Someone Mad

Saat Sani ulang tahun, seperti biasa, semua heboh mempersiapkan perayaannya di rumah ayah-bunda Sani. Padahal kalau anak-anak lain yang ulang tahun, mereka hanya akan makan bersama di restoran saja.

"Kenapa gue yang justru paling males sama ulang tahun malah dirayain sih ultahnya??" setelah bertahun-tahun akhirnya pertanyaan keramat itu keluar juga dari mulut Sani.

"Ya kan biar gue bisa bebas eksperimennya, San. Pas ultah anak lain mana tega gue nyoba bikin-bikin dessert? Gue kan paling bego bikin kue-kuean gitu ..." jawab Reyna.

"Jadi kalo ultah gue tega??" tanya Sani kesal.

"Ya kan lo ngga peduli ini sama ultah lo. Jadi gue no pressure ..." jawab Reyna ringan sambil mengangkat bahu.

"Tapi aku kepengen deh ulang tahun dibuatin cake sama Reyna," kata Revi merajuk.

"Nanti aku buatin deh, sayang ..." ujar Wira berusaha romantis.

"Wir, berdua dulu deh ama gue bikinnya. Kasian Revi kalo ngga jadi," tawar Reyna. Revi tertawa, Reyna tahu saja.

"Tahun ini temanya apa Mbak-bro?" tanya Aldo penasaran.

"Tahun ini temanya adalah ... jeng jeeng!! White Birthday! Yeaaayyy!!!" Reyna heboh tepuk tangan sendiri. Semua saling pandang tidak mengerti.

"Dessert utamanya apa?" tanya Revi penasaran.

"Desserts utamanya adalah blueberry cheesecake sama milk pudding caramel yang super moist dan lumer di mulut ..." jelas Reyna. Baru setelah itu anak-anak lain bergumam. Kalau masalah makanan utama biasanya bunda Sani sudah menyediakan. Tapi untuk kue-kue yang seru ya Reyna ini penanggung-jawabnya.

"Gue ngga mau ah blueberry cheesecake. Ngga suka blueberry." kata Sani. Reyna langsung memasang wajah masam.

"Tuh, udah dibikinin malah ngelunjak ..." sungut Reyna.

"Strawberry aja gimana?" tanya Revi.

"Strawberry boleh ... tapi bikin dari buah asli ya, Rey," pinta Sani.

"Iya iyaaa! Lagian kapan sih gue bikin ngga dari buah asli," kata Reyna kesal. Apanya yang malas dengan ulang tahun?! Semangat begini ...

Tapi diam-diam ada yang Reyna ingin buat untuk Sani sebagai hadiah ulang tahun. Sekotak permen meringue karena Reyna tahu bahwa Sani suka makanan manis. Hanya saja ... nama permennya kan meringue kisses.

Kalau Sani tahu pasti berisik.

Padahal maksudnya hanya ingin memberikan Sani sesuatu karena telah menjadi sahabat yang sangat baik beberapa bulan terakhir. Atau setidaknya begitulah alasan yang Reyna ulang-ulang dalam hatinya ketika menanyakan diri sendiri mengapa ingin repot-repot membuatkan Sani meringue kisses.

Tanpa anak-anak lain sadari juga, Aldo juga mempersiapkan kejutan untuk Sani. Dia mengundang seseorang yang diharapkan akan membebaskan Sani dari penyakit jomblo kronisnya. Semoga ...

***

Acara yang dinantikan pun datang. Ayah-bunda Sani senang bukan kepalang karena rumahnya ramai lagi. Padahal tiap bulan juga pasti ramai.

Reyna langsung meminjam dapur bunda sejak jam delapan pagi. Menuju siang, bunda menyiapkan makanan-makanan yang sudah dibeli. Tumpeng dan bakwan malang menjadi pilihan bunda untuk merayakan ulang tahun anaknya. Biasanya mereka akan makan siang dulu, lalu acara tiup lilin akan dilaksanakan setelah kue ulang tahunnya selesai Reyna buat.

