9 | The First Place

AULA telah disulap menjadi arena seperti stadion basket untuk perebutan Peringkat Pertama.

Dua jam setelah Wafi keluar dari kantor Pak Goldy, semua tentara dikumpulkan di aula, tempat yang tadinya digunakan oleh Ray untuk mengerjai Wafi. Tempat tersebut diubah menjadi tribune dengan bagian penonton tinggi berundak. Papan skor yang bertuliskan JUNDUN terpasang tinggi di antara jendela-jendela kaca. Bersama 50 tentara terbaik yang disebut Jundun, mereka bertarung untuk merebut peringkat pertama. (Jundun berarti tentara dalam Bahasa Arab. Lima puluh tentara terbaik yang diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan di Markas mendapat julukan Jundun. Surga banyak mengadopsi istilah Arab seperti Jundun dan Malik.)

Jundun terbaik akan mendapat kesempatan untuk dipromosikan menjadi Imam. Pada acara simulasi Bulan Desember ini, siapa yang akan menjadi Peringkat Pertama? Apakah Ray tetap menjadi juara bertahan atau ada pendatang baru yang akan menorehkan sejarah?

Apakah aku terlambat? Wafi terburu-buru memasuki Aula, baru kembali dari toilet yang dikunci dari luar. Siapa lagi dalangnya selain Ray.

Wafi menatap ke sekeliling tribune dan semua orang langsung meliriknya. Ketika ia memilih tempat duduk di tengah depan, semua Jundun memilih hengkang untuk memojok agar tidak dekat-dekat dengan Wafi. Wafi memandang di bagian depan. Sebuah papan skor hitam seluas kaca-kaca yang membiaskan sinar mentari ke dalam aula. Di sana, tertulis 50 nama dengan durasi lama menyelesaikan simulasi. Baru ada 48 nama dan peserta yang baru selesai bertanding adalah Rika, ia berada di peringkat 2 dengan durasi 1 menit 34 detik. Pertandingannya selesai bersamaan dengan Wafi yang baru masuk ke dalam aula.

Wafi memangku dagu kecewa. Ia sudah ketinggalan acara sejauh ini. Bagaimana ia bisa mempelajari aturan dari simulasi. Apalagi semua Jundun menjauh darinya. Kepada siapa dia bisa bertanya?

"Dari mana saja kamu, tidak kelihatan sejak upacara hingga detik ini?" tanya Rika mengejutkan Wafi dari belakang.

Dari 50 kepala, hanya ada satu Jundun yang mau mendekati Wafi dan itu adalah Rika yang merupakan istrinya. Dia menyadari perlakuan setiap Jundun yang diarahkan kepada Wafi. Mereka menjaga jarak sebab takut dan juga memandang Wafi sebelah mata. Namun, Rika sebenarnya sama saja dengan Wafi. Di dalam darahnya mengalir gen Fasadun. Oleh sebab itu, ia akan berada di samping Wafi, suami yang sangat dicintai.

Ia duduk di sebelah kanan Wafi. Lengannya menempel langsung dengan Wafi, tetapi tidak ia permasalahkan. Busur dan tumpukan anak panah langsung dilepas dari punggung untuk ditaruh di lantai kayu aula. Rika adalah seorang pemanah dan kemampuan Fasadunnya ialah bisa memiliki pandangan mata elang yang tidak pernah meleset dari target. Awalnya, semua orang melirik sinis ke arah Rika yang mau dekat-dekat dengan Wafi. Namun, melihat cincin di jari manis kiri yang seragam, mereka paham bahwa Rika adalah istri Wafi, gadis yang akan dijadikan wadah keturunan Penjaga Neraka.

Rika hanya menatap Wafi seraya memangku dagu meskipun puluhan bisikan miring bersahutan di sekeliling. Ia mengagumi sang suami. Memang, Wafi adalah pria baik-baik dan penurut. Namun, Rika sepakat bahwa sang suami sangat tampan. Perutnya tergelitik ketika mengingat ia telah mencium bibir merah muda Wafi, bahkan keduanya hendak bercinta. Sayangnya, Wafi kelepasan mengeluarkan gundukan kristal setinggi sepuluh meter.

