TS - 2
Pagi ini suasana di kelas lumayan ricuh, guru matematika kami tidak masuk sekolah karena ada urusan keluarga. Guru pengganti pun tadi hanya menyampaikan tugas yang harus kami kerjakan.
Namun, bukan karena hal itu suasana ricuh. Kericuhan terjadi akibat ulah Cane, Faruq dan Harris yang sibuk berdiskusi tentang bagaimana konsep ulang tahunku beberapa hari lagi. Mereka sedang membentuk tim panitia kecil-kecilan. Karena rumahku tidak cukup luas untuk menampung semua tamu maka, mereka sependapat untuk mengadakan acara di dalam rumah dan di halaman depan. Sebenarnya mama dan aku hanya menginginkan perayaan ulang tahunku diisi dengan pengajian saja tapi karena ide Cane, Faruq, Hari dan Gia akhirnya ulang tahunku diadakan dua kali. Pengajian di sore hari dan pesta kecil-kecilan di malam hari. Mereka meyakinkan agar aku dan mama tidak perlu repot untuk acara pestanya, semua mereka yang siapkan. Makanan dan minuman kecil juga dari mereka.
"Ciyeeee yang mau tujuh belasan." Goda Fay.
"Umur berkurang kok ciyeee." Balasku.
"Ih jutek amet sih." Gia mendorong bahuku kesal. Aku tertawa melihatnya.
"Kamu udah siepin kadoku belum?"
"Giliran kado aja nanya." Gadis berkulit putih dengan mata kucing itu mencebik kesal ke arahku.
"Jadi gimana?" Tanyaku mengabaikan kekesalannya dan pasti membuatnya semakin kesal.
"Udah beres, mau aku kasi sekarang?" Katanya jutek.
Ah, sahabatku yang cantik dan baik hati ini memang sayang padaku. Aku memeluknya sambil tertawa, "nanti dong sayang kok jutek amat sih! Yang ulang tahun kan aku harusnya aku yang mudah emosi, biasanya begitu." Aku memandangnya dengan wajah polos tak berdosa.
"Enggak, kamu bukannya mudah emosi tapi kamu yang bikin orang tambah emosi."
"Ih, jangan cemberut gitu jelek tau, tar kalau dilihat Faruq gimana?"
"Fay," ia menghentakkan kakinya kesal.
"Gia, Fay."
"Tuh kan Faruq datang," kataku danaku langsungenyapa Faruq. "Kamu dari mana?" Tanyaku.
Pria bertubuh atletis itu menghampiri kami hanya dalam beberapa langkah saja. Ransel hitam tersampir dibahu kirinya lalu tanpa rasa ragu tangannya melingkar dibahu Gia. Gia yang duduk membelakangi Faruq terkejut, ia terlihat kikuk tapi terlihat senang juga. Cinta malu-malu diantara keduanya sungguh menggemaskan dan membuat iri.
"Dari rapat osis. Sepulang sekolah kita jadi beli pernak pernik buat ultahmu kan?" Tanya Faruq.
"Iya." Jawabku singkat. Mataku melirik ke arah Gia yang berusaha melepaskan rangkulan Faruq, tapi yang kulihat Faruq malah mengeratkan rangkulannya.
"Okey, pake mobilku aja. Nanti aku antar kalian pulang."
"Baiklah, aku ke kantin dulu mau beli minuman." Pamitku. Gerah juga lama-lama liat calon pasangan dimana yang satunya malu-malu sedangkan yang lain mulai lupa rasa malu, nggak mikir apa perasaan penontonnya.
"Fay,"
Aku menoleh begitu mendengar ada yang memanggil. Cane setengah berlari menghampiriku, begitu kami sudah dekat ia langsung merangkul bahuku dan berkata, "yuk, samaan le kantin."
Hah, kok bisa sih para pria ini merangkul bahu teman perempuannya begitu saja. Aku memegang tangan kanan Cane dibahuku, mengangkatnya pelan kemudian melepasnya. "Nggak pake rangkul-rangkul juga kali." Kataku. Ia menyengir sembari menggaruk kepalanya yang pasti tidak gatal. Beruntung koridor menuju kantin lumayan sepi karena kebanyakan para siswa berada di dalam kantin saat jam istirahat tiba.
"Maaf, ya udah yuk." Katanya salah tingkah. Kami berjalan bersama ke dalam kantin.
"Kamu mau beli apa?"
"Aku mau minuman dingin sama sebungkus lays rasa rumput laut. Ini uangku." Aku menyerahkan uang pada Cane, tapi seperti biasa ia pasti menolak menerima uangku seperti sekarang, bukannya mengambil uangku ia malah sudah melesat ke dalam kantin, ku tarik kembali tanganku yang masih terulur di udara.
Bukannya aku tidak tahu kalau Cane memiliki perasaan lebih padaku hanya saja aku belum tertarik untuk memiliki pacar, meski itu hal yang lumrah untuk anak-anak abege seperti kami.
Tak lama Cane datang membawa dua botol minuman dan dua bungkus lays rasa rumput laut.
"Nih, kita makan dikelas aja yuk, rame banget disini."
"Aku memang rencananya mau makan dikelas, yuk." Ajakku.
"Oya, nanti aku ikut ya nemenin beli pernak pernik ultahnya."
"Boleh, kalau kamu nggak ada acara lain."
"Ada acara lainpun pasti aku batalin demi kamu."
Cane sudah berani menggombal, aku mempercepat langkahku hingga ia mulai ketinggalan.
"Fay, pelan dong jalannya." protesnya.