Keenam anak pertengahan umur 20-an itu sudah berkumpul sejak jam 11 siang. Saat mereka sedang asyik bermain PS dan saling mengomentari, tiba-tiba terdengar suara bel. Mereka kebingungan, bahkan Wira menghitung ulang jumlah mereka. Lengkap. Lalu siapa yang mengebel?

Aldo dengan semangat membukakan pintu. Perlahan tapi, pasti, kelima teman-temannya dapat melihat sosok tersebut ... dan semua bingung ketika melihat Elsa berada di depan mata mereka.

Senyum Elsa segar sekali, tanpa segan menyapa Sani dan teman-temannya. Dengan luwes Elsa menghampiri Sani dan memberikan kado berukuran satu kepalan tangan. Kecil tapi tampak elegan.

"Happy birthday ya, Kak ... semoga makin berkurang galaknya biar cepet dapet cewe," ucap Elsa riang. Wajah Sani masih kebingungan, tapi ia tersenyum mendengar ucapan Elsa dan menjawab, "Thanks."

Reyna menelan ludah melihat pemandangan itu. Dia semakin gugup untuk memberikan Sani permen meringue bikinannya yang sudah terparkir manis di dalam tas, lengkap dengan ikatan pita dan ucapan selamat. Dibanding permen buatan sendiri yang sederhana, hadiah yang nampak mahal dari perempuan secantik Elsa mungkin jauh lebih berkesan ...

Bunda Sani datang memecah lamunan Reyna untuk mengabarkan bahwa makanan sudah siap dan anak-anak sudah bisa makan. Tapi ayah dan bunda Sani pamit sebentar karena harus mengambil kue-kue pesanan mereka. Tempat mereka memesan memang tidak menyediakan jasa pesan antar, tapi itu toko kue basah favorit mereka.

"Titip rumah ya, Rey," pesan bunda Sani pada reyna.

"Siap, bun," jawab Reyna.

Setelah itu semuanya menuju ruang makan. Saat mereka duduk ke tempat masing-masing, tapi Sani menyempatkan diri untuk mencubit pipi Reyna, "Yang anaknya bunda siapa sih? Dititipinnya malah ke elo," kata Sani gemas.

"Aduh! Iiihh ... otak dikit, nyubit ngga kira-kira!" Reyna balas menepuk bahu Sani keras. Sani tertawa dan duduk di kursinya. Semua pun mengikuti duduk di kursi masing-masing. Saat sedang mengambil makanan, tiba-tiba Elsa terkekeh.

"Kak Sani tuh lucu ya, ulang tahunnya dirayain di rumah sama temen-temennya," kata Elsa tidak mampu menahan geli.

"Kayak anak SD ya?" Tanya Sani yang memahami kegelian Elsa.

"Dia sih emang kayak anak SD, Sa" kata Aldo. Anak-anak lain tertawa.

"Tahun depan di restoran fast food aja lah ngerayainnya, pake party pack biar kayak anak SD beneran," kata Wira.

"Ngga usah, entar Reyna bingung mau bikin kue kapan," jawab Sani sambil menaik-naikkan alisnya ke arah Reyna. Reyna manyun.

"Tinggal bikin pas Revi atau Ivan ulang tahun, susah amat," kata Reyna ringan.

"Ya elo sih nyusahin emang," balas Sani memancing emosi Reyna.

"Kenapa jadi gue sih?!" Kata Reyna kesal.

"Semua karena lo pokoknya," lanjut Sani menggoda Reyna.

"Ini masalahnya apaan sih?!"

"Masalahnya elo pokoknya."

"Kenapa lo ngeselin sih?! Otak dikit dasaaar ..." keluh Reyna menahan kesal. Semua anak hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala mereka sambil santai makan siang.