"Siapa saja yang belum mendapat giliran simulasi selain aku?" tanya Wafi menghadap Rika, lalu tersipu malu ketika sadar sedari tadi sedang diperhatikan dengan tatapan kasmaran.

"Apakah Mas Wafi sudah melihat nama Ray di peringkat satu?" jawab Rika miring.

Wafi menggeleng. Berarti jelas bahwa Ray belum bertanding, lalu Wafi adalah Jundun yang terakhir. Hingga ketika ia menyaksikan seorang pria besar memasuki arena pertandingan. Tubuhnya ditutupi mantel hitam panjang dan celana kargo yang sama legamnya. Di dalamnya, kaos hijau loreng tergurat menampilkan dada bidang yang menonjol. Itu Ray, sang tangan kanan Imam sekaligus sang peringkat satu.

Ia berjalan angkuh dengan dada membusung. Bibirnya menyeringai liar, apalagi ketika menatap Wafi yang takut ketika bertemu dengannya, malas untuk dikerjai sekali lagi. Di tangannya, kain putih membebat seperti sedang dijadikan tumpuan untuk bertarung. Rika bilang, Ray memang spesialis petarung bela diri. Dengan demikian, dia mempersiapkan tinjuannya.

Ray menepuk tangan sekali hingga mendiamkan seluruh Jundun. "Segera keluarkan Penjaga Nerakanya!"

Seluruh ruangan sontak hening. Dengan enteng, ia malah menantang musuh untuk keluar. Wafi sempat bingung ketika mendengar Ray memanggil Penjaga Neraka. Ia mengira dirinya yang sedang dipanggil, bahkan tadi ia sempat mengangkat dudukan beberapa saat. Namun, ia segera ditarik oleh Rika untuk tetap menonton.

Penjaga Neraka yang dimaksud adalah Pak Goldy. Ia akan berdandan sebagai Penjaga Neraka. Tugas para Jundun adalah untuk membunuh Penjaga Neraka dengan senjata yang telah dipilih. Pak Goldy akan menggunakan pemberat sebesar dirinya sendiri agar para Jundun mampu mengimbangi. Begitulah cara kerja simulasi.

Dari ujung pintu masuk arena yang berlawanan, sesosok makhluk serba hitam keluar ke lapangan. Ia mengenakan topeng dengan mata merah menyala. Gigi taring mencuat ke bawah dan ke atas bibir. Dari atas kepala, tanduk tajam mencuat seperti menggambarkan tanduk setan, persis seperti Penjaga Neraka. Ketika menyaksikan wujud itu, tubuh Wafi gemetaran sebab trauma beberapa hari lalu kembali bangkit.

Pak Goldy benar-benar mirip seperti Iblis.

Hingga Pak Goldy dan Ray sama-sama mengambil kuda-kuda, sebuah suara tembakan menggema di langit, menandakan simulasi sudah dimulai. Jam penghitung waktu pun memutar dan terhitung sejak sekarang. Ray pun tak mau buang-buang waktu dan langsung merangsak menyerang Pak Goldy.

Pergerakan Ray tak mampu ditangkap oleh Wafi. Para Jundun memiliki kecepatan di atas rata-rata, hanya gerakan angin yang mampu dirasakan oleh orang awam seperti Wafi.

Suara hentak tinju menggaung di seluruh ruangan. Tinjuan Ray bisa berbunyi seperti pukulan bedug. Yang lebih gilanya lagi, Pak Goldy mampu menahannya tanpa bergeser seinci pun dari kuda-kudanya.

Setelah tinjuan Ray gagal mengenai, Pak Goldy langsung berganti menyerang dari belakang. Secepat kilat, serangan itu langsung dihindari oleh Ray dengan menunduk. Ray mustahil untuk menangkis tinju Pak Goldy sebab di sana sudah dikalungkan beban sebesar 20 kg.

