33 | Devil's Redemption
KITA akan menyelamatkan Wafir! Bagaimana pun caranya!" Ray berteriak paling kencang di antara siapa pun.
Masih di ruang bawah tanah. Kubangan darah Killer sontak menghilang layaknya tak pernah ada tumpahan di sana. Kegelapan masih menyelubungi dan api-api biru tidak ada yang menyala bekas pertarungan. Begitu pula dengan beberapa pilar yang roboh karena tinjuan Sodom. Jika seseorang ada yang ke ruangan tersebut, tidak ada yang percaya bahwa lima menit lalu ada tiga Penjaga Neraka tingkat atas muncul dari tanah.
Ray tiba-tiba emosional sejak dia menyaksikan dengan mata kepalanya Wafir berhasil dibawa pergi, apalagi penculiknya adalah Sodom. Dia tahu apa yang akan dilakukan predator lelaki itu kepada pemuda setampan Wafir. Dia pasti akan melakukan hal yang sama kepadanya pada masa lalu. Akan tetapi, kebimbangan di kepala semakin menjadi-jadi ketika ia menyaksikan sendiri, Wafir yang menyerahkan dirinya secara langsung kepada Sodom.
Semua orang, termasuk Rika sebagai istri Wafir, meyakinkan Ray bahwa Wafir tidak mungkin berkhianat dari Surga. Bisikan yang dilontarkan Sodom tentu membuatnya percaya. Antara dia dijanjikan keselamatan atau satu kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Wafir memilih mengorbankan diri demi menyelamatkan teman-temannya.
Tidak ada yang tahu niat sebenarnya, kecuali ....
Ray langsung melesat ke tempat Malik II. "Di mana kau, Malik!"
Teman-teman lain mulai menangkap rencana Ray dan akan membantunya. Mereka pun menghambur untuk menangkap batang hidung Malik II. Itu bisa terjadi jika ia tidak lenyap bersamaan kepergian para Penjaga Neraka.
"Malik!"
"Malik!"
Mereka berteriak berkali-kali seraya menggambarkan raut marah. Namun, itu tidak lama.
"Apa yang sedang terjadi di sini!?" Pak Ibrahim datang tergopoh diikuti keempat putranya yang sama-sama panik.
"Wafir diculik oleh tiga Penjana Neraka tingkat atas di sini," jawab Diyah yang posisinya paling dekat kepada Pak Ibrahim yang baru datang dari pintu belakang.
"Bagaimana bisa ada Penjaga Neraka di sini?!"
"Malik II dilindungi oleh mereka," sahut Hasbie.
Kemurkaan sontak berkobar di muka Pak Ibrahim. Tanpa perlu menunggu lama, ia langsung melesat ke dalam kegelapan. Dalam sekali sentak, ia berhasil menahan Malik II meskipun tanpa wujud nyata.
"Lepaskan aku!" teriak Malik II yang sedang meronta-ronta berbaring di dalam kuncian Pak Ibrahim.
"Ke mana mereka membawa Wafir?!" Pak Ibrahim mempererat kuncian dengan cengkeraman dan dengkul. Suaranya ikut naik bersamaan dengan tenaga yang kian membesar.
"Mana kutahu!"
"JANGAN BOHONG! Para Penjaga Neraka yang terjebak di dalam Surga, mereka tiba-tiba menghilang bersamaan dengan diculiknya Wafir oleh Penjaga Neraka tingkat atas! Sihir, Khamar, Riba, dan Jacob. Semuanya lenyap ditelan angin!"
Semua orang membelalak tak percaya. Jika semua Penjaga Neraka benar-benar lenyap, rencana mereka semakin dekat. Bagaimana bisa sampai mereka menarik Penjaga Neraka yang terjebak di Surga keluar.
"Neraka." Malik II akhirnya mau menjawab. Syok terpaku di wajahnya.
"Apa maksudmu?"
"Rumah para Penjaga Neraka, Penghuni Neraka, dan Iblis."
