearahnya.
"Sonic?" potongku. "Dia hanya mengawasiku membuat Health lotion."
Lalu aku terbungkam saat melihat tatapan dinginnya yang seolah memintaku untuk diam dan jangan memotong. "Tazu, kemarin aku-" Baru saja aku hendak menceritakan perihal surat itu, Tazu memotongku tanpa minat.
"Sudahlah, lupakan saja."
Dia berjalan menelusuri koridor dan akhirnya berbelok kanan hingga punggungnya tak lagi tampak. Sedangkan aku terdiam, bertanda-tanya besar. Ah! Aku lupa, aku terlambat! Dengan buru-buru, aku berlari ke arah kelas Middle tanpa peduli apa-apa lagi.
*
"Piya," Mixe-Sensei menghampiriku setelah semua murid beranjak meninggalkan kelas, menyisakan kami berdua.
"Ada apa?" tanyaku takut, mungkin dia akan membahas soal keterlambatanku tadi pagi? Atau dia akan membahas tentang dua material yang diberikannya tapi sudah hilang kupakai sia-sia? Serius, aku tidak bisa menebak apa yang dipikirkannya.
"Kau..., ke ruanganku sekarang." sahutnya dengan serius.
Jangan-jangan dugaanku benar?
"Duduklah," aku pun duduk sesuai perintahnya. "Jadi, bagaimana ramuanmu?" tanya Mixe-sensei sambil meletakan kedua tangannya dengan sela kedua jari tangannya saling bertemu, seperti kelakuan ala detektif yang sedang menyidang tersangkanya.
"Sepertinya aku berhasil." jawabku dengan sedikit ragu. Yah, setidaknya ramuannya tidak meledak.
"Sekarang kau seorang Magacal." Kata Sensei yang membuatku kaget, darimana dia tahu? "Aku juga selalu mendapat surat jika muridku yang menerima dua material itu berhasil menggunakannya, tahu?" Jawabnya seolah telah membaca pikiranku. "Kau kuberi Magic Mushroom dan Brown leaf. Kau tahu mengapa?" Tanyanya yang kujawab dengan gelengan kepala. "Karena, kau harus sembunyi." kata Mixe-sensei.
"Maksudnya?"
"Nanti, kalau kau sudah Senior, kau harus menggunakan kekuatan yang kau buat. Aku yakin kekuatanmu akan sedikit bermanfaat." sahutnya. "Kalau sampai mereka tahu kekuatanmu, kau akan diincar." lanjutnya
"Jangan-jangan..." Firasatku mulai tidak enak, aku memandangnya dengan pandangan memelas seolah menyuruhnya untuk tidak mengucapkannya, semoga saja dugaanku salah.
"Kau adalah Wings Maker." Sial, dugaanku benar. Mixe-Sensei meraih tanganku dan nampak terkejut. "Kekuatan...pengubah? Bagaimana kau membuatnya?"
"Aku hanya memasukan racikan-racikan biasa di ramuan halaman 197 dibuku sihir terjemahan sensei yang ke 4 dan benda-benda pemberian sensei. Lalu, sebuah batu bewarna-warni." Jawabku mencoba mengingat-ingat apa yang kubaca setelah kemarin mencari-cari ramuan yang sempat kulupakan. "Iya, benar." jawabku akhirnya setelah meyakinkan diriku atas informasi yang kuberikan tadi.
"Kau punya dua kekuatan yang sangat hebat, kau tahu?" sensei tersenyum simpul, "Wings maker yang Super Rare dan Changes power yang baru ditemukan."
"Aku bukan Wings Maker." bantahku.
"Kau tak percaya? Tanya Lica, dia adalah peramal terunggul di dunia ini." Terang Mixe-sensei, "Tempatnya ada sangat jauh dari sini. Tapi, aku tak mengizinkanmu menemuinya. Karena tempatnya tidak jauh dari markas BlackMix. Dan kau hanya boleh menemuinya setelah kau sudah bisa mengendalikan kekuatan keduamu itu." kata Mixe-sensei dengan serius.