"Udah jangan bawel, awas lo kue gue ngga jadi nanti," kata Sani.

"Yaampunnn ... ngeselinnya si otak dikit iniii ... dipikir gue babunyaaaa ..." Reyna menekan dahinya sambil menahan kesal.

"Sabar, sabar, makan dulu, Rey," ucap Ivan sambil menepuk-nepuk bahu Reyna. Reyna langsung menyender kepada Ivan.

"Huft ... lelah gue, Van ..." kata Reyna.

"Udah makan ngga usah gatelan," respon Sani.

"Gue lelah gara-gara elo, sialan!" Kata Reyna yang sudah benar-benar kesal. Dia sampai terengah-engah menanggapi Sani sementara Sani malah terkekeh. Setelah itu Ivan kembali menepuk bahu Reyna, laku ia pun mulai makan.

"Kenapa Kak Sani suka dikatain otak dikit, Kak?" Tanya Elsa tiba-tiba.

"Karena kalo ngomong kayak ngga diproses di otak, jadi kayaknya otaknya kedikitan buat ngeproses omongan!" Cacian kesal Reyna dibalas senyum puas oleh Sani. Elsa tidak pernah mendapatkan senyum itu dari Sani dan rasanya tidak rela melihat perempuan se-standard Reyna mendapatkannya.

Elsa adalah gadis yang pintar dan sangat cantik, mudah bagi laki-laki untuk tertarik padanya. Tapi Sani seperti tidak pernah benar-benar melihatnya ada. Elsa tidak pernah merasa begitu diabaikan sampai-sampai hal itu dianggapnya sebagai tantangan.

Melihat Reyna terus mendapat perhatian Sani padahal perempuan ini tidak hebat di mata Elsa membuatnya menjadi agak tersinggung. Apa yang dilihat Sani dari perempuan ini? Mengapa Sani lebih senang berinteraksi dengan Reyna daripada Elsa?

"Kak Sani kalo sama temen-temennya tuh humble banget ya? Ngga keliatan kayak pas di kantor," kata Elsa.

"Emang nih anak gimana sih kalo di kantor?" Tanya Ivan penasaran. Elsa tersenyum, ia mendapatkan perhatian seperti yang seharusnya.

"Tipikal problem solver gitu. Ngomongnya dikit tapi semua kerjaan selesai. Semua masalah tuntas. Kalo yang lain pusing mikirin gimana cara ngehandle klien, Kak Sani dateng dan ngga tahu dia ngapain, tahu-tahu klien udah bilang makasih aja karena request-nya udah delivered." Jelas Elsa. Seisi ruangan terkesima. Sesaat wajah Sani langsung bangga.

"Yang kayak gitu otak dikitnya di sebelah mana sih? Aku ngga ngerti ..." kata Elsa. Reyna langsung melotot, wajahnya memerah mendengar dirinya disindir.

"Si Sani kalo ngatain Reyna juga biasanya lebih parah, Sa. Udah biarin aja, it's their thing," sela Ivan tenang.

"Tapi kasar banget sih menurut aku ..." kata Elsa. Suasana menjadi sangat canggung, apalagi Elsa seperti belum selesai menyerang Reyna, "katanya sahabat dari sekolah, tapi kok kayak ngga tau apa-apa tentang sahabatnya sendiri? Aku baru sih ngeliat ada orang temenan tapi kok dikit-dikit ngatain, aneh aja sih."

"Perasaan kamu aja mungkin, ngga ada yang aneh kok," kata Revi membela Reyna sementara yang dibela langsung melihat Revi dengan isyarat untuk menghentikan argumen tidak penting ini.

"Eh ud-" ucap Reyna yang terpotong oleh Elsa.

"Tapi ngga masuk diakal, kalo emang berantem sampe suka ngatain kasar kenapa masih bertahan temenan sih? Toxic banget hubungannya," ucapan Elsa kali ini begitu membuat keenam sahabat ini terbelalak. Rasanya sama-sama tertampar mendengar Elsa bicara demikian.

