Out Of Blue*29
REPOST SAMPAI CHAPTER 31!
Happy reading~~
The Sorcery: Little Magacal Piya
Aku tengah memeriksa tempat di sekitar lubang penggalian dalam yang dulu kami buat dua tahun yang lalu. Disanalah, aku mengenang kejadian-kejadian lampau secara rinci.
Ada beberapa yang kutak tau. Belum lagi selama beberapa hari ini, aku dan Invi jadi mogok berbicara. Yah, aku sedikit kecewa dengannya. Dia pasti menyembunyikan sesuatu yang sangat penting sampai tidak berani membuatku kecewa.
Sayangnya, aku sudah terlanjur kecewa dengan diriku sendiri, bahkan sebelum aku tidak mengetahui apa yang terjadi.
"Yako." Seseorang membuatku berbalik kebelakang, suaranya terdengar familiar namun berbeda.
"Sonic."
Sudah lumayan lama, aku tidak berjumpa dengan Sonic aka Seatmate-ku di pro. Dia tampak begitu semangat meskipun sudah siang begini, berbeda dengan Tazu yang selalu diam, datar dan mencurigakan itu.
Dia tersenyum dan kemudian berdiri di sampingku."Tempat yang penuh kenangan, kan?" tanyanya sambil menatap kosong ke arah lubang yang penuh dengan batuan-batuan didalamnya.
Beberapa diantaranya mengikis, dan masih juga bertahan tanpa berubah seincipun dari tempatnya, persis saat terakhir kali aku melihatnya.
Aku menganggukan kepalaku untuk menyetujui argumen singkatnya.
"Kuperingatkan padamu untuk tidak terlalu dekat dengannya."
Begitu kalimat itu selesai, aku langsung menatapnya dengan tatapan heran.
"Siapa?"
"Lupakan." ujarnya cepat.
"Kau tidak punya alasan khusus untuk menyuruhku menjauh dari seseorang. Siapapun itu." ucapku dengan tegas.
Dia hanya mengendikkan bahunya, dan menatapku dengan cuek.
"Siapa yang kau maksud itu?" tanyaku lagi dengan tak sabaran. Semakin lama, aku menjadi tidak suka dengan Sonic. Orangnya terlalu suka mengulur waktu.
"Kau akan tau nanti." ujarnya sambil melangkah membelakangiku.
Tak sampai lima meter, dia berhenti dan kemudian berbicara tanpa berbalik kebelakang, "Aku sudah memperingatkanmu. Hati-hati, ok?"
*
Dalam keheningan yang lumayan lama, bersama dengan suara hampa yang menyertai kesadaranku, terdengar suara langkah kaki yang yang terdengar begitu pelan. Tak lama kemudian, keadaan pun menghangat bersamaan dengan sebuah benda yang menyelimuti bagian punggungku.
"Maafkan aku." suara seorang lelaki yang kukenal, terdengar bersama penyesalannya yang begitu dalam. Aku bisa merasakan hangatnya terpaan nafasnya yang menggelitik kulitku. Dia berbisik, namun kata-perkatanya terdengar begitu jelas.
Lalu, terdengar suara langkah kaki yang menjauh, dan kursi yang tergesek dengan lantai.
"Aku tahu, perang ini akan terjadi." ujarnya padaku. Kini kusadari suara lelaki itu berasal dari hadapanku,di depanku.
Kubuka mataku perlahan, dan menyadari bahwa aku tengah melipat kedua tanganku dengan kepalaku di atasnya. Aku bahkan dapat merasakan beratnya kepalaku saat itu.
Lampu yang ada di antara kami berdua, tampak begitu terang tampak sebab yang pasti. Aku bahkan tidak bisa melihat wajah lelaki itu, tapi dengan background rak buku dan lemari buku, aku yakin bahwa kami berada di perpustakaan.
"Kalau aku lebih kuat, akan kupastikan kau tidak ikut perang apapun."
DUAR!
Suara petir dan kilat yang terdengar begitu kuat, memunculkan cahaya putih yang begitu terang dari jendela, membuat wajah lelaki itu semakin samar dan semakin terang.
"Ada Electric Thunder diluar sana. Tapi tenang saja, tidak akan ada siapapun yang bisa masuk ke dalam sini."
Lelaki itu menatap keluar jendela dengan begitu tenangnya. Suara hujan pun terdengar semakin deras, bersamaan dengan petir yang menyambar dengan lantangnya.
"Mereka mencari kita."
Lelaki itu pun menoleh ke arahku, kulihat senyuman di bibirnya melengkung dengan begitu tenangnya.
"Kamu masih bangun?"