Aku berjalan tanpa tujuan, tak sengaja aku melewati kelas Junior. Kelas junior saat ini tengah ditutup, dan aku mencoba mengingat siapa saja dari middle yang sudah masuk ke sana. Mai, Nai, Ryoka. Aku berbalik arah kemudian aku pergi ke atap sekolah.
"Kekuatan pengubah." gumamku sambil memainkan jari-jariku.
"Changes Power? Kau punya kekuatan yang unik." Ucap seorang perempuan dari belakang.
Siapa itu?, batinku memandangnya waswas.
"Aku Invi." jawab perempuan itu membuatku kaget, dia baru saja membaca pikiranku.
"Iya, benar. Aku bisa membaca pikiranmu, aku Mind Reader." Jawab Invi membalas tatapanku dengan tatapan datar. Aku semakin kaget, karena tiba-tiba dia menghilang,
Di mana dia?, batinku menengok kiri dan kanan mencari sosoknya.
"Aku disini," kata Invi yang tiba-tiba muncul dibelakangku membuatku tersentak kaget dan menolehkan pandanganku dengan cepat.
"Kenapa kau..."
"Kau punya masalah?"
"Benar." balasku seadaanya.
"Ceritakan saja padaku," kata Invi. Tahu-tahu, dia sudah ada disampingku.
"Bukankah kau bisa membaca pikiranku?" tanyaku dengan malas.
"Bukankah lebih lega kalau kau bilang langsung?" tanya Invi masih dengan tatapan datarnya. Aku jadi heran, ada berapa manusia dengan muka tiplek yang ada di dunia ini, sih?
"Aku harus bagaimana agar dapat menggunakannya? Aku bingung." Aku berbicara dengan nada frustasi.
"Kau harus punya tujuan." kata Invi lalu dia menghilang lagi, membuatku menghela nafas kesal. "Hari ini aku sibuk. Minggu depan aku akan datang lagi."
Dia menghilang lagi? Lalu, aku harus punya tujuan? Maksudnya?
.
.
.
"Bagaimana?" tanya Mixe-Sensei ketika aku memasuki ruangannya.
"Aku ingin diuji sekarang." Ujarku membuatnya tersenyum puas.
"Lighter warna pelangi."
"Tapi sensei tidak pernah mengajarkannya di kela-"
"Buatlah." potong Mixe-Sensei tanpa mendengarkan protesku.
Aku sedikit tak percaya juga saat kulihat cairan terang warna pelangi muncul dari ramuan yang kubuat. Warna pelangi, lho! Padahal lighter putih saja biasanya aku gagal terus. Tidak bisa dipercaya!
"Kekuatanmu benar-benar berfungsi kalau kau punya tujuan." Sensei tersenyum dan menyalami tanganku. "Kau sudah menemukan Tujuanmu, kan?" Tanyanya. "Changes Power sangat langka. Dan Wings Maker sangat berguna. Kau harus memanfaatkan kekuatanmu dengan benar." kata Mixe-sensei . Aku hanya bisa menganggukan kepalaku.
"Aku akan berusaha."
*
Hari ini aku pindah ke kelas Junior. Kelas terakhir sebelum aku resmi menjadi magacal dan menentukan dimana kekuatan akan dikategorikan; Senior atau pro-senior. Jumlahnya lebih banyak lagi dibandingkan saat aku berada di kelas middle. Aura aneh langsung terasa begitu aku memasuki ruangannya.
Kesan pertamaku di kelas ini adalah ..., kelas ini benar-benar seperti tak terurus saja.
"Selamat, ya!" sorak Rainna dan Mai berbarengan.
"Makasih." Ujarku tulus. Mereka berdua kembali sibuk dengan obrolan mereka yang terputus saat berbicara dengan Ryoka tadi.
"Piya," Rainna memanggilku. "Selamat ya, sudah masuk di kelas Junior. Kenalkan ini teman baruku. Namanya Yanda. Yanda, ini Piya."
Kami berjabat tangan, tapi aku merasa terintimidasi oleh tatapannya itu. Buru-buru kulepaskan jabat tangan kami, lalu dia kembali berbicara dengan Rainna.