Masih dalam tundukan, Ray memanfaatkan momentum untuk melakukan bogem mentah. Ia menarik lengan kanan ke belakang untuk mengumpulkan tenaga. Bersamaan dengan ayunan lengan dan tubuh yang akan bangkit, ia mengerahkan tinju terkuat ke arah perut Pak Goldy yang terbuka. Dengan pergerakan selambat ini, Pak Goldy tidak akan mampu menangkis maupun menelak serangan Ray, apalagi dengan jarak sedekat ini, Ray benar-benar diuntungkan.

"MATILAH KAU!" Ray meninju Pak Goldy sekencang-kencangnya.

Suara gebukan lagi-lagi menggaung di arena pertandingan, dua kali lebih keras. Pak Goldy bahkan sempat melayang beberapa inci di atas tanah. Ray benar-benar meninju tanpa ampun, tetapi Pak Goldy jauh lebih gila dengan tahan dihantam tinju sekeras beton.

Simulasi selesai! Hanya 5 detik!

Ray tiba-tiba merangsak di peringkat pertama, seperti dugaan. Semua orang bertepuk tangan kepadanya, bahkan Pak Goldy ikut menyelamatinya dengan menepuk pundak ketika kembali ke tribune.

Setelah itu, Pak Goldy langsung menghadap Wafi dan memanggilnya langsung dengan ayunan jari. Tunjukkan lansung itu mengarahkan mata sinis kepada Wafi sampai ia hanya bisa berjalan turun seraya menundukkan kepala. Bahkan, ketika ia berpapasan dengan Ray, ia tak mampu berbuat apa-apa kecuali diam meskipun badannya ditabrak hingga oleng. Wafi memilih tidak mau memperbesar masalah sebab ia pasti akan kalah menghadapi orang semengerikan Ray.

"Baik, peserta terakhir, Wafi Wahyu!" teriak Pak Goldy, memegang pinggang.

Saking cepat Ray menyelesaikan pertandingan, Pak Goldy sampai tak memerlukan istirahat untuk lanjut ke peserta selanjutnya. Ia masih memiliki energi apalagi setelah bertarung di waktu yang sangat singkat, 5 detik.

Wafi hanya mengangguk ragu sebab tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengalahkan Pak Goldy. Kakinya bergemetar hebat sebab ia mendengar bisikan dan tawa meremehkan bersahutan samar-samar dari arah penonton. Kebencian menguar pekat bahkan mereka ingin Wafi dihantam babak belur oleh Pak Goldy. Meski begitu, suara gadis tiba-tiba melengking untuk mendukung Wafi:

"KALAHKAN RAY!"

Siapa lagi gadis di aula selain Rika. Dia tersenyum lebar menatap sang suami penuh harap, tak mempedulikan lirikan sinis dari Jundun lainnya.

Wafi pun tersenyum lega setelah menangkap senyum manis sang istri. Ia pun berani menatap Pak Goldy yang mengenakan kostum Iblis yang menyeramkan, tetapi masalahnya semakin parah di sini. Ketika menyaksikan wujud Pak Goldy dari dekat, ingatan buruk Wafi dilecehkan dan dijadikan Penjaga Neraka secara paksa kembali. Kakinya gemetar dan pikiran buruk berkecamuk. Napasnya berlomba-lomba tak mampu menuruti kemauan.

"Fokus, Wafi!" bisik Pak Goldy dari depan yang sudah menyiapkan kuda-kuda.

Wafi pun menarik napas untuk menenangkan diri meskipun tak mampu. Badannya masih gemetar sebab ia juga teringat Khrisna yang sekarat karenanya. Ia tak mampu melakukan apa-apa. Ia tak bisa menciptakan kristal dan tak mampu bertarung sama sekali.

Namun, kini aku bisa. Wafi menyadari.

Akhirnya, ia pun menegakkan tubuh dan memasang kuda-kuda seadanya. Meskipun para Jundun menertawainya, ia tak gentar. Ia akan bertarung untuk dirinya dan orang-orang yang telah menolongnya. Hingga—!

Suara tembakan menggema dan simulasi dimulai.

