#6

Ke rumah om Prasojo Ne, temani aku, semalaman aku kurang tidur, sekalian titip ya beliin cilok ma sempol, kalo bisa cariin es teh juga ..cepet gak pake lama

Neira mengerutkan keningnya membaca pesan via wa dari Dewa.

"Segala sempol dan cilok? aku disuru-suru manajer gak waras itu, huh dasar,"

Neira menggerutu, meski akhirnya ia bangkit dari kubikelnya, pamit pada Pak Harjoko dan segera memesan ojek online. Lalu bergegas ke penjual cilok yang tak jauh dari kantornya. Neira tak akan bersusah payah mencari sempol, masih untung dia mau belikan cilok. Lalu melirik rumah makan Padang yang ada di depan kantornya, aku beliin apa nggak ya si om?

****

"Tante Linda berdoa saja, in shaa Allah Om Prasojo segera sadar, sudah ke luar semua kok benda-benda anehnya," ujar Dewa menenangkan adik dari ibunya siang itu.

"Kok ya adaaa orang yang jahat sama Mas Prasojo, kamu tahu sendiri kan seperti apa ommu itu, nggak tegaan sama siapa saja, termasuk sama Rustamaji lah wong mereka teman sejak SMA."

"Tante istirahat saja, sejak semalam menemani saya, lagian ini juga saya masih belum jelas juga siapa yang ngirim meski sekelebat saya mampu menerawang bagaimana wajahnya," ujar Dewa menatap mata tantenya yang sembab dan terlihat lelah.

"Nggak, aku nggak akan tidur sebelum melihat Mas Prasojo membuka matanya," ujarnya lagi.

Pembicaraan terhenti saat datang seorang pembantu dan mengangguk hormat.

"Bu ada tamu di depan, wanita," ujarnya.

Dewa segera bangkit dan meminta ijin menemui Neira.

"Pasti staf Dewa, Tante, Dewa ke depan dulu,"

****

Dewa melihat Neira yang duduk di ruang tamu.

"Mana pesenanku?" Tanya Dewa tanpa senyum dan duduk di samping Niera.

Neira mengeluarkan satu persatu dengan wajah jengkel.

"Ini ciloknya, saya belikan nasi Padang juga," sahut Neira tanpa senyum.

"Loh kok cuman itu?"

"Paaaak, di dekat kantor kita adanya cuman cilok, saya nggak mau muter-muter buat beli jajanan aneh itu, sempal sempol, saya beliin nasi padang karena kawatir Bapak belum makan ya saya beli nasi padang aja,"

Dewa mendengus kesal, ia mulai menikmati cilok yang rasanya terasa pas dilidahnya.

"Sana ke dapur Ne, ambilkan sendok dan bilangin bibik suru bikinkan es teh,"

"Alah Pak, ini juga ada air kemasan di meja, dan makan pake tangan aja," sahut Neira kesal.

"Ck, aku gak bisa makan pake tangan, bisa sih tapi lama, kocar kacir nantinya, sudah sana ambilin di dapur, jangan bantah lagi," ujar Dewa masih menikmati ciloknya yang tinggal sedikit.

"Bapak ini orang mana sih? Heran saya, kalau orang Indonesia pasti bisa makan pake tangan, jangan-jangan Bapak ini imigran gelap," ujar Neira jengkel sambil berlalu menuju ke dapur.

Dewa menahan marah pada stafnya kadang ia beranggapan terlalu kurangajar padanya.

Kadang ia merasa heran saja, mengapa baru kali ini merasa kalah berdebat dengan seorang wanita.

****

"Untunglah Pak Prasojo sudah sadar tadi ya Pak," ujar Neira saat perjalanan pulang bersama Dewa, Dewa hanya mengangguk wajahnya terlihat pucat, tetap menjalankan kemudi tanpa menjawab.

"Bapak marah sama saya?" Tanya Neira sambil menoleh ke arah Dewa. Dewa menggeleng.

"Lalu kenapa diam saja sejak tadi? Loh ini kemana?" Tanya Neira saat ia sadar jika arah mobil Dewa tidak menuju kantornya.

"Gak usah banyak tanya, ikut aku saja," ujar Dewa.

****

"Kok ke apartemen Bapak?" Tanya Neira.

"Turunlah, gak usah banyak bicara," ujar Dewa.

Dewa berjalan bergegas dan Neira mengikuti langkah Dewa setengah berlari.

"Paaaak kok gini sih, kayak dikejar setan?"

Dewa diam saja, Neira melihat Dewa yang terlihat lelah dan semakin pucat.