Aku merasa begitu lelah, aku merasa begitu mengantuk. Dan aku mulai merasakan indra penglihatanku mulai beristirahat. Hanya indra pendengaran dan indra perasa yang bekerja.
Aku masih dapat mendengar suara petir yang menyambar, dan nyamannya keadaanku sekarang.
Tak lama kemudian, aku merasakan jari kelingking kananku terkait dengan sesuatu yang terasa hangat.
"Bagaimana kalau kita berjanji?" Tanyanya.
Aku ingin menjawabnya, hanya saja aku terlalu lelah untuk membuka mulutku dan menjawabnya. Aku pun hanya diam, menunggu apa yang akan dilakukannya selanjutnya.
"Mulai detik ini, aku akan melindungimu."
Mataku terbuka, dan seluruh keningku rasanya sudah dibanjiri dengan keringat. Aku tahu, itu mimpi. Hanya saja..., aku bisa merasakan bahwa itu adalah sebuah kenangan yang membuatku merasakan detailnya begitu dalam, seperti sebagian kepingan masa lalu yang kulupakan tanpa sengaja.
Dan asumsi itu semakin kuat, saat aku teringat kembali kejadian itu.
Kuputuskan untuk tidak memikirkannya terlalu jauh, karena otakku terlalu lelah untuk diajak mengingat kembali.
Aku pun bangun dan menjalani rutinitasku, berjalan pagi-pagi subuh. Matahari baru memunculkan sedikit kepalanya. Aku berjalan keluar untuk menghirup udara pagi.
Dalam kesunyian dan cahaya yang belum terlalu tenang, ada sedikit rasa ngeri yang menyelimutiku. Dan alangkah leganya aku, saat melihat Ryoka tengah membuat bunga dengan tenangnya.
"Hai, Ryoka."
"Yako." jawabnya sambil mengangguk dan tersenyum padaku.
"Sedang apa?" tanyaku basa-basi.
"Wake the flower." balasnya sambil tersenyum manis.
Aku hanya ber-oh ria. Aku mengingat beberapa hal yang berhubungan dengan Ryoka. Salah satunya adalah, hubungannya dengan Tazu yang terdengar mencurigakan beberapa waktu lalu.
Bukannya aku cemburu. Aku hanya ingin tahu.
Beberapa saat kemudian, kulenyapkan bayangan-bayangan aneh yan terus saja mengelilingiku, memancingku untuk bertanya kepada Ryoka secara langsung. Karena, aku tahu, Tazu tidak akan memberitahuku berapa kalipun aku bertanya padanya.
Aku mulai memperhatikan Ryoka yang tampak serius memperhatikan bunga dan pikirannya yang entah memikirkan apa.
"Sedang cari sesuatu?"
"Eh!" Dia memekik kaget. "I-Iya, aku memang sedang mencari sesuatu." ujarnya dengan wajah yang memerah.
Hah? Sedang mencari apa dia, sampai wajahnya merah begitu?
"Biar kubantu." tawarku.
Baru saja aku hendak menanyakan benda apa, dia menggelengkan kepalanya dan kemudian menghela nafas panjang.
"Senang menerima bantuanmu. Tapi rasanya mustahil menemukan Love Wings."
"Love Wings?" tanyaku terheran-heran. Aku mulai penasaran karena benda itu mempunyai kata Wings dibelakangnya.
"Jangan-jangan, kau tidak tau tentang Love Wings?" tanya Ryoka tak percaya.
Aku hanya mengendikkan bahuku dan menunggu jawabannya.
"Itu bunga yang bisa..., Err. Tapi aku tidak tahu, bunga itu ada atau tidak sekarang. Tapi pernah ada yang melihatnya" Sahutnya dengan begitu ragu.
Aku pun semakin penasaran dan memutuskan untuk bertanya lebih jauh.
"Bunga apa itu?"
"Be-begini, sejak Piya pergi ke Door Connection, ada orang yang mengatakan pernah melihat bunga ini."
Ryoka pun mengambil sebuah kertas berisikan gambar bunga itu. Tidak ada yang menarik, Hanya sebuah benda yang berbentuk hati dan dua sayap kecil dibatangnya.
"Kamu yakin ini bunga?" tanyaku memandangnya dengan kecewa. Karena hasilnya tidak sesuai yang kuharapkan.
"Tentu saja." jawabnya. "Ini bunganya dan ini daunnya" terangnya sambil menunjuk bagian hati dan sayapnya.