"Sorry, aku buru-buru udah nggak sabar mau makan ini." Aku mengangkat jajanku pada Cane. Kulihat dia tersenyum kecut. Aku meninggalkan Cane dibelakang, kembali ke kelas. Ku lihat Gia sendirian di mejanya.
"Faruq mana?" Tanyaku sembari membuka tutup botol minumku.
"Udah balik, katanya nanti ada rapat osis lagi. Oh ya, katanya kita tunggu dia di depan aja nanti kalau pelajaran sudah selesai."
Aku menenggak minumanku hampir setengahnya, mendadak tengorokanku teras kering. "Kalian udah jadian ya?" Tanyaku.
Dengan senyum malu-malu Gia mengangguk.
"Ciye, gayung bersambut nih kita harus rayain." Kataku. Aku turut senang melihat Gia juga senang meski ada sedikit rasa cemburu dihatiku melihat bagaimana Faruq memperlakukan Gia. Entahlah perasaan apa yang kumiliki pada Faruq, mungkin aku kagum saja sama sifatnya yang gentleman. Ya, pasti karena itu.
"Aku bukain ya." Gia meraih jajanku dan membukanya. Ia menyuapiku sepotong keripik rasa rumput laut itu kemudian ia memasukkan keripik itu ke dalam mulutnya. Wajahnya menatap jauh ke depan, wajahnya senyum-senyum malu gitu sepertinya ia pasti sedang mengingat sesuatu yang berhubungan dengan Faruq. Aku merampas jajanku dari tangannya membuatnya terkejut.
"Punyaku, Jangan diabisin."
Lagi, senyum manis tersungging di sudut bibirnya, "maaf." Katanya.
"Iya iya, yang lagi polin in lop. Selamat ya." Aku memeluknya sebagai tanda bahwa aku ikut senang jika dia bahagia.
"Terima kasih Fay, kamu yang terbaik." Katanya.
"Kalau butuh teman bicara jangan sungkan, cerita sama aku."
"Iya sayangku, makasi banyak." Kata Gia bahagia terbukti dari eratnya pelukannya sekarang.
Aku menepuk-nepuk punggungnya pelan, "sama-sama tapi please ini bisa dilepas dulu ngggak. Aku nggak bisa napas."
"Oh maaf maaf terlalu semangat."
"Ngerti, namanya juga lagi bahagiaaaaaa banget."
"Benar, makanya kamu nggak boleh merusak kebahagiaanku, ini, buatku." Gia kembali meraih jajanku dan aku membiarkannya.
***
Jam sekolah sudah selesai, aku, Gia dan Cane sedang menunggu Faruq di koridor depan sekolah, Hary tidak ikut karena akan membantu ibunya menyiapkan makanan catering untuk malam nanti.
Sepuluh menit kemudian Faruq datang, bajunya sudah keluar dari dalam celana, dua kancing teratas terbuka dan rambutnya yang sedikit awut-awutan membuatnya terlihat mempesona. Aku langsung mengalihkan pandangan ke arah lain, takut pikiran ini kemana-mana dan saat aku mengalihkan pandangan itu Cane melihatku dengan tatapan yang tidak bisa ku baca. Aneh, tapi aku nggak perduli.
"Sorry, lama ya. Yuk ke mobilku." Ajak Faruq tanpa basa basi dan kami langsung mengikutinya.
"Princes, di depan aja ya." Faruq membuka pintu penumpang di depan buat Gia. Gia tersenyum lalu masuk ke dalam mobil. Aku dan Cane juga masuk ke kursi penumpang di belakang.
Faruq dan Gia mengobrol tentang banyak hal di depan, mereka menceritakan tentang kegiatan masing-masing kalau di akhir pekan, dan tidak seperti biasanya Cane lebih banyak diam, aku membuka ponselku mengirimi ibu pesan kalau hari ini aku pulang lebih sore ya meski biasanya ibuku pulang malam, lembur sampai jam tujuh atau delapan malam dihari biasa, sedangkan di akhir bulan ibu biasanya pulang sampai jam sebelas malam.
"Ah," aku menjerit kesakitan. Telingaku kembali berdengung hebat, aku meringkuk ke dekat jendela dengan kedua tangan menutup kedua telingaku.
"Ada apa Fay? Kamu baik-baik aja?" Suara Cane terdengar panik, aku berusaha menutup telingaku rapat-rapat lalu perlahan telingaku berhenti berdengung, rasa sakitnya menghilang.
"Fay," panggil Gia cemas.
Perlahan aku mulai menjauhkan tanganku dari telinga sembari memastikan suara dengungan tadi masih terdengar atau tidak.
"Aku...nggak apa-apa, telingaku sakit lagi. Sepertinya aku harus ke Dokter THT."
"Sepertinya begitu, apa sebaiknya kita antar kamu pulang?" Tanya Faruq.
Aku menggeleng, "nggak apa-apa, sebentar lagi sampai lagian telingaku udah nggak sakit lagi." jawabku.
"Aku akan menemanimu ke Dokter THT." Kata Cane.
"Nggak usah repot-repot." Tolakku dengan suara lemah.
"Nggak repot kok, akan ku carikan jadwal ke Dokter THT." Jawab Cane mantap.
Aku tidak memedulikan lagi sikap keras kepala Cane. Tanganku berada di atas dada, rasa berdebar yang cukup kuat akibat dengungan di telinga tadi masih terasa. Selain itu, ada perasaan lain yang kurasakan. Ada sesuatu yang aneh, seperti akan terjadi sesuatu yang buruk tapi apa? Rasa ini adalah kesakitan lain dari dengungan yang melengking itu.
***
Next?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top