Changed *23
REPOST SAMPAI CHAPTER 31!
Happy reading!
(MENGERJAPKAN MATA, btw -_- /malas edit)
The Sorcery: Little Magacal Piya
Aku menerjabkan mataku beberapa kali, saat kulihat lelaki itu dengan nafas ngos-ngosan berlari ke arah gadis itu untuk menahan pergelangan tangannya, mencegah agar gadis itu tidak menamparku. Lelaki itu adalah lelaki yang tadinya sempat kuseret. Cepat juga dia.
"Tu-tunggu dulu!" sahut lelaki tadi. Wanita itu pun menepiskan tangannya untuk melepaskan genggaman cowok itu
"Ada apa, Ten?" tanya cewek-cewek yang ricuh daritadi, tampak tak setuju atas pembelaan yang dilakukan lelaki ini kepadaku.
"Dia, nggak punya X dipunggungnya!" sahut lelaki itu, membuatku menaikan alisnya, karena tidak mengerti dengan arah pembicaraan mereka yang masih mengabut.
"Hah?! Beneran?" Cewek-cewek tadi pun mengalihkan pandangannya kepadaku, dan menatapku heran. Aku hanya bisa menatap balik mereka dengan tatapan datar. Lalu, mereka melepaskanku.
"Maaf, tapi anda ini sebenarnya siapa?" tanya lelaki itu sambil menatapku dengan tatapan menyelidik.
"You've Got me" jawabku sambil mengubah Changes Powerku menjadi normal kembali. Wujudku, Pi-Ya!
"Yako!" Seru mereka dengan senyuman lebar dan penuh antusias. Aku langsung mendopak jidatku karena aku sendiri lupa kalau rambutku sudah sepanjang milik Yako dan muka kami persis! aku benar-benar lupa. Tapi, yasudahlah.
"Iya, aku Yako." sahutku lalu cewek-cewek tadi langsung memelukku heboh.
"Dia masih hidup!" sorak mereka, aku langsung terjepit. Aku bisa melihat adanya perubahan ekspresi dari lelaki itu. Dia tampak gelisah? Ketakutan? Atau? Aku tidak mengerti.
"Ma-maaf atas kelancanganku." ujarnya sambil menunduk dan meminta maaf padaku. Belum sempat aku menjawab, dia langsung pergi dengan sapu terbangnya, dan menghilang dibalik sebuah tebing yang menjulang tinggi.
*
"Aku nggak percaya! kau masih hidup!" sahut Vampix kepadaku. Aku hanya bisa tersenyum mengiyakan dan mundur selangkah saat kulihat Vampix tampak ingin mendekat.
"Kalau begitu, percayalah." jawabku sambil menolehkan pandanganku kekiri dan kanan, mencari keberadaan orang-orang yang tampak jarang.
Seharusnya aku tidak berada ditempat sepi, bersama Vampix. Karena jujur, aku masih sedkit takut dengan pengalaman beberapa waktu yang lalu.
"Jadi, dimana kau selama ini?" tanyanya sambil memiringkan kepalanya, nampaknya dia tau akan kegelisahanku.
Karena tidak tau harus menjawab apa, aku langsung memutus kontak mata kami dan pandanganku langsung saja berhenti di satu titik fokus.
Dalam detik itu juga, mataku membesar dan pikiranku melayang begitu memikirkan sosok itu. Orang yang paling ingin kutemui saat itu juga. Aku terus menatap orang itu tanpa menyia-yiakan sekedip matapun, seakan haus dalam kerinduan yang tak berujung.
Orang yang sangat ingin kutemui, sangat ingin kutemui. Orang itu,
"Yako?" Vampix memecah fokusku, membuyarkan lamunanku yang membuatku langsung salah tingkah. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan menepuk pipiku dengan cepat, lalu kembali mengalihkan pandanganku ke Vampix dan tersenyum manis.
"Ya?"
"Jadi, dimana saja kau selama ini?" tanya Vampix, mengulang pertanyaannya.
Belum sempat aku membuka mulut, tiba-tiba muncul sesosok punggung yang tegap di depanku, membuatku langsung mematung di tempat.
"Permisi, kaichou."
Suaranya begitu nyaman untuk di dengar. Dan tanpa tahu siapa pemiliknya, cukup membuat hati terdalamku meloncat dengan antusiasnya. Nafasku terasa menyangkut di tenggorokanku dan rasanya sakit. Aku buru-buru menarik nafas, atau aku akan pingsan saat ini juga.
"Kau di panggil oleh Trax-Sama."