“Elsa enough,” tiba-tiba Sani bicara dengan nada yang serius dan membuat suasana semakin tidak enak. Elsa terkejut karena ditegur Sani seperti saat dirinya membuat kesalahan di kantor. Hanya saja biasanya Sani tidak pernah menegur Elsa di depan orang banyak seperti saat ini.

“Lo ngga bisa dateng ke tempat gue dan ngatain sahabat gue. Kalo lo jadi tamu yang ngga manner ngga ada tuan rumah yang seneng didatengin lo,” nada Sani begitu datar tapi tiap kalimatnya sangat mempermalukan Elsa di depan teman-temannya. Dalam hati Aldo merasa tidak enak karena telah mengundang Elsa. Dilihat dari situasinya, sepertinya ini jauh dari dugaannya.

Perempuan yang Sani sukai ternyata bukan Elsa.

“Eh, ngga apa-apa kok gue, San. Santai aja kali ...” Reyna berusaha meringankan suasana, tapi Sani cepat membalas.

“Diem lo, Rey,” kata Sani. Reyna memelototi Sani, sepertinya tiap tingkah Sani ini lebih menyebalkan daripada ucapan Elsa.

“Kak, maaf aku ngga bermaksud ...” kata Elsa pada Reyna. Reyna hanya tersenyum miris. Elsa keterlaluan, tapi tidak harus diperlakukan seperti ini juga. Acara Sani kan jadi berantakan kalau begini.

“Ngga usah alesan. Di sini elo bukan siapa-siapa dan ngga tau apa-apa tentang kita semua, Sa. Don’t say things like you know me better than my high school friends. Gue ngga suka,” ucap Sani sambil menatap Elsa tajam.

"San, please ... " kata Ivan sambil memberi kode agar Sani melihat sekitarnya. Sani melakukan hal itu, lalu beranjak. Ia marah lebih dari yang seharusnya, sekarang ia berniat menenangkan diri dulu ke kamarnya. semuanya saling melihat satu sama lain.

"Maafin aku ya semua, acaranya jadi berantakan," kata Elsa dengan perasaan tidak enak. Elsa tidak menduga reaksi Sani. Padahal kelihatannya Sani tidak begitu senang berteman dengan teman-teman SMA-nya ini. Tiap Elsa mengamati saat mereka berkumpul bersama, Sani selalu tidak berantusias dan sering mengeluhkan kalau mereka terlalu sering bertemu dan berkumpul. Ternyata pendapatnya salah total.

Anak-anak lain hanya bergumam. Melihat reaksi sahabat-sahabat Sani, Elsa pun tahu diri.

"Aku mending pergi aja ya? Sekali lagi aku minta maaf. Kak Aldo, makasih undangannya," kata Elsa kembali sopan dan manis. Semuanya perlahan mengangguk dan memaksakan senyum mereka untuk membalas kesopanan Elsa. Aldo maju dan mengantar Elsa ke luar.

"Sorry ya, Sa ... jadi kayak gini," kata Aldo yang merasa bersalah telah mengundang Elsa.

"Aku yang sorry, Kak. Aku ngga nyangka Kak Sani perhatian banget sama Kak Reyna," jawab Elsa.

"Sebenernya kita semua saling merhatiin sih, Sa. Terlepas dari keliatannya kita ngga akrab atau sering saling ngatain, pada dasarnya kita tuh solid banget," Aldo menahan kecewa. Sani tidak mungkin mencari perempuan yang tidak memahami hubungan mereka berenam seperti Elsa. Kali ini Aldo betul-betul harus minta maaf pada Sani.

"Apa bukan Kak Sani yang terlalu berlebihan merhatiin Kak Reyna, Kak?" tanya Elsa ragu. Aldo mendesah.