"Mana ada yang seperti itu. Mereka memang memiliki sarang. Tapi, bagaimana kita bisa menemukannya?"
Malik II menggeleng. "Itulah alasan mereka bisa muncul di ruangan bawah tanah ini, termasuk membawa pergi para Penjaga Neraka yang terjebak di Surga. Imam Ibrahim, kau seharusnya bertanya di mana letak Neraka."
Pak Ibrahim terdiam sejenak, lalu mulai berani bertanya meskipun ragu. "Di mana letak Neraka?"
"Di bawah Surga."
Lagi-lagi, semua orang dibuat menganga oleh jawaban Malik II. Bagaimana bisa tempat paling aman di muka bumi setelah Hijaz, malah melindungi tempat paling tercela. Dengan kata lain, Iblis selama ini bernaung di bawah Surga.
"Muhammad, bapakku, menjadikan tempat ini sebagai Surga sebab mendapat perlindungan dari para orang alim di tanah timur Pulau Utama. Meski begitu, Iblis tidak bodoh. Dia sudah mengetahui itu sudah dari dulu. Karena itu, ia membangun sarang, yang kemudian dia namakan Neraka, di bawah tanah yang akan menjadi Surga." Malik II membuat semua terhenyak dalam diam.
"Jadi, mereka sekarang di bawah tanah? Maksudku, terpendam di bawah tanah?" tanya Diyah.
Malik II menggeleng. "Mereka di bawah tanah Surga. Tapi, tidak secara harfiah. Mereka di bawah dimensi Surga. Satu-satunya orang yang bisa membawa kita ke sana adalah Muhammad."
"Jangan bergurau, beliau sudah meninggal dunia sejak lama!" bantah Pak Ibrahim.
Malik II tertawa seraya menggeleng. "Dia masih hidup. Beberapa malam lalu, dia sempat mendatangiku sebab murka aku mengorbankan para tentara kepada Penjaga Neraka."
Pak Ibrahim tidak percaya. "Jangan berbohong kau!"
"Demi Tuhan aku melihat dengan mataku sendiri!"
Pak Ibrahim tak mampu menyanggah sumpah atas nama Tuhan. Dia melepaskan Malik II. "Lantas, bagaimana kita bisa menemukan Muhammad?"
"Tidak ada gunanya. Inilah keputusan terbaik kita. Merelakan Wafir dan perlahan menerima akhir dunia yang mulai menghampiri kita. Lebih baik kita mengorbankan Wafir saja untuk memperpanjang waktu kita beribadah kepada Tuhan di dunia ini, daripada kita mengorbankan banyak nyawa untuk seorang pemuda."
Tidak ada seorang pun yang menolak perkataan Malik II, termasuk Pak Ibrahim itu sendiri sebagai bapak angkat Wafir. Ia hanya bisa memukul tanah, seraya memandang Malik II dengan tatapan tidak puas.
Ray yang paling murka, hanya bisa meringis tidak percaya. Ia memutuskan pergi dari ruangan bawah tanah agar bisa melampiaskan kekesalan. Hasbie dan Diyah mengikutinya untuk memastikan Ray tidak berbuat melampaui batas. Sementara itu, Pak Ibrahim bersama keempat putranya menyeret Malik II ke istana untuk memintai lebih banyak keterangan. Hingga hanya Rika yang berada di dalam ruangan gelap itu.
Ia tak mampu berkata-kata setelah keputusan dilontarkan. Tak terasa, butir air mata meluncur di atas pipi. Ia marah, tetapi tak bisa berteriak seperti Ray. Ia sedih, tetapi tak mampu mengisak seperti ibunda dulu. Rika benci dengan perasaan sesak yang membuncah di dalam dada. Sensasi ini sama seperti ketika ia harus menangis kehilangan ibunda dan bapaknya dalam kejahatan. Sekarang, ia sendiri lagi.