Diam-diam aku menghela nafas lega. Aku beruntung karena tak perlu mencari alasan panjang lebar untuk Vampix. Apalagi saat melihat wajah Vampix yang tersenyum, membuatku semakin lega. Ada sedikit pemikiran bahwa Vampix mungkin tidak akan bertanya untuk yang kedua kalinya nanti.
Walaupun hanya 'mungkin'.
Lelaki di depanku ini, memiringkan kepalanya sedikit, sehingga menampakan ekor matanya yang memperlihatkan mata coklatnya yang begitu mengkilau.
"Apa kita boleh bicara?"
"Eh? Tentang masalah apa?" tanyaku ragu.
Siapa sebenarnya lelaki ini? Ada harapan kecilku, memikirkan seseorang yang tidak mungkin. Suaranya tidak mirip dengannya. Tapi tatapan mata itu, aku mengenalinya meskipun hanya terlihat sebelahnya saja.
"Semua orang yang muncul kembali harus disidang, bukan?" tanyanya dengan begitu datar.
"Err," aku mengelus tengkukku, lalu mundur selangkah untuk kabur dari orang ini secepat mungkin.
"Jangan coba-coba kabur." sahutnya sambil berbalik kebelakang, menahan pergelangan tanganku dengan nada yang begitu mengancam.
Ditambah dengan tatapannya yang mengintimidasi, membuat jantungku berdendang begitu kuatnya. Pipiku terasa panas seketika dan mungkin bisa meledak detik ini juga. Sosok itu,
Tazu. Sekarang, dia berubah. Tingginya yang dulu lebih sedikit denganku, sekarang jauh lebih tinggi dariku. Aku bahkan harus mendongkakkan kepalaku saat ini. Suaranya berubah menjadi suara lelaki yang sudah matang dan wajahnya semakin....,
"Sudah, lihatnya?" tanyanya dengan nada meledek, membuatku mengalihkan pandanganku di bawah, menatap kakiku dan kakinya yang jaraknya dekat, menurutku.
"Wajahmu, merah." Makna yang dalam, dengan nada yang begitu datar.
Aku semakin menenggelamkan wajahku ke bawah. Pasti sekarang wajahku yang memerah tanpa alasan ini menjadi tontonan komedi baginya.
"Aku cuma bercanda" sahutnya membuatku geram setengah mati ingin menendangnya ke tempat lain, tapi kutahan dengan setengah hati. "Kau mengingatkanku pada seseorang." lanjutnya.
Siapa itu?!
"Baiklah, aku akan menyidangmu."
"Apa kau bertugas menyidang orang yang baru datang?" potongku sebelum dia memulai sidangnya yang pasti akan dibumbui pertanyaan-pertanyaan yang berbahaya.
"Bukan, sih. Tapi kau selalu jadi orang hilang yang muncul tiba-tiba. Kau agak mencurigakan." jawabnya dengan jujur. "Aku mulai ya?"
"Baiklah, silahkan."
Aku menarik nafasku, dan melepasnya begitu aku mulai tenang. Baiklah, apapun pertanyaanmu, akan kujawab dengan cepat!
"Sudahlah, tidak jadi." ujarnya tiba-tiba, membuatku menghela nafas lega. "Kukira sekarang belum saatnya."
Memangnya apa yang akan ditanyakannya?
"Ayo, akan kuajak kau bertemu orang yang ingin kau lihat. Tapi, ada beberapa yang sudah-" aku menarik jubahnya untuk menghentikan kata-katanya, karena aku benci mendengar berita buruk.
Lalu, aku melepaskan tanganku dari jubahnya. "Invi masih..., hidup kan?" tanyaku sambil menahan bendungan air mataku yang nyaris pecah. Rasa bersalah kembali menjemputku, begitu aku teringat dengan keadaannya.
"Dia masih hidup." jawabnya, yang membuatku mendesah lega. "Tapi, kakinya lumpuh dan dia belum bisa berjalan sampai sekarang." jawabnya dengan hati-hati.
Aku menahan nafasku, begitu membayangkan keadaan sulitnya selama dua tahun ini. "Boleh bawa aku menemuinya?"
"Ayo, dia sedang dijaga Hize, di ruang GH781."
"Kau akan membawaku kesana kan?" tanyaku agak curiga. Buat apa dia sebutin ruangannya coba? Apa dia menyuruhku ke sana sendirian dan akan menertawakanku begitu aku tersesat?
"Bukannya aku udah bilang 'ayo'?" tanyanya seraya mendahuluiku.