"Waktu sekolah dulu, Reyna pernah di-bully sampe masuk rumah sakit demi ngelindungin kita berlima. Jangankan Sani, aku juga bakal berlebihan merhatiin Reyna. Aku yakin anak-anak lain juga ngerasa hal yang sama," kata Aldo memberi penjelasan pada Elsa. Gadis itu terkejut mendengar kisah yang ternyata sangat menyeramkan di balik seorang perempuan yang menurutnya kasar dan biasa saja. Seketika ia merasa sangat bersalah karena terlalu menghakimi dan meremehkan Reyna.

Elsa meminta maaf sekali lagi sebelum berpamitan. Setelah mobilnya tak terlihat, Aldo kembali ke dalam rumah dan menemukan keempat temannya sedang menunggunya.

"Jadi, gimana nih?" tanya Wira.

"Ngga pernah gue liat Sani semarah itu ..." kata Ivan masih tidak percaya. Dia melihat ke arah Reyna.

"Emang ngeselin sih, tapi gue jadi kasian juga sama si Elsa," kata Reyna.

"Tapi dia emang keterlaluan menurut aku," lanjut Revi.

"Sorry ya guys ... gue udah ngundang orang yang malah ngerusak suasana," kata Aldo dengan wajah menyesal.

"Kenapa lo ngundang dia sih, Do?" tanya Reyna heran.

"Gue kira dia cewe yang Sani taksir ..." kata Aldo. Semuanya kembali terbelalak. Aldo langsung mencoba menjelaskan.

"Ya ... coba pikirin deh, nih cewe cakep banget. Cakepnya selera Sani juga, babyface gitu. Terus ternyata dia kerja satu team sama Sani, berarti sering kerja bareng dong?? Berarti kalo lembur biasa lembur bareng dong??? Bisa aja kan gara-gara sering bareng Sani jadi suka? Terus akhir-akhir ini cewe ini kayak nyoba ngedeketin Sani, tapi ngga ada progress. Nah, gue kan khawatir, jangan-jangan karena kurang pengalaman Sani jadi ngga peka dan ngga tau dia disukain sama cewe yang dia taksir. Jadi gue ... nyoba ngebantu ..."

Semua langsung berdecak seusai Aldo mengemukakan analisanya bak raja gosip.

"Kejauhan mikirnya lo, Do!" kata Wira.

"Sok-sokan jadi mak comblang siiiihhh ..." lanjut Reyna.

"Hmm ... tapi make sense sih," ucapan Ivan ini langsung mengalihkan seluruh perhatian dari Aldo, "Selain Elsa, siapa lagi coba cewe di deket Sani? Kan ngga ada ..."

"Wah, iya bener juga! Masa Reyna, kan ngga mungkin," kata Wira sambil ikut berfikir. Reyna melotot. Wira itu betul-betul ya, manusia paling tidak peka sejagad raya! Mendengarnya membuat Reyna merasa bahwa Revi itu sabar sekali menjalani hubungan bertahun-tahun dengan makhluk tumpul seperti ini.

Sementara itu Revi sibuk melipat mulut dan berusaha menahan tawanya. Dia menarik nafas panjang dan berusaha memasang wajah datar kembali.

"Sekarang gimana nih?? Siapa yang mau datengin Sani di atas?" tanya Reyna agar urusan cepat selesai.

"Do, gue sama lo ngomong sama Sani sekarang deh yuk," kata Ivan.

"Kok lo ikut, Van?" tanya Wira bingung.

"Jaga-jaga biar ngga berantem," jawab Ivan. Revi dan Reyna tersenyum, Ivan itu betul-betul tipikal bapak-bapak sekali, selalu berusaha memimpin dan menyelesaikan masalah dalam situasi sulit.

Ketiga teman lainnya menunggu di bawah saat Ivan mengetuk pintu kamar Sani. Sani mempersilahkan dia masuk. Aldo pun mengikuti.