Aku memperhatikan kelas lagi. Lho, Dimana Tazu? Aku mencarinya sampai disudut ruangan. Namun aku tak menemukannya.
"Dimana Tazu?" tanyaku refleks sehingga membuatku menutup kedua tanganku dengan cepat. Barulah aku mengutuk diriku sendiri atas kecerobohanku.
"Tazu? Kau kenal?" tanya Ryoka menaikan kedua alisnya.
"Dia dimana?" tanyaku pada akhirnya, ada semacam perasaan lega karena Ryoka mengenalinya juga.
"Tadi sebelum kau masuk, dia dipanggil oleh Jim-sensei." lanjut Rainna.
"Jim-Sensei itu guru di Pro-Senior." terang Ryoka, membuat kebingunganku langsung menghilang begitu saja.
"Dia punya kekuatan mengendalikan pikiran,Mind Control." jelas Nai.
"Kalau guru disini namanya Tixe-sensei, dia punya kekuatan Telekinesis, Mind Mover." terang Ryoka dan aku hanya mengangguk mengerti mendengarkan.
"Tixe-Sensei masuk!" teriak seorang murid yang kemudian membuat semuanya berhamburan kembali ke duduk mereka dan suasana tiba-tiba berubah tenang.
Ah, rupanya persepsiku tentang kelas tak terurus benar-benar hanya dugaanku saja, untunglah.
"Hai, semuanya!" sapa seseorang dengan semangat, membuat mukaku menjadi pucat.
Atau mungkin tidak.
"Ini gurunya?" tanyaku pada Ryoka, dan dibalasnya dengan anggukan kepala.
"Murid baru, Murid baru! Siapa namamu, manis?" tanyanya ke arahku sambil tersenyum lebar. Aku menatapnya waswas, namun kujawab juga pertanyaannya.
"...Aku Piya." jawabku sambil berusaha menyingkirkan perasaan geliku.
"Piya! Selamat datang dikelas ini!" kata Tixe-sensei kemudian semua murid bersorak-sorak, berteriak dan tertawa-tawa, Tixe-Sensei bahkan ikut tertawa. Entah hal lucu apa yang baru saja terjadi, yang jelas aku tidak mengerti.
Benar-benar kelas tak terurus.
"Oh ya! Teman kalian sudah sampai di Pro-Senior Class. Kalau kalian giat dan gigih, aku yakin kalian bisa mencapai tahapSenior." sahut Tixe-sensei
"Apa?! Tazu sudah senior?!" seru rata-rata kaum hawa di kelas itu membuatku spontan menutup kedua telingaku, ada yang beberapa murid yang langsung bangkit dan berencana meninggalkan kelas, namun segera dihadang oleh Tixe-Sensei.
"Mau kemana kalian?" tanya Tixe-Sensei penuh curiga dan senyum sinisnya membuat mereka benar-benar batal untuk meninggalkan kelasnya.
Aku sendiri rasanya ingin bertepuk tangan keras didepan wajahnya, ingin menunjukan rasa antusiasku saat melihat ekspresinya akhirnya berubah dari yang tadi. Benar-benar berubah dengan cepat!
"Tidak jadi, deh." cibir salah satu perempuan dengan kesal. Dia duduk dan langsung diikuti oleh yang lain. Menyedihkan sekali mereka.
"Aku tidak tahu kalau Tazu se-terkenal itu." bisikku ke Rainna.
"Kalau dia tidak terkenal, darimana kau mengenalnya?"
Nah, aku harus jawab apa sekarang?
"Dia masuk di Pro-Senior? Apa yah, kekuatannya?" tanyaku mengubah topik, lalu Rainna mengendikan bahunya dan menoleh ke depan, aku pun menghela nafas panjang setelah itu.
Waktunya pulang. Para penyihir pun kembali ke kamarnya masing-masing, ada juga yang masih berkeliaran memadatkan jalur langit, berterbangan penuh senyum dan ceria. Aku merasa tak lagi punya kegiatan lain selain kembali ke kamarku dan mencoba mantra yang belum sempat kutuntaskan dan belum sempat kucoba. Yang jelas, aku tidak mungkin mencobanya di depan umum, karena aku akan gagal dan itu memalukan.