"Lalu, bunga ini kenapa? Ahh! Jangan-jangan bunga ini bisa digunakan sebagai ramuan ya?" tanyaku dengan mata membesar dan senyuman yang mengembang, yakin sepenuhnya dengan jawabanku. Akhirnya ada perasaan kecewa ketika dia menggelengkan kepalanya. "Jadi, untuk apa?" tanyaku
"Ka-katanya..., kalau kita mendapatkan bunga ini dan memberikannya kepada orang yang kita sukai...," Ryoka terdiam sejenak, tatapannya terlihat begitu ragu. "Perasaan kita bisa terbalas."
Pikiranku kosong, dan kemudian tertawa konyol. Aku menepuk-nepuk punggungnya sehingga membuatnya menatapku bingung.
"Kenapa?"
"Kau berbicara seolah kau ini ditolak cowok. Dan, nggak mungkin kan, ada cowok yang menol-"
"Tazu." potongnya membuatku sedikit shock.
Padahal aku sudah lama tau tentang perasaan Ryoka. Entahlah aku shock karena Tazu menolaknya..., atau?
Matanya berkaca-kaca, terlihat beberapa cairan yang hendak tumpah dari sana, namun ditahannya dengan sekuat tenaga. Tangan kanannya sudah meremuk kertas yang dipegangnya, dan bunga-bunga yang tumbuh disekitar kami, mulai tumbuh dengan liarnya karena tak terkontrol.
"Tazu?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Padahal kalau dihitung denyut nadiku, detaknya bisa lebih dari seratus detakan per menitnya.
Dia menganggukkan kepalanya. "Aku menyukainya, sudah lama." lanjutnya.
Aku masih mematung menatapnya dengan dalam. Dia menatapku kembali.
"Apa kau menyukainya?" tanya Ryoka dengan serius.
Seketika, angin bertiup kencang mengacak rambut kami berdua. Daun-daun yang kurang kuat pun berpisah dari pohonnya dan daunnya terbang mengikuti angin dimanapun angin bertiup. Tapi angin itu bukan menjadi penghambat tatapan mata kami menjadi terpecah.
"A-aku bingung mau menjawab apa." ujarku sambil mencuri pandangan lain.
Aku pernah membaca buku tentang bahasa tubuh. Mata adalah alat yang paling mudah dibaca dalam bahasa tubuh dibandingkan gerak-gerik dan kelakukan organ tubuh. Aku memang sedang tidak berbohong, hanya saja kecemburuan gadis itu labil, bukan?
Bisa-bisa dia menyalahartikan tatapan panik dari mataku.
"Aku tidak pernah melihat bunga ini." sahutnya kembali ke topik. Dalam hatiku yang paling dalam, lepaslah panik.
"Mungkin saja bunga itu memang tidak ada." simpulku cepat.
"Bunga ini benar-benar ada. Buktinya bunga ini ada tercantum dihalaman belakang buku Magic Flower, buku yang dipersembahkan khusus kepada Flower Bloomer." bantahnya. Aku menghela nafas panjang.
Dia percaya tentang bunga itu.
"Bukannya ada yang pernah melihatnya? kenapa dia tak mengambilnya?"
"Bunga ini bukan bunga sembarangan. Dia bisa langsung terbang menjauh dan langsung hilang tanpa bekas." jawab Ryoka dengan lancar.
Barusan, Ryoka mengatakan bunga dengan kata ganti dia. Aku menaikan sebelah alisku karenanya. Jawaban lancar yang keluar dari mulutnya, membuatku yakin bahwa dia telah melakukan pencarian dengan begitu dalam. Baik dari bukunya, atau dari orang-orang yang diwawancarainya.
Terlihat sekali, Ryoka begitu menginginkan bunga itu.
"Mungkin, hanya Piya yang bisa mendapatkannya." lanjut Ryoka sambil menghela nafas panjang.
"Mendapatkan apa?" tanyaku menaikkan alisku. Sekarang, aku bingung dengan kalimatnya.
"Mendapatkan dia..., mungkin." ujarnya tanpa menatapku.
Pandangan matanya mengandah ke atas langit warnanya mulai membiru kejinggaan, dan tatapannya sama sekali tidak bisa kutafsiran.
Aku pun berlalu karena Ryoka mengatakan bahwa dia harus ke arah barat untuk membangunkan bunga lagi. Sementara aku harus kembali ke kamar, dengan pertanyaan yang terus menyerbu diriku.
Siapa yang Ryoka maksudkan dengan dia?
Bunga Love Wings itu atau..,?
A/N :
Cerita ini dibagi menjadi tiga scene, dan semuanya adalah tebakkan yang harus diselesaikan! Yeey!
Kira-kira, berapa tebakkan yang bisa kalian pecahkan?
Vote and Comment.
Saya lagi repost LMP, sehari empat chapter. LMP belum dihapus.
Big Love, Prythalize.
🐤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top