Rika harus berpisah dengan lelaki yang dicintai. Ia mengusap rahimnya. Ia mengingat ikatan yang tak dapat digambarkan bersama Wafir setelah malam pertama seminggu lalu. Ia tak bisa melupakan senyum manis dari pemuda polos itu. Hingga ia berlutut lemas, lalu berteriak sekencang-kencangnya. Bagaimana pun juga, Rika harus menerima kenyataan.
Tidak ada seorang pun yang akan menyelematkan Wafir.
AKU YAKIN mereka akan datang menyelamatkanku." Wafir mengucapkannya begitu yakin kepada Sodom yang baru bangun tidur.
"Kau bangun pagi sekali! Pantas saja, sih. Kamu saja punya keyakinan sebesar itu padahal kemungkinan mereka menyelamatkanmu sangatlah kecil. Tidak, jika mereka begitu bodoh untuk mengorbankan nyawa mereka." Sodom bangkit duduk, lalu menggaruk rambutnya yang acak-acakan.
Wafir hanya tersedak senyuman. Ia percaya teman-temannya pasti akan melakukan segala cara untuk meningkatkan peluang untuk berhasil menyelamatkannya. Meski begitu, tatapan khawatir tak surut-surut dari mata sendu itu. Sejak subuh tadi, Wafir tidak tertawa dan raut mukanya dikerumuni mendung layaknya tak kuat menahan beban pikiran.
"Kau sudah mandi, Wafir?" Sodom mencium ketiaknya yang menguarkan bau masam.
Wafir mengangguk.
"Pantas saja, kamar ini tiba-tiba wangi dalam sekejap. Omong-omong, jangan pakai baju itu! Nanti mereka tidak percaya bahwa aku sudah mengubahmu ke pihak Penjaga Neraka." Sodom bangkit dari ranjang, lalu membuka lemari gelap di seberang kasur.
"Tidak perlu, aku bahkan masih memiliki tato Penjaga Neraka yang diberikan oleh Iblis kepadaku."
Sodom melemparkan mantel hitam, sebagai penanda bahwa dia sudah menanggalkan mantel putih yang melambangkan Surga. "Mengapa kau masih memanggilnya dengan sebutan Iblis, bukannya ayah atau bapak atau sejenisnya. Bukannya aku sudah mengatakan kepadamu bahwa bapak kita orang yang sama?"
Wafir mengembuskan napas berat. "Sulit untuk dibayangkan bahwa orang yang menculikku adalah bapakku sendiri. Memang, dia tak pernah di rumah, sampai-sampai aku tak tahu rupanya. Namun, hal yang paling mengejutkan adalah dia bukan manusia. Aku kira, dia Penjaga Neraka sama seperti kita, tetapi nyatanya tidak. Dia adalah tuan kita dan jauh lebih tinggi dari sekadar makhluk biasa yang terbuat dari tanah."
Sodom mendatangi Wafir untuk mengelus pundaknya, berharap bisa menenangkannya. "Tidak apa, Adikku yang manis. Setidaknya, kau masih punya aku di sini. Bagaimana, kau mulai memanggilku Abang. Jangan Mas Sodom seperti orang kampung dari Distrik Selatan itu."
Wafir mengguratkan senyum kecut. Meski masih sulit untuk menerima, dan sampai kapan pun enggan, Wafir berharap bisa keluar dari tempat yang dipanggil Neraka ini. Ia tidak mau terlalu lama di sini sehingga ia akan berbaur seperti para pendosa tanpa sadar. Walaupun demikian, ia berusaha menuruti perkataan Sodom. Ada benarnya perkataannya. Masih ada harapan dengan keberadaan pria ini. "Akan kucoba ..., Bang."
Sodom langsung merah padam tersipu malu, lalu melonjak-lonjak kegirangan. Ia sontak mengangkat dan memeluk Wafir erat-erat. "Senangnya aku dipanggil Abang oleh adik kecilku yang manis ini!"
"Iya, Mas. Maksudku, Bang. Sekarang, turunkan aku. Aku tidak nyaman harus merasakan gesekan penismu yang tegang itu!"