"Eh, Tazu." Tak sengaja aku bertemu dengannya ketika hendak kembali ke kamarku.Dia memandangku sebentar lalu terbang mengabaikanku.
"Dasar sombong," Bisikku pelan. "Hei!"
Dia menghentikan sapunya. "Apa?" Tanyanya dingin.
"Kau sudah Magacal, kan? Apa kekuatanmu?" tanyaku langsung ke intinya.
Dia terdiam sejenak, lalu memalingkan wajahnya. "Bukan urusanmu." Lalu dia mempercepat terbangnya untuk menghindariku.
"Hei!" seruku dan aku segera menyusulnya. Tak sampai hitungan detik, aku berhasil menyusulnya. Sonic benar, mungkin aku memang penerbang yang cepat.
"Minggir," pintanya tegas masih dengan wajah datar itu, aku pun langsung terbang mundur sedikit, seolah dia bisa memakanku.
"Aku ingin minta bantuanmu."
"Katakan."
"Kau kenal Lica?"
Tazu mengangguk pelan, tatapannya masih tajam. "Mengapa?"
"Aku ingin meramal padanya." jawabku cepat.
"Jangan. Ada markas BlackMix." Tazu memperingatiku.
"Apa kau tidak bisa membantuku?" tanyaku memelas, kupasang wajah yang paling memelas yang kupunya. "Sekali saja, tolonglah."
"Baiklah, sekali." Tazu menerbangkan sapunya mendahuluiku, dan aku segera mengikutinya dari belakang.
Dia membawaku ke arah Barat, tidak ada topik pembicaraan ketika terbang, aku hanya bisa melihat punggungnya yang kini sudah mendapatkan jubah putih khas Pro. Tidak ada pemandangan lain yang terlihat selain pohon-pohon yang bentuknya aneh, genangan air yang dangkal di bawah sana.
Tiba-tiba, terdengar suara-suara yang membuatku segera terbang mendekati Tazu. Tazu menaikan alisnya, namun dia membiarkanku bersembunyi di belakangnya.
"Kenapa?"
"Aku...yakin mendengar sesuatu."
Dugaanku benar-benar tepat, sebab beberapa saat kemudian, ada sekelompok orang berpakaian hitam dengan makhluk aneh yang mereka tunggangi datang mendekati kami. Pasukan yang hari itu datang membuat rusuh di magacal.
"Itu dia! Dia penyihir yang menghalangi misi kita hari itu."
"Cepat tangkap dia!"
Kami pun tertangkap setelah beberapa saat kemudian, sebenarnya aku bisa saja lolos sekarang. Tapi, aku tidak meninggalkan Tazu sendirian.
"Sudah kubilang..." keluh Tazu sambil menatapku dengan tatapan ini-semua-karena-ulahmu dan makanya-jangan-keras-kepala.
"Kau kan Pro-Senior." bisikku memberikan kode kepadanya agar dia menggunakan kekuatannya untuk melindungi diri, setidaknya untuk sekarang.
"Aku tidak suka kekuatanku." jawabnya datar, bahkan saking datarnya sampai tak terdengar nada panik di dalamnya.
Yaampun jangan-jangan dia sudah tidak punya hasrat hidup dan aku akan mati bersamanya ditangan pasukan konyol ini?!
"Jadi, kau tidak akan memakainya?" tanyaku agak panik.
"Tunggu sampai waktunya." jawabnya tenang, bahkan setitik panik yang terlihat di wajahnya sama sekali tidak ada. Dia seperti sudah menyiapkan rencana, namun dia baru akan menggunakannya begitu waktu itu datang.
"Coba periksa, apakah gadis ini Wings Maker atau bukan!"
Aku mulai panik dan gugup. Ada sepuluh orang yang mengelilingiku, menyebutkan mantra-mantra yang tidak pernah kudengar, dan tiba-tiba saja, tubuhku mengeluarkan cahaya putih sejenak. Aku sendiri heran dengan keadaanku ini.
Apa yang terjadi?
"Dia, Wings Maker!"
***TBC***
Published : 11 Juni 2015
Revision : 22 Mei 2016
Lol
Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top