Setelah membuka pintu unitnya, Dewa berjalan terhuyung dan rebah di sofa. Neira segera menutup pintu dan hampir menjerit saat ia melihat Dewa yang memejamkan mata dengan wajah pucat dan lemas.

"Paaak, Bapak kecapean terkuras semalaman tenaganya ya, ayo cepat duduk Pak, kita harus cepat, saya kawatir saat Bapak lemah gini ada yang nyerang Bapak,"

Sekuat tenaga Neira menegakkan tubuh Dewa.

"Maaf Pak buka ya kemeja Bapak," ujar Neira lagi.

Dewa hanya mengangguk, wajah Neira memerah saat melihat Dewa berada di hadapannya bertelanjang dada, namun ia segera tersadar, menempelkan telapak tangannya ke dada Dewa yang terasa keras.

"Bapak konsentrasi juga, saya akan mengembalikan energi Bapak yang terkuras habis,"

Keduanya memejamkan mata.

Kakek, bantu Ne, kemampuan orang ini di tas Ne

Yah, Kakek bantu dari sini, pacarmu?

Jangan pecah konsentrasi Ne dengan pertanyaan aneh Kek

****

Lima belas menit kemudian

Ne buka matamu, Kakek yakin ia sudah lebih baik, hanya Kakek merasakan dia punya ilmu sama dengan seseorang..hanya Kakek belum yakin...buka matamu Ne...

Neira membuka mata dan ia melihat Dewa yang menatapnya.

"Eh, Bapak kok buka mata duluan?" Tanya Neira

"Kamu cantik," ujar Dewa tiba-tiba dan mengagetkan Neira.

"Agak geser ya Pak otaknya? setelah saya kembalikan energi Bapak?" Tanya Neira dengan kesal.

"Siapa yang bantu kamu? Tadi kamu kayak bicara dengan seseorang?" Tanya Dewa mengalihkan kekesalan Neira

"Kakek," sahut Neira. Dewa melangkah ke kulkas dan meraih dua botol minuman lalu kembali duduk di dekat Neira. Menyerahkan satu botol pada Neira.

"Minumlah,"

"Apa ini Pak?" Tanya Neira.

"Kakekku yang bikin, biar kamu nggak lelah, aku yakin meski kamu dibantu kakekmu, kamu pasti merasa lelah kan?" Dewa balik bertanya.

"Iyaaa minuman apa ini dulu Paaak, saya nggak mu minum sebelum Bapak jawab," ujar Neira kesal.

"Heh, kamu kira ini minuman apa? ini hanya minuman herbal, nggak akan bikin kamu teler, jangan punya pikiran aneh-aneh, aku juga nggak akan ngapa-ngapain anak kecil macam kamu yang masih pantas pake seragam SMP," ujar Dewa yang membuka tutup botol minumannya dan menegaknya sampai habis.

"Ya Allaaah ini manusia ya, biasa makan cabe ya kok pedes amat bicaranya, usia saya sudah pantas nikah Om, dengaaar? Jangan pernah ngatain saya anak SMP saya sudah bisa bikin anak, ngerti Om?" Wajah Neira terlihat marah. Dan tawa Dewa terdengar nyaring.

"Oh yaaa? Lalu kamu merasa tua dengan usia segitu? Ngacaa tuh besar di kamar, pake jenggot kalau kamu pingin kelihatan tua, heh kamu tuh usia sama wajah gak cocok amat, masih selalu merasa tua, jangan sok marah-marah sama aku, aku ini bos kamu, jangan sembarangan kalau ngomong, diatur tuh kalimat, belajar sopan, ngerti?"

Neira benar-benar merasa marah. Dan semakin jengkel saat tawa Dewa masih saja terdengar saat bosnya yang sableng itu melangkah menuju kamarnya.

"Aku mau mandi dulu Ne, bentar ya," teriak Dewa dari dalam kamarnya.

Neira tak menjawab karena masih saja jengkel. Lalu ia segera membuka tutup botol minuman herbal yang ditawarkan Dewa tadi, namun gerakannya mendadak berhenti, saat ia hendak meneguk minuman itu, dari pojok kulkas ia melihat ular besar, perlahan bergerak ke arahnya, dan berhenti setelah jarak sekitar 5 meter, ular itu menegakkan badannya, matanya menatap tajam ke arah Neira.

Kek ini apa?

Tatap matanya Ne, jangan takut, jika kamu takut, ia akan terus menghantui mimpimu...dia milik orang yang saat ini bersamamu, ia bisa datang padamu dalam bentuk yang diinginkan oleh pemiliknya...

Dan badan Neira bergidik ngeri rasanya tak mungkin Dewa akan mengganggunya dengan ular jadi-jadian ini.

****

10 Januari 2020 (17.24)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top