"Bro, Sorry-"
"Sorry, Do-"

Sani dan Aldo berbarengan meminta maaf ketika mata mereka bertemu. Mereka terdiam sebentar lalu tertawa bersama.

"Wonder why am I even worrying you guys ..." kata Ivan pada keduanya. Mereka pun duduk santai di kasur Sani.

"Gue pikir dia cewe yang lo taksir, Bro," kata Aldo. Sani langsung tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Gara-gara cakep deh pasti!" tebak Sani. Aldo mengangguk semangat dan Ivan ikut tertawa.

"Orangnya nyusahin, Do," kata Sani menjelaskan mengapa bukan Elsa cewe yang dia suka.

"High maintenance gitu?" tanya Ivan bingung.

"Bukan, anaknya bikin capek," kata Sani.

Revi dan Reyna itu high maintenance, sering melakukan perawatan untuk tubuh dan wajah. Mereka juga beberapa kali sering meminta tolong Sani mengantarkan ke salon atau spa, atau belanja banyak untuk kebutuhan make-up mereka.

Reyna malah beberapa kali mengikuti workshop kecantikan dan Sani dipaksa mengantarnya. Tapi menurut Sani itu semua tidak menyusahkan. Sani sudah biasa melakukan itu semua dengan bundanya.

Menurutnya Elsa itu bukan high maintenance, tapi unmaintainable.

"Contohnya gimana tuh, Bro?" tanya Aldo, tidak bisa membayangkan maksud Sani.

"Yaa ... dia tuh banyak yang suka di kantor. Gue sering ditegurin sama cowo-cowo fans-nya dia. Jangan nyuekin dia lah, harus bikin dia seneng lah, malah ada yang nyindir-nyindir supaya gue jangan sering-sering marahin dia. Lah, kalo kerjaan dia ngga beres masa ngga gue tegur? Dia kayaknya suka playing victim gitu di depan orang-orang dan gue capek banget tiap hari ada aja yang ngasih tau gue buat perlakuin dia baik-baik. Emang gue perlakuin dia kayak apa sih?? Sama aja perasaan sama yang lain ..." Sani mulai mengeluarkan keluh kesahnya tentang Elsa. Ivan dan Aldo saling pandang.

"Lo tau kan dia suka sama lo?' tanya Ivan mengkonfirmasi.

"Emang iya?" Sani malah mengkonfirmasi balik.

"Yaelah, sok polos banget! Pura-pura ngga tau lo pasti!" ucap Aldo gemas. Sani terkekeh.

"Mau dia suka kek, dia ngga kek, gue ngga punya kewajiban perlakuin dia beda dari yang lain," kata Sani tidak acuh.

"Kalo bukan dia ... siapa dong cewe yang lagi lo sukain, San?" tanya Ivan penasaran. Sani tersenyum.

"Entar gue kenalin kalo udah jadi pasangan. Yuk, ah kebawah. Kue harusnya udah jadi nih ..." kata Sani sambil beranjak keluar kamar. Ivan dan Aldo pun mengikuti.

Saat mereka bertiga sudah kembali ke ruang makan, Reyna tidak ada. Sesaat Sani bingung, tapi Revi dan Wira lalu menepuk tangan kompak sambil bernyanyi happy birthday. Ivan dan Wira spontan mengikuti.

Setelah semua bernyanyi, keluarlah Reyna dari dapur, membawa kue bundar berwarna putih bersih. Bagian bawah kue dihiasi dengan potongan strawberry berukuran sama mengelilingi kue sementara bagian atasnya terdapat krim putih yang membentuk tetesan air melingkar manis memenuhi tepi permukaan kue. Satu lilin kecil menyala di tengah kue. Sederhana tapi cantik. Kue itu seperti Reyna di mata Sani.

