#3
"Lah ini mau kemana Pak? Kayaknya bukan jalan ke rumah saya deh, Bapak niat ngantar, apa niat nyulik?" tanya Neira kesal.
"Rugi nyulik kamu, ntar dikira om-om pedofil lagi," ujar Dewa tetap konsentrasi pada kemudi.
"Jangan sembarangan ya, usia saya 25 tahun Pak, Bapak saja yang wajahnya boros," sahut Neira tak kalah sengit.
"Kamu tuh ngaca, pake seragam anak smp ja masih pantes," ujar Dewa lagi.
"Turunin saya, males deh bicara sama Bapak, mana bawa-bawa si Hamid lagi, ngapain dia ikut?"
"Ya biar, dia mau ikut aku, kok kamu yang sewot," sahut Dewa lagi dan akhirnya berhenti di sebuah rumah makan yamg meski sudah dini hari masih tetap ramai.
"Mau ngapain Pak?" tanya Neira bingung.
"Ya makanlah, aku lapar, ayo turun temani aku makan," ajak Dewa.
"Si Hamid?" tanya Neira lagi.
"Ya Allah kamu nih bener-bener ya, dia makanannya nggak sama kayak kita," ujar Dewa lagi.
"Bukan gitu, tuh dia nyelonong masuk Pak, ngapain dia?" tanya Neira dan keduanya akhirnya bergegas masuk namun Hamid menghalangi jalan mereka masuk lebih ke dalam lagi, meskipun mereka tetap bisa menembus tubuh Hamid, namun mata Neira terbelalak kaget dan menutup mulutnya. Orang-orang yang sedang asik makan menatap Neira dengan tatapan aneh.
Neira segera berbalik, melangkah ke luar, agak terhuyung dan merasa mual.
Dewa segera mengejar Neira yang muntah-muntah di selokan depan rumah makan.
"Kamu baik-baik saja Ne?" tanya Dewa kawatir.
"Kamu melihatnya Ne?" tanya Dewa lagi.
"Ya Allah Pak, kenapa juga Bapak ke sini?" tanya Neira sambil berusaha berdiri tegak. Lalu membuka tasnya dan meraih selembar tisu.
"Ya Allah Paaak itu apa yaaa, makanya di sini rame ternyata ada genderuwonya Pak, mana banyak lagi, di tiap meja ada satu tadi, dia meludahi makanan yang dimakan orang-orang itu, dan mereka tidak tahu ya Pak, huek dah, trus itu di tempat cuci piring samping, saya sempat ngelirik tadi, setiap piring yang selesai di cuci ih dijilat sama genderuwonya Paaak iiiiih mual lagi saya, mending makan di rumah saya Pak, meski kontrakan sempit, halal kok Pak, haduuu untung bawa Hamid, yuk dah pulang Pak," ajak Neira.
****
Jam tiga dini hari Neira baru memasuki rumah kontrakannya, akhirnya Neira diajak makan di apartemen Dewa, untuk pertama kalinya Neira masuk ke apartemen laki-laki, entah mengapa meski baru kenal, ia merasa aman, meski bosnya kadang menjengkelkan tapi ia ternyata bisa baik hati juga, memasakkan makanan untuknya.
Neira bergegas berganti baju, ke kamar mandi dan merebahkan badannya yang rasanya sakit semua dan terasa mual lagi saat mengingat apa yang ia lihat di rumah makan penuh makhluk aneh itu. Ah aneh-aneh saja cara orang agar warungnya laku keras...
****
Pagi hari Neira merasakan matanya yang masih berat. Berjalan tertatih, meraih wadah plastik tempat ia menyimpan susu dan mulai dengan ritual paginya. Segelas susu dan madu yang ia nikmati sebelum berangkat ke kantor.
Menyesap perlahan susunya dengan mata separuh terbuka, duduk sendiri di sofa ruang tamu yang sempit. Tak lama ponselnya berteriak-teriak minta perhatian. Dengan malas Neira bergerak ke kamarnya, meraih ponsel di kasur dan duduk menatap layar ponselnya. Siapaa ini ya kok hanya nomor tak dikenal?
Yaaa haloooo
Assalamualaikum
Wa alaikum salaaam eh Pak Dewa ya?