Lepaskan semuanya! Wafi berusaha melepaskan semua trauma. Ketika ia tak mampu berbuat apa-apa saat disekap di bak mandi membeku, termasuk dijebloskan semena-mena menjadi budak. Wafi tidak akan diam saja, termasuk dipermalukan pada detik ini.

Aku akan terjadi Jundun terkuat di Surga—!

Gundukan kristal merah muda tiba-tiba tercipta dalam kedipan mata. Bergulung-gulung tajam memojokkan Pak Goldy dan seluruh orang di bangku penonton. Kurang dalam sedetik, simulasi selesai. Nama Wafi langsung terpampang di bagian paling atas papan nilai.

1. Wafi: 0,92 detik

2. Ray: 5,00 detik

3. Hasbie: 52 detik

4. Rika: 1 menit 34 detik

Wafi adalah sang Peringkat Pertama yang baru.

Tak ada tepuk tangan yang menggema di seluruh arena. Hanya ada satu dan itu pun dari Rika. Semua orang mengutuk Wafi, termasuk Pak Goldy yang telanjur takut. Wafi pun buru-buru mengurai kembali kristal untuk segera membebaskan ia dari masalah.

Wafi tak bangga, malah malu menundukkan kepala. Ini merupakan kemenangan yang sangat pahit baginya. Wafi pun sadar, kemenangan ini malah menjadi bumerang beracun baginya kelak dan ia yakin Ray akan menambah kadar perundungan yang bakal diberikan.

"Tidak mengejutkan seorang Penjaga Neraka dapat menumbangkan musuh kurang dalam sedetik," ujar Pak Goldy lantang. "Karena itu, sebab simulasi telah usai. Kita akan melaksanakan tugas yang bukan permainan lagi." Pak Goldy memotong perkataan, lalu melanjutkan:

"Kita akan melawan Penjaga Neraka sungguhan."

Semua Jundun mengerang bahagia. Mereka melompat-lompat, berteriak, dan memukul udara. Seperti mendapat impian yang tak pernah terwujud, mereka benar-benar bahagia ketika mendapat kabar tersebut. Namun, Wafi berbeda. Ia tersentak tak mampu berkata-kata.

Wafi menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Ia tahu Penjaga Neraka tidak akan main-main kepada siapa pun. Apalagi belakangan ini sesosok Penjaga Neraka yang mengaku dirinya adalah Iblis sedang berkeliaran. Ini adalah bukan waktu yang bagus.

"Nanti malam, tepat 20 Desember 0020, kita akan mengakhiri rantai gempa yang menelan nyawa manusia yang tak bersalah. Kita akan menghentikan gempa ke-20 agar tidak terjadi," lanjut Pak Goldy percaya diri. "Kota Batu akan jadi tujuan kita, 50 km di barat daya Distrik Pusat. Nanti selepas isya kita akan ke sana untuk menunjukkan kekuatan Surga. Terima kasih kepada intel kita karena telah mendapatkan informasi sebaik ini—"

Namun, Wafi tiba-tiba mengangkat tangan, lalu berteriak seraya menyorotkan tatapan ngeri. "Aku MENOLAK!"

Semua orang tertawa, menganggap Wafi adalah pengecut yang hanya berani berlindung di dalam Surga. Meski begitu, Pak Goldy tidak lama-lama terbahak. Ia memperhatikan Wafi seksama, lalu bertanya:

"Siapa yang berpikiran sama denganmu?"

Tidak ada seorang pun yang ikut mengangkat tangan, termasuk Rika. Kali ini, Wafi sendirian. Mereka tidak mau mendengarkan peringatan Wafi. Karena itu, hanya ada dua pilihan bagi Wafi: ia membiarkan 50 Jundun mati dan membiarkan ia selamat seorang diri, atau ia mati seorang diri demi keselamatan 50 lainnya. Wafi pernah di posisi ini, maka ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Wafi akan melindungi 50 Jundun dari kebodohan mereka sendiri meskipun ia harus mati.

Pusat, 19 Desember 0020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top