Saat Reyna sudah berada di hadapannya, Sani bisa melihat bahwa di tengah permukaan kue tersebut ada cokelat putih berbentuk persegi panjang yang berisi tulisan, "Selamat seperempat abad." Dia tertawa melihat tulisan tersebut.

Dengan Reyna di hadapannya, kue ulang tahunnya, dan teman-temannya di sekitar menyanyikan lagu ulang tahun, Sani tersenyum. Saat teman-temannya menyuruhnya meniup lilin, Sani mengikutinya. Tapi bukan permintaan ataupun harapan yang ia ucapkan dalam hati, melainkan rasa syukur.

Dia tidak keberatan dianggap seperti anak SD kalau bisa terus begini.

***

Ada yang ajaib di rumah ayan dan bunda Sani. Jika keenam sahabat lulusan SMA Mulya Karya ini sedang mengunjungi rumah itu, rasanya berat untuk pulang kembali ke tempat masing-masing. Bahkan ketika malam sudah tiba, mereka masih senang berkumpul di sana.

Saat ini mereka sedang bercerita dengan ayah dan bunda Sani. Bunda Sani sangat suka mengobrol dan wawasannya luas. Sementara ayah Sani cenderung pendiam, tapi sekalinya bicara bisa tepat sasaran dan mengundang tawa. Agak mirip dengan anaknya.

Tapi Sani malah menyendiri di halaman belakang. Duduk sambil minum minuman kaleng dan melamun.

"Jangan bengong, kesurupan lo nanti," suara Reyna bukannya mengagetkan Sani malah mengembangkan senyum di wajahnya. Reyna duduk di sebelah Sani dan Sani bisa merasakan jantungnya mulai berulah, membuatnya salah tingkah.

“San, lo tuh tadi kasar banget sama junior lo,” Reyna membuka topik siang tadi tanpa basa-basi.

“Gue ngga suka sama caranya nyudutin lo,” kata Sani datar.

“Ya tapi suasananya ngga enak banget jadinya.” Sani menatap Reyna kebingungan.

“Kenapa sih lo malah ngebelain dia? Padahal lo tadi udah nahan kesel dan ngga nyaman juga sama omongannya.”

“I could fight my own battle, San.”

“Didn’t seem so.”

“Cause I didn’t feel I have to. There’s no battle to win. She just way too lost about us … everybody are way too lost about us.” Reyna mengingat deduksi Aldo tentang perempuan yang Sani suka dan celetukan Wira tentang dirinya tadi siang. Entah kenapa semua itu mengganggu pikirannya.

“Hmhm …” Sani berdehem menyembunyikan tawa.

“Apanya yang lucu?” kali ini gantian Reyna yang memandang Sani heran.

“You, talking about us like we have something," ucap Sani sambil tersenyum senang.

“You know we have!”

“I know I have. Do you?”

“San …”

“You always be my someone, Rey. No one could say things like that to you,” kata Sani tegas, menghentikan godaannya pada Reyna.

Sani pun beranjak meninggalkan Reyna yang wajahnya makin kusut. Perasaannya makin galau. Semakin dia bicara dengan Sani, dia merasa makin berdebar. Entah apa arti debaran itu, tapi Reyna tidak pernah berhenti terpana pada tiap ucapan laki-laki itu.

Saat semua anak sudah berpamitan, Sani langsung menuju kamarnya. Kelelahan, ia segera merebahkan diri di kasur. Tapi tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang keras membentur tulang ekornya. Ia buru-buru bangun dan berbalik.

Jantungnya serasa mau lompat keluar melihat kotak berpita penuh dengan permen meringue kisses.

Tanpa pikir panjang, ia langsung memotret kotak di atas kasurnya itu dan mengirimkannya pada Reyna dengan pesan,

"Almost the best present ever. Next year beneran kasih gue kisses on bed ya."

Sani langsung membuka kotak itu, memasukkan satu permen meringue dan menikmati manisnya sambil membayangkan wajah merah padam Reyna saat membaca pesannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top