Iya, ah kamu nggak nyimpen namaku ya di ponselmu? masih capek Ne? Kata Hamid kamu sudah bangun makanya aku telepon
Iya sudahlah Pak, masa gak sholat subuh, ngapain juga si Hamid laporan
Aku yang nanya ke dia
Dia masih di Bapak? Gak balik ke kantor?
Kayaknya dia nyaman ikut aku, enak dia di sini, aku ada teman diskusi masalah agama
Udah ya Pak, saya mau mandi, mau berangkat ke kantor
Mau di jemput?
Ah nggak Pak, ntar rame di kantor kalo kita bareng, saya biasa naek ojol
Lah kamu gak punya motor?
Mmmm saya gak bisa naek motor
Yaelah neng, jaman kayak gini gak bisa naek motor?
Ih Bapak jangan ngatain saya, saya tuh bisa asal ada yang bonceng di belakang, kalo sendirian mah kayak ringan
Ya taruk aja batu bata sepuluh tuh di boncengan biar serasa ada orang yang bonceng, alesan aja, gak bisa naek motor pake alesan
Ih Bapak kok gak percaya sih, saya bisa naek motor, tapi karena pernah jatoh saya jadi trauma, waktu itu baju saya sampe sobek karena sempat terseret
Halaaah itu jatoh dari motor apa disiksa mak tiri neng? Baju sampe sobek-sobek, alesan
Aaaah capek deh ngomong sama Bapak, saya mau mandi dulu
Iya dah sono
Assalamualaikum
Ih kok suaranya marah, wa alaikum salam deh
Neira melempar ponselnya ke kasur, merasa sebal karena pagi-pagi sudah meladeni kekonyolan bosnya.
****
Siang hari Neira baru melihat bosnya masuk ke ruangannya.
"Enak bener keponakan Pak Direktur bisa datang siang," Neira ngomel nggak karuan.
Tak lama muncul kepala Dewa dan memanggil Neira. Melambaikan tangannya, Neira melangkah masuk ke ruangan Dewa dan mereka berdiri berhadapan.
"Ne, ikut ke ruangan Pak Prasojo yuk, bentar," ajak Dewa.
"Nggak ah Pak sungkan, ngapain kan om Bapak, sana sendiri saja, memang ada apa?"
"Dia mau mendiskusikan kerjaan dengan kita," ujar Dewa.
"Oh kalo itu sih ayo Pak," sahut Neira.
"Lah kamu kira mau ngapain, minta ijin buatin nikahin kamu?" goda Dewa.
"Ya Allah, astaghfirullah, saya juga kagak mau jadi istri Bapak, om-om kayak Bapak mana cocok sama saya yang imut," ujar Neira tak mau kalah.
"Om-om? Heh om-om gini tetap keren, siapa yang nggak naksir aku? tubuh tinggi tegap, kulit bersih...,"
"Tapi tetep gak laku, buktinya Bapak jomblo kan?" sahut Neira cepat.
Tangan Dewa menarik lengan Neira hingga mereka saling menatap dan tubuh mereka berdekatan. Sangat dekat.
"Mengapa aku tak juga menikah, karena tiap memandang wajah wanita manapun, selalu kilasan masa lalu dan masa depan mereka ada di wajahnya, hingga aku selalu kesulitan memandang wajahnya secara utuh, baru kamu, baru kamu yang mampu aku lihat jelas, mata, hidung dan bibirmu, lalu semalam aku bertanya pada Hamid ada apa antara aku dan kamu, Hamid hanya berkata, bahwa arah kita berbeda, ada tangisan dan kesakitan, lalu kita siapa ya Ne? Kita punya kemampuan sama, hingga kita tak bisa saling melihat, kau, kau kenapa tegang dan memerah, takut?"
"Eeemm kita deket banget saya ngeri, punya bapak kerasa di perut saya,"
Blush wajah Dewa memerah.
"Heh anak kecil, kalo kayak gitu gak usah diomongin malu tahu,"
"Lah Bapak juga ngapain narik saya sampe deket banget, dasar om-om kegatelen,"
"Eeeh kamu," Dewa menahan marah dan pintu terbuka dengan lebar.
"SIAPA SIIIH," teriak Dewa dan Neira bersamaan menoleh ke arah pintu.
Pak Prasojo muncul dengan wajah sabar.
"Aku nunggu kalian dari tadi,"
****
30 Desember '19 (15.08)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top