Sodom pun langsung menurunkan Wafir. Ia tersipu malu. Ini bagaikan hari terindah baginya. Namun, tidak bagi Wafir. Ia seakan berada di ujung kematian. Tidak ada harapan untuk keluar dari sini. Bahkan, ia sendiri tak tahu di mana letak Neraka dan bagaimana dia bisa di sini. Setidaknya, ia masih bisa menunggu hingga Sodom selesai mandi. Dia sudah berjanji untuk mengajak jalan-jalan di Neraka.
Ini adalah kesempatan Wafir satu-satunya untuk menemukan petunjuk, bagaimana ia bisa keluar dari Neraka dan kembali ke Surga.
***
NERAKA tak bedanya dengan istana raksasa yang tak berujung. Ketika berjalan di lorong yang berada di ambang dinding luar, hanya ada pemandangan hutan sejauh mata memandang. Jendela setinggi sepuluh meter menjadi satu-satunya sumber cahaya menyeruak. Warna hitam memenuhi seluruh cat dan furnitur gaya abad pertengahan timur tengah. Tidak ada informasi sama sekali yang bisa didapatkan dari jalan-jalan singkat di pagi buta ini.
Wafir tak henti-hentinya melirik sekitar, berharap ada celah yang bisa digunakan untuk jalan keluar. Sementara itu, Sodom memegang erat-erat tangan Wafir, memastikan adiknya tidak tersesat dan meyakinkan Penjaga Neraka bahwa Wafir sepenuhnya berada di pihak mereka. Keduanya mengenakan jubah hitam sepanjang lutut. Wafir memakai sweeter hitam turtle-neck, sedangkan Sodom bertelanjang dada seperti biasa. Celana jeans dan alas kaki serba hitam sama-sama melekat, menampilkan esensi Penjaga Neraka yang menyeramkan.
Wafir mencoba pergi sendiri untuk menuju lorong lain. Ia melihat pintu kecil yang hanya dimasuki oleh dirinya. Namun, ketika ia sendirian masuk ke sana, ia dikejutkan oleh sosok-sosok yang paling tidak diingini.
"Hei, akhirnya kita berjumpa, Wafir!" Itu Riba. Dia berdiri tegak dengan seragam taekwondo putih membalut badan. Di belakangnya, Penjaga Neraka yang mengejar selama di Surga berjajar: Sihir, Khamar, dan Jacob.
"Kalian, bagaimana bisa di sini?"
"Tidak perlu diperpanjang. Kita juga bukan musuh. Jadi, nikmatilah di Neraka selagi bisa!"
"Aku tidak akan lama-lama di sini! Aku akan keluar dan teman-temanku pasti akan menyelamatkanku!"
Jacob tersedak tawa dan akhirnya ikut dalam pembicaraan. "Tunggu saja sampai tujuh hari ke depan. Jika mereka tidak menyelamatkanmu, semua sudah terlambat."
"Mengapa harus tujuh hari?"
"Tuan Iblis baru selesai tujuh hari lagi, akhir bulan Rajab."
Benar, sekarang Bulan Rajab menurut kalender Hijriyah, bulan haram untuk melakukan kezaliman. "Oh, begitu." Wafir mencoba menahan kekhawatiran. Namun, sebelum geng Penjaga Neraka itu mulai mengganggu, Sodom datang menjemput.
Ia memecahkan dinding agar bisa masuk ke lorong. "Jangan ganggu, Kekasihku!"
Melihat Penjaga Neraka tingkat atas, gerombolan Penjaga Neraka itu langsung membeku. Mereka buru-buru pamit seraya menundukkan kepala. Meskipun agak menertawai Wafir telah menjadi kekasih Sodom, mereka tak berani melontarkannya langsung. Jika tidak, Sodom tak rela menghabisi nyawa mereka.
Mungkin, masalah dari gerombolan Penjaga Neraka tersebut sudah usai. Akan tetapi, celoteh mereka masih terngiang-ngiang di telinga Wafir.
Apakah tidak ada seorang pun yang akan datang menyelamatkannya?
—
Neraka, 2 Januari 0021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top