***
Aku memasuki ruangan yang tadi Tazu sebut dengan GH781 dan aku sangat ragu untuk membuka pintu itu. Bagaimana jika Hize sedang menyuap makanan ke Invi seperti hari itu? Rasanya canggung memang nggak bisa dihindari kalau begitu.
"Ayo, dibuka." pintanya.
Mau tak mau, tanganku terulur untuk mendorong pintu itu. Sosok Invi sedang tidur terbaring di ranjang dan Hize tidur dengan menopang kedua tangannya yang terlipat diatas ranjang sambil duduk disebuah kursi di samping tempat tidur. Mereka tampak cocok, mungkin?
"Ayo keluar" bisikku. Tazu langsung mengiyakan.
Kami berdua duduk di luar ruangan GH781 dengan keheningan yang amat luar biasa. Seperti biasa, Tazu memang kurang bicara kalau bersama Yako.
Tapi, coba sama Piya. Ah! Dia itu seperti penjual yang mempromosikan barang dagangannya, cerewet banget. Dasar! Sok Cool! Dia pasti ingin cari perhatian di depan Yako!
Dan saat itu juga, aku menyadari sesuatu yang ganjal disuatu adegan penting kami. Aku tidak boleh mengungkitnya atau itu akan mengancam bocornya rahasiaku sendiri.
Mengapa Tazu bisa mengeluarkan kekuatannya saat itu?
Apa dia ini monster ya, batinku sampai pucat dan tidak yakin.
"Sudah bangun ya?" tanya Tazu tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari arah depan.
Tiba-tiba, pintu di sebelahku terbuka, menampakan Hize dalam wujudnya yang juga berubah itu, menatapku dengan tatapan bingung.
"Er, Tazu dan Yako." Ujar Hize sambil melebarkan daun pintunya. Mungkin karena dia melihatku.
"Piya," panggil Invi membuatku super kaget.
"Dia memang begitu. Setiap hari dia memanggil Piya. Mungkin dia ingin sekali bertemu dengannya." ucap Hize ketika menyadari kekagetanku.
"A-aku akan bicara dengannya sekarang juga. Jika, itu membantunya." Ujarku sambil menunduk. Aku ingin langsung berbicara dengan Invi secara privacy.
"Bukannya itu bohong?" tanya Hize sambil menaikan alisnya, kelihatannya tidak setuju dengan usulku.
Ya, bagi mereka ini memang bohong. Yako dengan kekuatan Changes Powernya merubah diri menjadi Piya. Padahal, sebenarnya aku ini Piya. Dan Invi tahu itu. Jadi, ini tidak bohong.
"Invi..., akan mengerti." jawabku apa adanya.
Aku mengubah diriku menjadi Piya berambut pendek yang dulu, di depan Tazu dan Hize. Rasanya gugup berubah menjadi diriku kembali didepan orang, tapi ini rencana spontan!
"Aku disini." sahutku menjawab sahutan Invi. Aku menoleh kearah Tazu sebagai insyarat 'aku pergi' tapi dia tidak mau menatapku. Aneh.
Aku memasuki kamar GH781. Tampak Invi duduk diatas ranjang dengan rambutnya yang sudah panjang dan dibiarkan terurai. Karena biasanya, Invi akan mengikat Ponytail. Semuanya banyak berubah.
"Piya, maaf atas kecerobohanku tadi. Senang melihatmu kembali." sahutnya membuatku tersenyum.
"Aku akan menyembuhkanmu," bisikku seraya mengeluarkan Changes Power-ku diatas kakinya yang sudah tidak digunakannya selama dua tahun.
"Ya, terimakasih." ucapnya sambil tersenyum.
*
Sementara itu di luar ruangan GH781, tampak Hize yang duduk di samping Tazu, membuka topik setelah keheningan yang lama di antara mereka berdua.
"Tazu-Sama, aku yakin Piya akan kembali." Sahut Hize, sambil menenangkan Tazu yang wajahnya memperlihatkan ekspresi gelisah yang begitu mendalam.
Tazu menolehkan kepalanya ke Hize. "Aku tau," jawabnya.
"Kalau begitu, apa yang sedang dikhawatirkan olehmu?" tanya Hize, membuat wajah Tazu tampak kacau untuk beberapa detik itu.
"Aku tidak tau harus bagaimana lagi, aku tidak tahan."
A/N
Hai! Berbahagialah karena Prythalize yang nulis cerita ini begitu baik hati dan tidak sombong *Ambil kantung plastik* *muntah*
Kurang banyak yah ini? 1300+ words lho. *nggak nanya*
Oke deh, sampai jumpa nanti~ *putar-putar kantung muntah*
Big Love, Prythalize
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top