Four

L O V E


[First Name] mendesah frustasi. Mata kembali terfokus dengan dokumen yang berisi profil rookie yang dilatih olehnya. Ia tidak tahu jika Chris akan selelah ini saat melatihnya dulu. Mengajari mereka bertarung di berbagai situasi, mengamati perkembangan mereka, mengoreksi setiap gerakan yang dirasa tidak cocok dan menemukan titik terkuat mereka lalu memanfaatkannya dengan baik. Ia sudah melatih mereka selama beberapa bulan, tapi hampir tidak ada yang sanggup memenuhi standarnya. Mereka tidak akan bisa bertahan dengan keadaan yang sudah pernah ia lewati.

Chris tidak akan senang dengan hal ini. Walaupun tidak secara langsung, ia tahu Chris berharap banyak padanya. Dari delapan laki-laki dan dua gadis yang berada di bawah perintahnya, hanya dua di antara mereka yang menurut [First Name] mampu bertahan di situasi genting. Bagaimana bisa ia membiarkan para Kapten merekrut bawahannya untuk siap terjun ke lapangan sementara ia sendiri tidak yakin dengan kemampuan mereka?

"Masalah perekrutan itu membuatmu kesal ya?" suara seseorang mengaburkan pikiran [First Name]. Ia tersenyum mendapati sosok suaminya berdiri bersandar pintu.

"Daripada kesal, aku lebih merasa kecewa. Aku menggunakan cara yang sama saat Chris melatihku dulu, tapi hanya sedikit dari mereka yang berhasil menurut standarku," [First Name] menerima gelas karton yang diberikan oleh Piers. "Kopi? Sudah kautambahkan susu?"

Piers mengangguk. "Aku juga sudah menambahkan gula seperti yang kau suka."

"Terima kasih. Aku memang sedang membutuhkan kafein," [First Name] menyesap kopinya dengan senyum. "Ahh ... rasanya enak sekali."

"Aku memang pahlawanmu," Piers menyeringai. "Tentang perekrutan itu, kau tidak perlu khawatir. Latihan yang kauberikan pada mereka sudah mampu membuat mereka bertahan dalam situasi mendesak. Aku yakin."

"Kau mungkin berpikir seperti itu," dengus [First Name]. "Tapi bagaimana kalau anggota yang kulatih tidak bisa bertahan? Atau bagaimana jika mereka mengecewakan? Aku tidak bisa melihat seseorang yang berada di bawah latihanku mengalami kegagalan, Piers."

"Mereka tidak akan mengecewakan," janji Piers. "Bahkan Kapten mengakui kemampuanmu melatih mereka. Jika Chris percaya dengan kemampuanmu, kau seharusnya juga begitu."

"Sama sekali tidak membantu Piers," [First Name] mengusap wajahnya. "Minggu depan para Kapten mulai memilih anggota baru mereka. Astaga ... aku bisa kehilangan akal sehatku jika seperti ini terus."

[First Name] mencebik mendengar Piers terkekeh. Ia menatap sengit suaminya saat Piers meraih tangannya, membujuknya untuk bangkit dari kursi. [First Name] mengulum senyum saat Piers mencium pelipisnya ringan.

"Ikut aku," Piers menarik tangan [First Name] lembut. "Aku tidak bisa membiarkan istriku menjadi gila, kan?"

"Kita mau ke mana?" tanya [First Name] bingung ketika Piers membawanya meninggalkan ruangan.

[First Name] mendengus saat Piers tidak menjawab. Ia melempar senyum saat berpapasan dengan orang yang dikenalnya, begitu juga dengan Piers. Dahinya mengernyit begitu menyadari mereka tiba di lapangan tembak. [First Name] sempat heran melihat Piers meninggalkannya sendiri lalu kembali sambil menenteng Anti-Material rifle miliknya.

"Kau mau membunuhku?" tanya [First Name] lagi.

Piers terkekeh kecil. "Sepertinya kau memang sudah kehilangan akal sehatmu. Kalau ingin membunuhmu kenapa harus membawa rifle? Handgun atau shotgun jauh lebih efektif dalam jarak sedekat ini atau aku bisa memilih untuk mematahkan lehermu."

"Lalu apa yang ingin kaulakukan dengan rifle milikmu itu?" [First Name] mengisyaratkan rifle yang berada dalam genggaman Piers.

"Kau bilang ingin tahu kemampuanku, kan?" Piers mulai memasang riflenya. "Let me show you how to snipe, baby."

Sebelah alis [First Name] terangkat. "Bukankah kau tidak pernah membiarkan seorang pun memegang riflemu?"

Piers tersenyum kecil. "Kau adalah pengecualian. Lagipula semua milikku adalah milikmu, kau beruntung aku mencintaimu."

Wajah [First Name] menghangat. Ia mengambil alih rifle Piers, berusaha menutupi rona kemerahan di wajahnya. "Jangan merayuku. Kau bilang ingin memperlihatkan bagaimana caranya. Sekarang ajari aku."

[First Name] mendengar Piers tertawa kecil. Ia merasakan tangan Piers membawanya lebih dekat. Tangannya yang lain memosisikan lengan [First Name] sesuai dengan keinginannya. "Sebenarnya tidak sulit melakukannya. Kau hanya perlu fokus dengan target."

"Kuatkan lenganmu. Senjata jarak jauh seperti ini cenderung lebih berat," bisik Piers di telinga [First Name]. "Pejamkan sebelah matamu," Piers mencium pelipis kanan [First Name]. "Bidik target sedikit lebih tinggi dari tujuanmu," [First Name] kembali mengikuti tuntunan Piers. "Sekarang tembak."

Suara letusan terdengar, untuk beberapa saat keduanya tidak berbicara. [First Name] mendekatkan pandangan pada targetnya melalui scopenya. Ia meringis saat melihat tembakannya meleset tidak terlalu jauh dari yang diniatkannya.

"Masih tidak mengenai titik tengah," gerutu [First Name]. "Bagaimana bisa kau melakukannya dengan begitu mudah saat menjalankan misi, Piers? Kau membuatku iri."

"Latihan, baby. Latihan yang keras dan rutin," Piers mencium pelipis [First Name]. "Kau bahkan bisa melakukannya dengan sekali mencoba. Bisa kau bayangkan bagaimana jadinya kalau kau terus berlatih dengan menembak jarak jauh? Mungkin kau bisa menandingi kemampuanku.

"Aku hanya ingin membuktikan padamu dengan latihan rutin yang kauberikan pada seluruh anggotamu, kau sudah mempersiapkan mereka dengan baik. Aku tidak pernah melihat seorang rookie berlatih dengan sangat keras selain di bawah pimpinanmu."

[First Name] tersenyum kecil menyadari niat Piers. Ia menghambur pada suaminya, tidak bisa menahan senyum lebih lama. Betapa beruntungnya ia memiliki Piers di sisinya. Pria yang selalu mengetahui bagaimana caranya memperlakukan seorang wanita yang ia cintai.

"Hah ... bagaimana kautahu apa yang harus dilakukan untuk menenangkan kekhawatiranku?" ucap [First Name] di dada Piers.

"Karena aku mencintaimu, [First Name]," gumam Piers. "Memahamimu adalah hal yang mudah untukku."



Love is about understanding each other without talking, agree or disagree?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top