Eleven

N E W S

“Bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan padanya sekarang? Bantu aku, Jill.”

[First Name] berjalan mondar-mandir di ruangannya dengan raut khawatir setengah panik. Ia memainkan jemarinya sesekali melirik ke arah pintu, memastikan tidak ada seorangpun yang menguping pembicaraan mereka.

“Kau hanya perlu mengatakannya saja. Lagipula Piers adalah suamimu, tidak mungkin ia akan membencimu karena hal ini [First Name],” Jill menggeleng pasrah. Tidak mengerti dengan apa yang ada di pikiran sahabatnya itu.

“Tapi bagaimana dengan statusnya sekarang? Ia akan kehilangan semuanya saat aku memberitahunya. Ditambah lagi dunia bukan lagi tempat yang cocok untuk keadaanku. Bagaimana bisa aku membebaninya dengan hal ini. Astaga ... aku bisa kehilangan akal sehatku jika seperti ini terus,” [First Name] mengacak rambutnya setengah frustasi. Ia memilih untuk duduk di samping seniornya dan menyandarkan kepalanya di bahu Jill.

“Aku hanya tidak ingin ia meninggalkanku, Jill,” bisik [First Name]. “Rasanya konyol kehilangan Piers bukan karena mayat hidup, tapi karena mendengar hal ini.”

“Kau ingin mendengarkan saranku atau tidak?” tanya Jill jengah setengah frustasi. “Sebaiknya, katakan berita ini secepat mungkin sebelum HQ mengirimnya ke tempat asing lagi. Aku tidak bermaksud untuk mengharapkan yang terburuk, tapi bagaimana kalau ia dan timnya tidak kembali? Kau akan menyesal karena tidak mengatakan apapun padanya.”

“Tapi aku tidak yakin kami siap dengan berita ini,” lirih [First Name]. “Jill, dunia sedang diserang oleh B.O.W. Dengan keadaanku sekarang, aku tidak akan mampu melindungi diriku sendiri. Kalau Piers menerima keadaanku, ia akan terus mengkhawatirkanku. Aku tidak ingin ia kehilangan fokus saat berada di medan pertempuran.”

Jill menghela nafas. “Piers adalah Letnan tim Alpa, tangan kanan Chris dan salah satu anggota terbaik yang dimiliki oleh BSAA. Kalau kau berpikir serendah itu padanya, tidak hanya aku, Chris dan timnya akan marah padamu.”

“Maaf,” [First Name] menundukkan kepala, malu dengan dugaan yang ia ucapkan tentang suaminya.

“Kalau kau sudah menyadari letak kesalahanmu, cepat pergi dan cari suamimu. Katakan padanya tentang berita ini. Aku berani bertaruh daripada membencimu, ia malah akan menciummu tidak peduli berada di markas atau di depan publik,” Jill mendorong punggung [First Name] lembut mengingat kondisi punggung juniornya yang rapuh itu.

Seakan mendengar perintah Jill, Piers tiba-tiba membuka pintu. Ia datang dengan senyuman yang hanya diperlihatkan oleh [First Name]. Dahinya mengernyit samar menyadari ada Jill bersama dengan wanitanya, tapi kemudian ia mengangkat bahu acuh tak acuh.

“Aku tidak mengganggu kalian, kan?” tanya Piers hati-hati. Ia mengetahui dengan sangat baik, saat para wanita sedang men’diskusi’kan sesuatu, sangat berbahaya jika seorang pria tiba-tiba datang.

“Tidak. Tidak sama sekali,” [First Name] menggeleng. Wanita itu menahan lengan Jill saat seniornya mencoba untuk beranjak dari sofa. “Kenapa datang ke sini? Bukankah seharusnya kau berlatih dengan timmu?”

“Memang, tapi HQ memberitahu agar kami bersiap untuk misi lainnya,” Piers mendudukkan dirinya di sofa yang berseberangan dengan [First Name] dan Jill. Kedua tangannya berada di atas lutut, menopang dagu. “Kami tidak tahu dengan pasti sampai kapan misi ini berlangsung, karena itu aku ingin menemuimu dan langsung memberitahumu.”

[First Name] dan Jill saling berpandangan. Tangan [First Name] berkeringat menyadari apa yang dikatakan oleh Jill perlahan menjadi kenyataan. Ia tahu Piers tengah menatapnya dengan pandangan menilai. Hanya dengan sekali lihat, Piers sudah tahu ada yang salah dengannya, [First Name] tahu itu. Tapi ia belum memiliki keberanian untuk mengatakan apapun pada suaminya. Tidak di saat suaminya harus pergi dan tidak tahu kapan akan kembali padanya.

“Kali ini kau akan dikirim ke mana?” nada bicara [First Name] terdengar lirih, suaranya gemetar.

Menyadari ada yang salah dengan [First Name], Piers menatap Jill dengan pandangan bertanya. Jill hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. Piers harus mengetahui berita ini dari bibir [First Name] sendiri. Ia tidak ingin mencampuri hal yang bukan urusannya.

“Edonia,” jawab Piers. Ia menghampiri [First Name], menggenggam tangan wanitanya erat. “Aku berjanji akan kembali secepatnya.”

[First Name] mengangguk, berusaha menyembunyikan air matanya. “Iya, aku percaya padamu.”

“Kalau begitu aku pergi dulu. Chris mungkin juga sedang mencariku,” Jill melepaskan genggaman [First Name]. Ia tersenyum pada Piers sebelum menghilang di balik pintu.

“Apa yang terjadi padamu? Tidak biasanya kau seperti ini saat mendengar HQ mengirimku ke suatu tempat,” Piers menangkup wajah [First Name], memaksanya beradu pandang. “Ada apa denganmu?”

“Tidak ada apa-apa,” geleng [First Name]. “Aku hanya khawatir padamu.”

Piers tersenyum. “Tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja.”

“Ah iya!” [First Name] beranjak dan mengambil sesuatu dari laci meja kerjanya. “Ini. Aku baru menyelesaikannya tadi. Eropa sedang musim dingin sekarang. Jangan demam hanya karena tidak menjaga dirimu dengan baik.”

[First Name] mengalungkan syal yang sudah ia rajut selama beberapa hari terakhir di leher Piers. Ia memanfaatkan waktu senggangnya untuk menyelesaikan syal, berharap akan selesai sebelum Piers mendapatkan misi lainnya. Dan harapannya terkabul.

“Terima kasih,” Piers mengubur hidung dan mulutnya dalam lipatan syal. “Aku menyukainya.”

“Jaga dirimu baik-baik. Jangan sampai flu atau demam,” [First Name] memeluk suaminya erat sembari memejamkan mata.

Yes Ma’am. Aku mengerti,” Piers mengusak rambut [First Name], lalu menyapu bibirnya pada dahi dan puncak kepala [First Name] sejenak. “Aku harus pergi untuk bersiap dengan tim. Maaf karena tidak bisa memenuhi janji untuk makan malam bersama nanti malam.”

[First Name] hanya mengangguk. Tidak mengatakan apapun saat Piers menjauhkan diri, melepas pelukan mereka. Ia mengusap perutnya yang masih rata, saat Piers menutup pintu barulah [First Name] jatuh terduduk.

“Maaf ... maafkan aku karena tidak mengatakannya padamu. Kau akan segera menjadi ayah, Piers. Kumohon, hiduplah sampai aku memberitahu kabar baik ini padamu.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top